expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Ngiklan

Senin, 04 Maret 2019

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN PATOLOGI NY. K.R G3P2A0 USIA KEHAMILAN 39 MINGGU INPARTU KALA I FASE AKTIF JANIN TUNGGAL HIDUP INTRAUTERIN DENGAN PRE EKLAMSI RINGAN


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A.       Teori Medis
1.         Persalinan
a.         Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2008).
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelepasan plasenta (Varney, 2008).
b.         Etiologi Persalinan (Wiknjosastro, 2006)
1)        Teori penurunan hormon, penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Progesteron bekerja sebagai penenang bagi otot – otot uterus dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
2)        Teori plasenta menjadi tua, villi korialis mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3)        Teori berkurangnya nutrisi pada janin. Jika nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera di keluarkan.
4)        Teori distensi rahim, keadaan uterus yang terus menerus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang dapat menggangu sirkulasi uteroplasenter hingga plasenta menjadi degenerasi.
5)        Teori iritasi mekanik, tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus akan timbul.
c.        
Perubahan Fisiologis Persalinan
Metabolisme meningkat
Tekanan darah, suhu tubuh, nadi, pernafasan meningkat
Kardiak output meningkat
Proteinuria
Poliuria
Sistem gastrointestinal
Motilitas lambung menurun
Pengosongan lambung melamban
Mual, muntah
Perubahan Fisiologis Persalinan









Skema 2.1 Perubahan FisiologisPersalinan
Sumber: Prawihardjo, 2010
d.        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan
1)        Power (kekuatan/tenaga)
Kekuatan yang mendorong janin saat persalinan adalah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligament.
a)         His (kontraksi uterus)
His adalah kontraksi otot-otot rahim pada pada persalinan. Sifat his yang baik dan sempurna yaitu
(1)      Kontraksi yang simetris .
(2)      Fundus dominan, yaitu kekuatan paling tinggi berbeda di fundus uteri.
(3)      Kekuatan seperti geraka memeras rahim.
(4)      Setelah adanya kontraksi, di ikuti dengan adanya relaksasi.
(5)      Pada setiap his menyebabkan terjadinya perubahan pada serviks, yaitu menipis dan membuka.
Beberapa hal yang harus diobservasi pada his persalinan adalah
(1)      Frekuensi his, adalah jumlah his dalam waktu tertentu, biasanya per 10 menit.
(2)      Amplitude atau intensitas, yaitu kekuatan his yang di ukur dalam mmHg. Dalam praktiknya kekuatan his hanya diraba secara palpasi apakah sudah kuat atau masih lemah. Kekuatan kontraksi menimbulkan naiknya tekanan intrauterine 35-60 mmHg.
(3)      Aktivitas his, yaitu hasil perkalian frekuensi dengan amplitude, di ukur dengan unit Mentevideo. Misalnya frekuensi suatu his 3, terjadi per 10 menit, dan amplitudonya 50 mmHg, maka aktivitas rahim= 3x50= 150 unit Mentovideo.
(4)      Durasi his, yaitu lamanya setiap his berlangsung yang di ukur dengan detik, misalnya selama 40 detik.
(5)      Datangnya his, apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
(6)      Interval antara dua kontraksi, yaitu masa relaksasi, pada permulaan persalinan, his timbul sekali dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
Perubahan-Perubahan Akibat His :
(1)      Pada uterus dan serviks, uterus teraba keras/padat karena kontraksi. Tekanan hidariostatis air ketuban dan tekanan intrauterine naik serta menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan membuka (dilatasi).
(2)      Pada ibu, akan terasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim, serta terdapat peningkatan nadi da tekanan darah.
(3)      Pada janin, pertukaran oksigen pada sirkulasi utero plasenter kurang, sehingga timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat dan kurang jelas terdengar karena adanya iskemia fisiologis. Jika benar-benar tejadi hipoksia yang agak lama, misalnya pada kontraksi tetanik, maka akan terjadi gawat janin, asfiksia dengan denyut jantung janin di atas 160 per menit dan tidak teratur.
Pembagian dan Sifat-Sifat His :
(1)      His pendahuluan : his tidak kuat, tidak teratur dan menyebabkan bloody show.
(2)      His pembukaan : pembukaan serviks sampai terjadi pembukaan 10 c, mulai kuat, teratur dan terasa sakit atau nyeri
(3)      His pengeluaran : sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi dan lama. Koordinasi antara his kontraksi otot perut, kontraksi diafragma dan ligament.
(4)      His pelepasan uri : konntraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.
(5)      His pengiring : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim dalam beberapa jam atau hari.


2)        Passage (jalan lahir)
Jalan lahir tediri atas bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul) dan bagian lunak (otot-otot, jaringan-jaringan dan ligament-ligamen).
a)         Bagian Keras Panggul (rangka panggul)
Panggul bagian keras atau tulang-tulang panggul merupakan suatu corong.Bagian atas yang lebar di sebut panggul besar (pelvis mayor), yang mendukung isi perut.Bagian bawah atau panggul kecil (pelvis minor) menjadi wadah alat kandungan dan menentukan bentuk jalan lahir.
(1)      Panggul Besar (Pelvis Mayor)
Tulang panggul terdiri atas 4 buah tulang :
(a)      2 tulang pangkal paha (os coxae)
Terdiri atas 3 buah tulang yang berhubungan, yaitu :
i.           Tulang usus (os ilium)
Merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk bagian atas dan belakang dari panggul.Batas atasnya merupakan pinggir tulang yang tebal yang di sebut crista iliaca menonjol dan disebut spina iliaca anterior superior dan spina iliaca posterior superior.Sedikit dibawah spina iliaca anterior superior terdapat tonjolan tulang lagi yaitu spina iliaca anterior inferior, dan sebelah bawah sina iliaca posterior superior terdapat spina iliaca posterior inferior.
Dibawah spina iliaca posterior inferior terdapat incisura ischiadica mayor. Pada os ilium terdapat lajur yaitu linea innominata (linea terminalis) yang menjadi batas antara panggul besar dan panggul kecil
ii.         Tulang duduk (os iscium)
Terdapat disebelah bawah dari tulang usus.Pinggir belakang berduri yaitu spina ischiadika.Dibawah spina ischiadika terdapat inchisura ischiadika minor.Pinggir bawah tulang duduk sangat tebal, bagian ini yang mendukung berat badan kalau kita duduk dan disebut tuber ischiadikum.
iii.       Tulang kemaluan (os pubis)
Terdapat disebelah bawah dan depan dari tulang usus.Dengan tulang duduk, tulang ini membatasi sebuah lubang dalam tulang panggul yaitu foramen obtuturatorium.Tangkai tulang kemaluan yang berhubungan dengan tulang usus disebut ramus superior ossis pubis, sedangkan yang berhubungan dengan tulang duduk disebut ramus inferior ossis pubis.Ramus inferior kiri dan kanan membentuk arcus pubis.
(b)      1 Tulang kelangkang (os sacrum)
Tulang kelangkang berbentuk segitiga, melebar keatas dan meruncing kebawah.Terletak disebelah belakang antara kedua pangkal paha.Tulang ini terdiri dari 5 ruas tulang yang senyawa.Permukaan depannya cekung dari atas kebawah maupun dari samping ke samping.
Kiri dan kanan dari garis tengah tampak 5 buah lubang yang disebut foramina sacralia anterior lubang ini dilalui urat-urat saraf yang akan membentuk plexus sacralia dan pembuluh darah kecil. Plexus sacralis ini melayani tungkai, oleh karena itu kadang-kadang penderita merasa nyeri atau kejang di kaki, plexus sacralis ini tertekan waktu kepala turun kedalam rongga panggul.Permukaan belakang tulang kelangkang gembung dan kasar.
Di garis tengahnya terdapat deretan cuat-cuat duri yaitu crista sacralis.Ke atas tulang kelangkang berhubungan dengan ruas ke 5 tulang pinggang.Bagian atas dari sacrum yang mengadakan perhubungan ini menonjol kedepan dan di sebut promontorium.
Kesamping tulang kelangkang berhubungan dengan kedua tulang pangkal paha dengan perantaraan articulation sacro iliaca dan kebawah dengan tulang tungging.
(c)      1 Tulang tungging (os coccygis)
Berbentuk segitiga dan terdiri atas 3-5 ruas yang bersatu. Pada persalinan ujung tulang tulang tungging
Gambar 2.2 Anatomi Panggul


(2)      Panggul Kecil (Pelvis Minor)
(a)      Pintu Atas Panggul
PAP adalah batas dari pinggul kecil, bentuknya bulat oval. Batas-batasnya : promotorium, sayap sacrum, linea innominata, ramus superior ossis pubis dan pinggir atas symphisis.Biasanya 3 ukuran ditentukan dari PAP :
i.           Ukuran muka belakang diameter anterior posterior konjugata vera) ukurannya 11 cm. merupakan ukuran terpenting dari panggul. Pada wanita hidup conjugate bera tidak dapat di ukur dengan langsung tetapi dapat di perhitungkan dari conjugate diagonalis (dari promotorium ke pinggir bawah sympisis) conjugate diagonalis dapat di ukur dengan jari yang melakukan pemeriksaan dalam. Pada panggul normal jari tidak cukup panjang untuk mencari promontorium.
ii.         Ukuran melintang (diameter tranversal) adalah ukuran terbesar antara linea innominata di ambil tegak lurus pada conjungata vera (12,5 – 13 cm).
iii.       Kedua ukuran serong (diameter obliqua) dari articulatio sacro iliaca ke tuberculum pubicum dari belahan panggul yang bertentangan (12,5 – 13 cm)
Gambar 2.3 Pintu Atas Panggul

(b)      Bidang Luas Panggul
Bidang luas panggul adalah bidang ukuran-ukuran yang terbesar.Bidang ini terbentang antara pertengahan sympisis, pertengahan acetabulum dan pertemuan antara ruas sacral II dan III.Ukuran muka belakang 12,75 cm, dan ukuran melintang 12,5 cm. karena tidak ada ukuran yang kecil, bidang ini tidak menimbulkan kesukaran dalam persalinan.


(c)      Bidang Sempit Panggul
Bidang sempit panggul (bidang tengah panggul) merupakan bidang dengan ukuran-ukuran terkecil.Bidang ini terdapat setinggi pinggir bawah sympisis kedua spina ischiadika dan memotong sacrum ±1-2 cm diatas ujung sacrum. Ukuran muka belakang 11,5 cm, ukuran melintang 10 cm dan diameter sagitalis posterior ialah dari sacrum kepertenganahan antara spina ischiadika 5 cm.
(d)     Pintu Bawah Panggul
Bidang ini paling sulit penilaiannya dalam ilmu kebidanan, karena ukuran-ukurannya paling kecil, dan sulit mengukurnya.Kesempitan pintu bawah panggul biasanya disertai kesempitan bidang sempit panggul.
Pintu bawah panggul terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama, ialah garis yang menghubungkan kedua tuber ischiadikum kiri kanan. Puncak dari segitiga yang belakang adalah ujung os sacrum, sisinya adalah ligamentum sacro tuberosum kiri dan kanan.Pada pintu bawah panggul ditentukan ada 3 ukuran :
i.           Ukuran muka belakang (dari pinggir bawah sympisis keujung sacrum 11,5 cm).
ii.         Ukuran melintang (ukuran antara tuber ischidicum kiri kanan sebelah dalam, 10,5 cm).
iii.       Diameter sagitalis posterior (dari ujung tulangsacrum) ke pertengahan ukuran melintang, kira-kira 7, 5 cm).
(e)      Bidang Hodge
Bidang-bidang hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai dimanakah bagian terendah janin turun dalam panggul dalam persalinan.
i.           Bidang hodge 1 : ialah bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan promotorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.
ii.         Bidang hodge 2 : ialah bidang yang sejajar dengan bidang hodge 1 terletak setinggi bagian bawah simfisis.
iii.       Bidang hodge 3 : ialah bidang yang sejajar dengan bidang hodge 1 dan 2 terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri. Pada rujukan lain, bidang hodge 3 ini disebut juga bidang O. Kepala yang berada diatas 1 cm disebut (-1) atau sebaliknya.
iv.       Bidang hodge 4 : ialah bidang yang sejajar dengan bidang hodge 1, 2 dan 3 terletak setinggi os koksigis.




Gambar 2.4 Bidang Hodge

(f)       Ukuran-ukuran panggul
Ukuran luar terpenting :
i.           Distansia spinarum yakni jarak antara spina iliaca anterior superior kiri dan kanan (24-26cm)
ii.         Distansia cristarum yakni jarak yang terjauh antara crista iliaca kanan dan kiri (28-30cm)
iii.       Conjugate eksterna (baudeloque) yakni jarak antara pinggir atas sympisis dan ujung procesuss spinosus ruas tulang lumbal ke-5(±18cm)
iv.       Ukuran lingkar panggul yakni dari panggul atas sympisis ke pertengahan antara spina iliaca anterior posterior dan trochanter mayor sepihak dan kembali melalui tempat-tempat yang sama di pihak yang lain (80-90 cm).
(g)      Bentuk Panggul
Caldwell-Moloy mengemukakan 4 bentuk dasar panggul ialah :
i.           Panggul gynecoid yakni panggul paling baik untuk wanita, bentuk PAP hampir bulat. Panjang diameter antero-posterior kira-kira sama dengan diameter tranversa. Ditemukan pada 45% wanita.
ii.         Panggul andarioid yakni bentuk PAP hampir segitiga. Umumnya pria mempunyai jenis seperti ini, panjang diameter antero-posterior hampir sam dengan diameter tranversa, akan tetapi yang terakhir ini jauh lebih mendekati sacrum. Dengan demikian bagian belakangnya pendek dan gepeng, sedangkan bagian depannya menyempit kemukan Ditemukan pada 15% wanita.
iii.       Panggul anthropoid yakni bentuk PAP agak lonjong serti telur.Panjang diameter antero-posetrior lebih besar dari pada diameter transversa ditemukan 35% wanita.
iv.       Panggul platypelloid yakni jenis ini adalah jenis gynecoid yang meyempit pada arah muka belakang.Ukuran melintang jauh lebih besar dari pada ukuran muka belakang.Ditemukan pada 5% wanita.
 









Gambar 2.5 Bentuk Panggul

b)         Bagian Lunak Panggul
Bagian lunak dari tulang panggul terdiri dari otot-otot dan ligamentum yang meliputi dinding panggul sebelah dalam danyang menutupi panggul sebelah bawah, yang menutupi panggul sebelah bawah membentuk dasar panggul (diafragma pelvis).Diafragma dari dalam keluar terdiri atas :
(1)      Pars muscularis yaitu musculus levator ani
Yang agak kebelakang letakknya dan merupakan suatu sekat yang ditembus oleh rectum. M. levator ani kiri da kanan terdiri dari 3 bagian (dari depan kebelakang)
(a)      Musculus pubo coccyangeus dari os pubis ke sptumanococcyangeus.
(b)      Musculus Ilo coccyangeus dari arcus tendineus M. levator ani ke os coccyangeus dan septum anococcy.
(c)      Musculus (ischio) coccyangeus dari spina ischiadika ke pinggir sacrum dan os coccyangis.
(2)      Pars membranacea yaitu diafragma urogenitale
Antara m.pubbo coccyangeus kiri kanan terdapat celah berbentuk segitiga yang disebut hiatus urogenitalis yang tertutup oleh sekat yang disebut diafragma urogenitale. Sekat ini menutupi pintu bawah panggul di sebelah depan dan pada wanita sekat ini di tembus oleh uretra dan vagina.Diafragma pelvis ini menahan genitalia interna pada tempatnya.Kalau otot-otot rusak atau lemah misalnya karena perslainan yang berturut-turut, mungkin genitalia interna turun (prolaps).
(3)      Daerah Perineum
Merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul. Daerah ini terdiri dari dua bagian:
(a)      Regioanalis disebelah belakang disini terdapat M. spingter ani eksterna yang mengelingi anus
(b)      Region urogenitalis. Di sini terdapat M. bulbo cavernosus (yang mengelilingi vulva) M. ischio cavernosus dan  M. transversus perinei superficialis.

3)        Passenger (janin dan plasenta)
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin.Posisi dan besar kepala dapat memengaruhi jalan persalinan.Kepala janin banyak mengalami cedera pada saat persalinan sehingga dapat membahayakan kehidupan janin.Pada persalinan, karena tulang-tulang masih dibatasi fontanel dan satura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat menyisip antara tulang satu dengan tulang yang lain (molase), sehingga kepala bayi bertambah kecil. Biasanya jika kepala janin sudah lahir maka bagian-bagian lain janin akan dengan mudah menyusul.
a)         Kepala Janin dan Ukurannya
Ukuran dan sifat kepala janin relatif kaku sehingga sangat memengaruhi proses persalinan. Tengkorak janin terdiri atas dua tulang parietal, dua tulang temporal, satu tulang frontal dan satu tulang oksipital.Tulang-tulang ini disatukan oleh sutura membranosa.
Saat persalinan dan setelah selaput ketuban pecah, fontanel dan sutura dipalpasi untuk menentukan presentasi, posisi, dan sikap janin.Sutura dan fontanel menjadikan tengkorak bersifat fleksibel, sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap otak bayi.Kemampuan tulang untuk saling menggeser memungkinkan kepala bayi beradaptasi terhadap berbagai diameter panggul ibu.
Tulang tengkorak (cranium)
a)         Bagian muka dan tulang dasar tengkorak
(1)      Os nasalis (tulang hidung)
(2)      Os maksilaris (tulang rahang atas)
(3)      Os mandibularis (tulang rahang bawah)
(4)      Os zigomatik (tulang pipi)

b)         Bagian tengkorak
(1)      Os frontalis (tulang dahi)
(2)      Os parietalis (tulang ubun-ubun)
(3)      Os temporalis (tulang pelipis)
(4)      Os occipitalis (tulang belakang kepala)
c)         Sutura
(1)      Sutura sagitalis (sela panah)
(2)      Sutura koronaria (sela mahkota)
(3)      Sutura lamboidea (sela lamda)
(4)      Sutura prontalis (sela dahi)
d)        Ubun-ubun (pontanel)
(1)      Ubun-ubun besar (UUB/pontanel mayor/bregma)
(2)      Ubun-ubun kecil (UUK/ponntanel minor)
e)         Daerah-daerah
(1)      Sinciput (depan kepala)
(2)      Perteq (puncak kepala)
(3)      Occiput (belakang kepala)
f)          Ukuran diameter
(1)      D. accipito-frontalis 12cm (letak puncak kepala)
(2)      D. mento-occipitalis 13,5cm (larak dahi)
(3)      D. suboccipito-bregmatika 9,5 cm (LBK)
(4)      D. biparietalis 9,25cm
(5)      D. bitemporalis 8cm
g)         Ukuran sirkum perensia
(1)      Circ. Fronto-occipitalis 34cm
(2)      Circ. Mento-occiitalis 35cm
(3)      Circ. Suboccipitobregmatika 32cm
h)         Lanum
(1)      Lan. Fronto-accipitalis 34cm
(2)      Lan. Maqilo-parietalis 35cm
(3)      Lan. Trachea-parietalis 34cm
Istilah-istilah yang digunakan untuk kedudukan janin dalam rahim yaitu:
a)         Sikap (attitude/habitus)
Pada bulan-bulan terakhir kehamilan janin membentuk postur khas yang disebut sebagai sikap atau habitus. Biasanya, janin membentuk suatu massa ovoid yang secara kasar menyesuaikan dengan bentuk rongga uterus. Dengan sendirinya, janin menjadi melipat atau membungkuk sehingga punggunya menjadi sangat konveks. Kepala mengalami fleksi maksimal sehingga dagu hampir bertemu dengan dada, paha fleksi didepan abdomen, tungkai bawah tetekuk pada lutut, dan lengkung kaki bersandar pada permukaan anterior tungkai bawah. Pada semua presentasi kepala, lengan biasanya saling menyilang di dada atau terletak disamping, dan tali pusat terletak diruang diantara kedua lengan dengan ekstremitas bawah. Postur khas ini terjadi akibat cara pertumbuhan janin dan akomodasinya terhadap rongga uterus. (Obstetric Williams Vol 1 Edisi 2).              
b)         Letak (lie/ situs)
Letak adalah hubungan sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu, dan dapat memanjang atau melintang. Kadang kala, sumbu janin dan ibu dapat bersilang dengan sudut 45 derajat, membentuk letak oblik, yang tidak stabil dan selalu berubah menjadi letak memanjang atau melintang selama proses persalinan. Letak melintang terjadi pada lebih dari 99 persen persalinan aterm. Faktor-faktor predisposisi untuk letak lintang adalah multiparitas, plasenta previa, hidramnion, dan anomaly uterus (Gemer dan Segal 1994).
Letak janin adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu.misalnya,letak lintang di mana sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu,letak membujur di mana sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu,ini bisa letak kepala atau letak sungsang.
c)         Presentasi (presentation)
Bagian terbawah janin adalah bagian tubuh janin yang berada paling depan didalam jalan lahir atau berada paling dekat dengannya. Bagian terbawah janin dapat diraba melalui serviks dan pemeriksaan vagina. Bagian bawah janin menentukan presentasi. Karena itu, pada letak memanjang, bagian terbawah janin adalah kepala janin atau bokong, masing-masing membentuk presentasi kepala atau bokong. Jika janin terletak pada sumbu panjang melintang, bahu merupakan bagian terbawahnya. Jadi, presentasi bahu teraba melalui serviks pada pemeriksaan vagina (Obstetric Williams Vol 1 Edisi 2).
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim, yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam.misalnya presentasi kepala, bokong, bahu, dan lain-lain.
d)        Bagian terbawah (presenting part)
Sama dengan presentasi, hanya lebih perjelas lagi istilahnya. Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterm.
e)         Posisi (position)
Posisi janin adalah hubungan antara titik yang ditentukan sebagai acuan pada bagian terbawah janin, dan sisi kanan atau kiri jalan lahir ibu. Karena itu, pada setiap presentasi terdapat dua posisi, kanan atau kiri. Oksiput, dagu (mentum), dan sacrum janin masing-masing merupakan titik penentu pada presentasi verteks, muka dan bokong (Obstetric Williams Vol 1 Edisi 2).
Posisi merupakan indicator untuk menetapkan arah bagian terbawah janin apa kah sebelah kanan, kiri,depan,atau belakang terhadap sumbu ibi. Misalnya pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kanan belakang.Apabila seseorang ingin menentukan presentasi dan posisi janin atau perlu dijawab pertanyaan bagian janin apa yang terbawah, dimana bagian terbawah tersebut, dan apa indikatornya.
Letak janin dalam rahim
a)         Letak membujur (longitudinal)
b)         Letak kepala
(1)      Letak fleksi (letak belakang kepala)
(2)      Letak defleksi (letak puncak kepala, letak dahi, letak muka).
c)         Letak sungsang
(1)      Letak bokong sempurna (complete breech)
(2)      Letak bokong (frank breech)
(3)      Letak bokong tidak sempurna (incomplete breech)
d)        Letak lintang (transverse lie)

e)         Letak miring (oblique lie)
(1)      Letak kepala mengolak
(2)      Letak bokong mengolak
e.         Tahapan Persalinan
1)        Kala I (kala pembukaan)
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Tanda-tanda persalinan:
a)         Terjadi his persalinan
b)         Terjadinya pengeluaran lendir bercampur darah
c)         Penipisan dan  pembukaan serviks dan pecahnya kantong ketuban.
Proses membukanya servik sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu :
(1)      Fase laten (stadium saat tubuh ibu mulai menuju persalinan atau dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap) : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.


(2)      Fase aktif dibagi dalam 3 fase, yaitu :
(a)      Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
(b)      Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
(c)      Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan 9 menjadi lengkap.
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 4 cm disebut ketuban pecah dini.
Pada primigravida kala I berlangsung kira – kira 13 jam,sedangkan pada multipara kira – kira 7 jam (Prawirohardjo, 2010).
Tabel berikut menunjukkan frekuensi minimal penilaian dan intervensi. Jika ibu menunjukkan tanda tanda komplikasi atau gejala komplikasi dan perubahan kondisi, penilaian harus dilakukan lebih sering.


Tabel 2.6 Frekuensi Minimal Penilaian Intervensi dalam Persalinan Normal
Parameter
Frekuensi pada fase Laten
Frekuensi Pada Fase Aktif
Tekanan darah
Setiap 4 jam
Setiap 4 jam
Suhu badan
Setiap 4 jam
Setiap 2 jam
Nadi
Setiap 30 – 60 menit
Setiap 30 – 60 menit
Denyut jantung janin
Setiap 1 jam
Setiap 30 menit
Kontraksi uterus
Setiap 1 jam
Setiap 30 menit
Pembukaan serviks
Setiap 4 jam
Setiap 4 jam
Penurunan kepala
Setiap 4 jam
Setiap 4 jam
Sumber: Asuhan Kebidanan Kehamilan 2012

2)        Kala II
Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks  lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Menurut(JNPK-KR Depkes RI, 2008), gejala dan tanda kala dua persalinan:
a)         Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b)         Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau vaginanya
c)         Perineum menonjol
d)        Vulva-sfingter ani membuka
e)         Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah :
a)         Pembukaan serviks telah lengkap, atau
b)         Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Pada primigravida kala II berlangsung rata – rata 1,5 jam dan pada multigravida rata – rata 30 menit (Manuaba, 2007).
3)        Kala III
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.Biasanya plasenta lepas dalam  6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah. (Prawirohardjo, 2010)
Tanda lepasnya plasenta, menurut WHO dalam buku Acuan Persalinan Normal (2008) :
a)         Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
b)         Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar vulva
c)         Semburan darah mendadak dan singkat
Pada kala III persalinan, otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirna bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus ke dalam vagina (JNPK-KR, 2008)
Menurut JNPK-KR (2008), manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghentikan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kematian ibu di Indonesia disebabkan perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif kala III terdiri dari tiga langkah utama yaitu:
a)         Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b)         Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c)         Massase fundus uteri
4)        Kala IV
Kala IV adalah pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan uri  lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.
Pada primigravida, lama kala satu yaitu 13 jam, kala II 1 jam, kala III ½ jam, lama persalinan 14 ½ jam. Pada multigravida, lama kala I 7 jam, kala II ½ jam, kala III ¼ jam, lama persalinan 7 ¾ jam (Kuswanti, 2014).
Pasca persalinan yang perlu di pantau selama dua jam pertama pasca persalinan menurut JNPK-KR (2008) adalah
a)         Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
b)         Massase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
c)         Pantau temperature ibu setiap jam dalam dua jam pertama pasca persalinan. Jika meningkat pantau dan tata laksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
d)        Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua pada kala IV.
e)         Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar dan bagaimana melakukan massase jika uterus menjadi lembek.
f)          Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
g)         Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
f.          APN (Asuhan Persalinan Normal)
Menurut JNPK-KR (2008) Asuhan Persalinan Normal adalah sebagai berikut:
MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA
1)        Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda kala dua
a)         Ibu merasa ada dorongan  kuat dan meneran
b)         Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
c)         Perineum tampak menonjol
d)        Vulva dan sfingter ani membuka
MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2)        Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksanakan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
a)         Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi
b)         Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3)        Pakai celemek plastic
4)        Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang di pakai, cuci tanagan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
5)        Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan periksa dalam
6)        Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril, pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik) 
MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN BAIK
7)        Memastikan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang di basahi air DTT
a)         Jika introitus vagina, perineum atau anus terkmontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b)         Buang kapas atau kassa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
c)         Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan, rendam dalam larutan klorin 0,5% à langkah 9)
8)        Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. Bila selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi
9)        Dekontaminasi sarung tangan dengan  caramencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0.5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan din lepaskan.
10)    Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi /saat relaksasi  uterus untuk memastikan bahbwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)
a)         Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b)         Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES BIMBINGAN MENERAN
11)    Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a)         Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada
b)         Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar
12)    Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang di inginkan ibu dan pastikan ibu merasa nyaman)
13)    Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran:
a)         Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b)         Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
c)         Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d)        Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e)         Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f)          Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
g)         Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h)         Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida)
14)    Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
15)    Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16)    Letakkan kain bersih yang di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
17)    Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18)    Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
PERSIAPAN PERTOLONGAN KELHIRAN BAYI
Lahirnya Kepala
19)    Setelah tampak kepala bayi dnegan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang di lapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal
20)    Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu bterjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
a)         Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
b)         Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara dua klem tersebut
21)    Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahirnya Bahu
22)    Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara bipariental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke ara bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkkan arah atas dan distal utnuk melahirkan bahu belakang.
Lahirnya Badan dan Tungkai
23)    Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kea rah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunankan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24)    Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke panggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
25)    Lakukan penilaian (selintas) :
a)         Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
b)         Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi (à langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfeksia).
26)    Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
a)         Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan.
b)         Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
c)         Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
27)    Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal)
28)    Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik)
29)    Dalam 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intra muskular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30)    Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (2 menit setelah bayi lahir) pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilicus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama
31)    Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a)         Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut
b)         Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan dengan simpul kunci
c)         Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32)    Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap diatas dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payuda ibu.
33)    Selimutkan ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi
PENATALAKSANAAN AKTIF KALA III
34)    Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35)    Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36)    Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang – atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
a)         Jika uterus tidak berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga  untuk melakukan stimulasi putting susu.
Mengeluarkan Plasenta
37)    Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusatdengan arah sejajar lantai kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan (dorso-kranial)
a)         Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
b)         Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit tegangkan tali pusat :
(1)      Beri dosis ulang oksitoksin 10 unit IM
(2)      Lakukan kateterisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh
(3)      Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan 
(4)      Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
(5)      Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
(6)      Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual
38)    Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan
a)         Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal
Rangasangan Taktil (Massase) Uterus
39)    Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan massase uterus, letakan telapak tangan di fundus dan lakukan massase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
a)         Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ massase
MENILAI PERDARAHAN
40)    Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
41)    Evaluasi kemungkinan laserasi pada dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan

MELAKUKAN ASUHAN PASCA PERSALINAN
42)    Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam
43)    Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)
a)         Sebagian besar akan berhasil melakukan inisiasi meyusui dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusui pertama biasanya berlangsung sekitar 10 sampai 15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
b)         Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
44)    Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 (1 mg intramuscular) di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu-bayi.
45)    Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian vitamin K1) dipaha kanan anterolateral
a)         Letakkan bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa di susukan
b)         Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu


EVALUASI
46)    Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
a)         2-3 kali dalam 15 menit pertama  pasca persalinan
b)         Setelah 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
c)         Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
d)        Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
47)    Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
48)    Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49)    Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan
a)         Memeriksa temperature tubuh ibu sekali  setiap jam selama 2 jam pertama pascapersalinan
b)         Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
50)    Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,50C)


KEBERSIHAN DAN KEAMANAN
51)    Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi
52)    Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat yang sesuai
53)    Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
54)    Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya
55)    Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
56)    Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutarn klorin 0,5% balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dengan larutan klorin 0,5% selam 10 menit
57)    Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang kering dan bersih
DOKUMENTASI
58)    Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV


2.         Pre Eklampsia
a.         Pengertian PreEklampsia
Pre-eklampsiadalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Pre-eklampsia adalah salah satu ka­sus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu.
Ke­lainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pa­da ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.
b.         Pembagian PreEklampsia
1)        Pre-Eklampsia Ringan
a)         Tanda dan gejala
(1)      Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg.
(2)      Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin.
(3)      Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan.
b)         Tatalaksana pre eklampsia ringan
(1)      Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)
(a)      Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya
(b)      Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
(c)      Vitamin
(d)     Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
(e)      Tidak perlu pemberian antihipertensi
(f)       Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu
(2)      Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)
(a)      Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat
(b)      Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati
(c)      Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.
(3)      Tatalaksana
(a)      Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan
(b)      Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan.
2)        Pre-Eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria danatauedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
a)         Tanda dan Gejala Pre-Eklampsia Berat
(1)      Tekanan darah sistolik >160 mmHg
(2)      Tekanan darah diastolik >110 mmHg
(3)      Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
(4)      Trombosit < 100.000/mm3
(5)      Oliguria (jumlah air seni <400 ml/24 jam)
(6)      Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
(7)      Nyeri ulu hati
(8)      Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
(9)      Perdarahan di retina (bagian mata)
(10)  Edema (penimbunan cairan) pada paru
(11)  Koma
b)         Tatalaksana Perawatan Pre-Eklampsi Berat
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka dibagi menjadi :
(1)      Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan. Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya “HELLP syndrome” (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
(2)      Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janinbaik.
c)         Perawatan Konservatif Pada Pasien Pre Eklampsia Berat
(1)      Segera masuk rumah sakit dan tirah baring serta dipasang Infus
(2)      Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
(3)      Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
(4)      Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami
(5)      Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala/ tanda-tanda pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
c.         Faktor RisikoPre-Eklampsia
1)        Riwayat keluarga. Bila anggota keluarga ada yang mengidap penyakit ini, risiko untuk mengalaminya semakin besar.
2)        Umur. Risiko pre-eklampsia pada wanita hamil muda lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang usianya lebih dari 40 tahun.
3)        Banyaknya bayi yang dikandung. Pre-eklampsia sering terjadi pada wanita yang mengandung bayi kembar, kembar tiga, atau kelipatannya.
4)        Obesitas. Apabila anda gemuk, risiko pre-eklampsia semakin meningkat.
5)        Kurang vitamin D. Beberapa bukti menunjukkan bahwa pre-eklampsia kan timbul bila kekurangan vitamin D. Pada awal kehamilan, vitamin ini berfungsi sebagai pencegahan.
6)        Memiliki kadar protein tinggi. Wanita hamil yang memiliki kandungan protein tinggi dalam darah ataupun urine memiliki risiko lebih besar untuk mengidap penyakit pre-eklampsia. Pertumbuhan dan fungsi dari pembuluh darah akan terganggu oleh kandungan protein ini.
7)        Diabetes. Wanita yang menderita penyakit diabetes gestasional memiliki risiko lebih tinggi terkena pre-eklampsia pada kehamilannya.
d.        Deteksi DiniPre-Eklampsia
1)        Sakit kepala
Nyeri kepala pada masa nifas dapat merupakan gejala preeklampsia, jika tidak diatasi dapat menyebabkan kejang maternal, stroke,koagulopati dan kematian.Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah:
a)         Sakit kepala hebat
b)         Sakit kepala yang menetap
c)         Tidak hilang dengan istirahat
d)        Depresi post partum
Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut, ibu mungkin menemukan bahwa penglihatannya menjadi kabur atau berbayang. Sakit kepala yang hebat disebabkan karena terjadinya edema pada otak dan meningkatnya resistensi otak yang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, yang dapat menimbulkan kelainan serebral (nyeri kepala, kejang) dan gangguan penglihatan.
a)         Gejala
(1)      Tekanan darah naik atau turun
(2)      Lemah
(3)      Anemia
(4)      Napas pendek atau cepat
(5)      Nafsu makan turun
(6)      Kemampuan berkonsentrasi kurang
(7)      Tujuan dan minat terdahulu hilang; merasa kosong
(8)      Kesepian yang tidak dapat digambarkan; merasa bahwa tidak seorang pun mengerti
(9)      Serangan cemas
(10)  Merasa takut
(11)  Berpikir obsesif
(12)  Hilangnya rasa takut
(13)  Control terhadap emosi hilang
(14)  Berpikir tentang kematian
b)         Penanganan
(1)      Informed consent
(2)      Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum sambil mencari riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarga
(3)      Pemberian  Parasetamol dan Vit B Complek 2x/hari, Tablet zat besi 1x/hari
(4)      Jika tekanan diastol >110mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
(5)      Pasang infus RL dengan jarum besar no.16 atau lebih
(6)      Ukur keseimbangan cairan
(7)      Persiapan rujukan
(8)      Periksa Hb
(9)      Periksa protein urine
(10)  Observasi tanda-tanda vital
(11)  Lebih banyak istirahat    
2)      Nyeri Epigastrium
Nyeri daerah epigastrium atau daerah kuadran atas kanan perut, dapat disertai dengan edema paru. Keluhan ini sering menimbulkan rasa khawatir pada penderita akan adanya gangguan pada organ vital di dalam dada seperti jantung, paru dan lain-lain.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada  tanda-tanda lain karena terjadi reimplantasi amnion ke dinding rahim pada trimester ke-3 kehamilan. Pada keadaan ibu yang tidak sehat atau asupan nutrisi yang kurang, reimplantasi tidak terjadi secara optimal sehingga menyebabkan blokade pembuluh darah setempat dan menimbulkan hipertensi. Diagnosis hipertensi dapat dibuat jika kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih, dan tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Penentuan tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali perlu me­nimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. Edema juga terjadi karena proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+  atau 1g/liter atau lebih dalam air ken­cing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.
a)         Tanda dan Gejala
(1)      Kira-kira 90% pasien terdapat lelah,
(2)      65% dengan nyeri epigastrium, 30 persen dengan mual dan muntah
(3)      31% dengan sakit kepala.
b)         Penanganan
(1)      Informed consent
(2)      Mengobservasi TTV
(3)      Persiapan rujukan
(4)      Pemeriksaan darah rutin
(5)      Tes fungsi hati.
(6)      Profilaktik MgSO4 untuk mencegah kejang (eklampsia),
(7)      Bolus 4–6 gr MgSO4 dalam kon­sentrasi 20%. Dosis ini diikuti dengan infus.
(8)      Jika terjadi toksisitas, masukkan 10 – 20 ml kalsium glukonat 10% IV
(9)      Terapi antihipertensi harus dimulai jika tekanan darah senantiasa di atas 160/­110 mmHg → Hidralazin IV dosis rendah 2,5 – 5 mg (dosis inisial 5mg) setiap 15 – 20 menit sampai tekanan darah target tercapai atau kombinasi nifedipin dan MgSO4.
3)        Penglihatan Kabur
Perubahan penglihatan atau pandangan kabur, dapat menjadi tanda preeklampsi. Masalah visual yang mengidentifikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual mendadak, misalnya penglihatan  kabur/ berbayang, melihat bintik-bintik (spot), berkunang-kunang.
Selain itu adanya skotoma, diplopia dan ambiliopia merupakan tanda-tanda yang menunjukkan adanya pre-eklampsia berat yang mengarah pada eklampsia. Hal ini disebabkan adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks cerebri atau didalam retina (edema retina dan spasme pembuluh darah). Perubahan penglihatan ini mungkin juga disertai dengan sakit kepala yang hebat.
Pada preeklamsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri. Skotoma, diplopia, dan ambliopia pada penderita preeklamsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina. Perubahan pada metabolisme air dan elektrolit menyebabkan terjadinya pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini akan diikuti dengan kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum dan sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia. Elektrolit, kristaloid, dan protein dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklamsia.
Konsentrasi kalium, natrium, kalsium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas-batas normal. Gula darah, bikarbonat dan pH pun normal. Kadar kreatinin dan ureum pada preeklamsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria. Protein serum total, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotic plasma menurun pada preeklamsia. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat dengan nyata dan kadar tersebut lebih meningkat lagi pada preeklamsia.
a)         Tanda dan Gejala
(1)      Peningkatan tekanan darah yang cepat
(2)      Oliguria
(3)      Peningkatan jumlah proteinuri
(4)      Sakit kepala hebat dan persisten
(5)      Rasa mengantuk
(6)      Penglihatan kabur
(7)      Mual muntah
(8)      Nyeri epigastrium
(9)      Hiperfleksi
b)         Penanganan
(1)      Informed consent
(2)      Segera rawat
(3)      Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum sambil mencari riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
(4)      Persiapan rujukan
(5)      Jika pasien tidak bernafas :
(a)      Bebaskan jalan nafas
(b)      Berikan oksigen
(c)      Intubasi jika perlu
(6)      Jika pasien tidak sadar atau koma :
(a)      Bebaskan jalan nafas
(b)      Baringkan pada satu sisi
(c)      Ukur suhu
(7)      Jika pasien syok atasi dengan penanganan syok
(8)      Jika ada perdarahan atasi penanganan perdarahan
(9)      Jika kejang :
(a)      Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi secret, muntah/darah, dan bebaskan jalan nafas
(b)      Pasang spatula lidah untuk menghindari tergigitnya lidah
e.        Pencegahan Pre-Eklampsi dan Eklampsi
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Namun upaya itu belum maksimal.
Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Namun, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.
f.          PenyebabPre-Eklampsia
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasentasehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.
Proteinuria pre-eklampsia terdapat konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dan air kencing 400 ml atau kurang dalam sehari. Secara kasar artinya, tandanya air kencing ibu penderita sedikit banget dalam sehari. Sampai saat ini belum ditemukan secara pasti penyebab dari pre-eklampsia.
g.         KomplikasiPre-Eklampsia
1)        Iskemia uteroplasenter
a)         Pertumbuhan janin terhambat
b)         Kematian janin
c)         Persalinan prematur
d)        Solusio plasenta
2)        Spasme arteriolar
a)         Perdarahan serebral
b)         Gagal jantung, ginjal dan hati
c)         Ablasio retina
d)        Thromboemboli
e)         Gangguan pembekuan darah
3)        Kejang dan koma
a)         Trauma karena kejang
b)         Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan
4)        Penanganan tidak tepat
a)         Edema paru
b)         Infeksi saluran kemih
c)         Kelebihan cairan
d)        Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik
h.         Pencegahan Pre-Eklampsia
1)        Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin
2)        Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan belum sepenuhnya terbukti
3)        Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang tua, dll) harus dilibatkan sejak awal
4)        Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru.
i.           Pengelolaan Pre-Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
1)        Pengelolaan kejang
a)         Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
b)         Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen, oksigen)
c)         Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d)        Aspirasi mulut dan tenggorokan
e)         Baringkan pasien pada sisi kiri, kepala sedikit lebih tinggi (posisi Fowler) untuk mengurangi risiko aspirasi
f)          Berikan O2 4-6 liter/menit
2)        Pengelolaan umum
a)         Jika tekanan diaktolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
b)         Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum bersar no. 16 atau lebih
c)         Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
d)        Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
e)         Infus cairan dipertahankan 1.5-2 liter/24 jam
f)          Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
g)         Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
h)         Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
i)           Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
(1)      Jikaibutidaksadarataukejang, mintalahpertolongan. Segeramobilisasiseluruhtenaga yang adadansiapkanfasilitastindakangawatdarurat.
(2)      Jikapasientidakbernafasataupernafasannyadangkal:
(a)      Periksadanbebaskanjalannafas
(b)      Jikatidakbernafas, mulaiventitasidengan masker danbalon
(c)      Intubasijikaperlu
(d)     Jikapasienbernafasberioksigen 4-6 liter per menitmelalui masker ataukanula nasal
(3)      Jikapasientidaksadarataukoma
(a)      Bebaskanjalannafas
(b)      Baringkanpadasisikiri
(c)      Ukursuhu
(d)     Periksaapakahkaku
(4)      Jikapasiensyok : lakukanpenanganansyok
(5)      Jikaadaperdarahan : lakukanpenangananperdarahan
(6)      Jikakejang:
(a)      Baringkanpadasisikiri : tempattidurarahkepaladitinggikansedikituntukmengurangikemungkinanaspirasi secret, muntahanataudarah
(b)      Bebaskanjalannafas
(c)      Hindarijatuhnyapasiendaritempattidur
(d)     Lakukanpengawasanketat
(7)      Jikadiagnosisnyaeklamsiaberikan magnesium sulfat
(8)      Jikapenyebabkejangbelumdiketahui, tanganisebagaieklamsiasambilmencaripenyebablainnya
3)        Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diazepam, dengan risiko terjadi depresi neonatal.
j.           Peran Bidan
1)        Mendeteksi terjadinya eklamsi
2)        Mencegah terjadinya eklamsi
3)        Mengetahui kapan waktu berkolaborasi dengan dokter
4)        Memberikan penanganan awal sebelum merujuk pada kasus eklamsi



k.      Prosedur Tetap Pemberian MgSo4
Magnesium  Sulfat Untuk Preeklampsia dan Eklampsia

Alternatif  I Dosis awal                 MgSO4 4 g IV  sebagai larutan 40%  selama 5 menit segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g dalam larutan  Ringer Asetat / Ringer  Laktat selama  6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2 g IV selama 5 menit.

Dosis Pemeliharaan                      MgSO4 4 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam  postpartum

 Alternatif  II Dosis awal               MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40%  selama 5 menit
Dosis pemeliharaan                      Diikuti  dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml  Lignokain ( dalam semprit yang sama )
Pasien akan  merasa  agak panas pada saat pemberian MgSO4

Sebelum pemberian  MgSO4        Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
Ulangan, dilakukan                       Refleks patella (+)
Pemeriksaan :                                Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam  terakhir
 Frekuensi pernafasan  < 16 kali/menit

Hentikan pemberian                      Refleks patella (-), bradipnea (<16x/menit)
MgSO4 jika :                               


Siapkan antidotum                         jika terjadi henti nafas
Bantu pernafasan dengan ventilator.
Berikan kalsium glukonas 1 g (20 ml larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.

 BAB II
TINJAUAN KASUS
7 LANGKAH VARNEY



BAB III
PENUTUP
A.    Pembahasan
Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny. K.R di Rumah Sakit sesuai dengan teori yang ada dan telah menggunakan pendekatan manajemen kebidanan menurut 7 langkah Varney,dapat ditarik kesimpulan bahwa pentingnya asuhan kebidanan yang diberikan bidan terhadap ibu. Pembahasan ini dimaksudkan supaya bisa diambil suatu kesimpulan dan pemecahan masalah dari kesenjangan yang ada, sehingga dapat digunakan sebagai tindak lanjut, dalam penerapan asuhan kebidanan yang efektif dan efesien.
1.      Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data. Berisi tanggal pengkajian, waktu pengkajian, dan nama pengkaji. Pengkajian terdiri dari data subyektif dan data obyektif (Varney, 2006). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2008). His adalah kontraksi otot-otot rahim pada pada persalinan. Sifat his yang baik dan sempurna yaitu;
a.       Kontraksi yang simetris
b.      Fundus dominan, yaitu kekuatan paling tinggi berbeda di fundus uteri.
c.       Kekuatan seperti gerakan memeras rahim.
d.      Setelah adanya kontraksi, di ikuti dengan adanya relaksasi.
e.       Pada setiap his menyebabkan terjadinya perubahan pada serviks, yaitu menipis dan membuka.
Beberapa hal yang harus diobservasi pada his persalinan adalah
a.       Frekuensi his, adalah jumlah his dalam waktu tertentu, biasanya per 10 menit.
b.      Amplitude atau intensitas, yaitu kekuatan his yang di ukur dalam mmHg. Dalam praktiknya kekuatan his hanya diraba secara palpasi apakah sudah kuat atau masih lemah. Kekuatan kontraksi menimbulkan naiknya tekanan intrauterine 35-60 mmHg.
c.       Aktivitas his, yaitu hasil perkalian frekuensi dengan amplitude, di ukur dengan unit Mentevideo. Misalnya frekuensi suatu his 3, terjadi per 10 menit, dan amplitudonya 50 mmHg, maka aktivitas rahim= 3x50= 150 unit Mentovideo.
d.      Durasi his, yaitu lamanya setiap his berlangsung yang di ukur dengan detik, misalnya selama 40 detik.
e.       Datangnya his, apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
f.       Interval antara dua kontraksi, yaitu masa relaksasi, pada permulaan persalinan, his timbul sekali dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
Pembagian dan Sifat-Sifat His :
a.       His pendahuluan : his tidak kuat, tidak teratur dan menyebabkan bloody show.
b.      His pembukaan : pembukaan serviks sampai terjadi pembukaan 10 cm, mulai kuat, teratur dan terasa sakit atau nyeri
c.       His pengeluaran : sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi dan lama. Koordinasi antara his kontraksi otot perut, kontraksi diafragma dan ligament.
d.      His pelepasan uri : kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.
e.       His pengiring : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim dalam beberapa jam atau hari.
Pre-eklampsiadalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Pre-eklampsia adalah salah satu ka­sus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu (Cuningham, 2006). Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(Sarwono, 2009). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama. Tanda dan gejala Pre-Eklampsia Ringan Menurut (Sarwono, 2009)kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg, proteinuria didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin dan edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan. Faktor Risiko Pre-EklampsiaMenurut (Wiknjosastro, 2006) yakni:
a.       Riwayat keluarga. Bila anggota keluarga ada yang mengidap penyakit ini, risiko untuk mengalaminya semakin besar.
b.      Umur. Risiko pre-eklampsia pada wanita hamil muda lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang usianya lebih dari 40 tahun.
c.       Banyaknya bayi yang dikandung. Pre-eklampsia sering terjadi pada wanita yang mengandung bayi kembar, kembar tiga, atau kelipatannya.
d.      Obesitas. Apabila anda gemuk, risiko pre-eklampsia semakin meningkat.
e.       Kurang vitamin D. Beberapa bukti menunjukkan bahwa pre-eklampsia kan timbul bila kekurangan vitamin D. Pada awal kehamilan, vitamin ini berfungsi sebagai pencegahan.
f.       Memiliki kadar protein tinggi. Wanita hamil yang memiliki kandungan protein tinggi dalam darah ataupun urine memiliki risiko lebih besar untuk mengidap penyakit pre-eklampsia. Pertumbuhan dan fungsi dari pembuluh darah akan terganggu oleh kandungan protein ini.
g.      Diabetes. Wanita yang menderita penyakit diabetes gestasional memiliki risiko lebih tinggi terkena pre-eklampsia pada kehamilannya.
Sedangkan pada data subyektif Ny. K.R mengatakan ini kehamilan ketiganya dan tidak pernah keguguran, kemudian mulesnya semakin sering dan kuat sejak jam 20.00 WITA serta kepala terasa sakit, kemudian ibu mengatakan HPHTnya tanggal 26 Juli 2015 dan ibu berusia 38 tahun. Data objektif didapatkan hasil pemeriksaan fisik keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, TD: 140/100 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 19 x/menit, T: 36,50C, palpasi abdomen TFU: 33 cm, L1: 3 jari di bawah prosessus xipoideus, teraba pada fundus bundar, lunak, tidak melenting (bokong), L2: pada bagian kiri perut ibu teraba bagian kecil janin dan pada bagian kanan perut ibu teraba tahanan memanjang (PU-KA), L3: pada bagian bawah perut ibu teraba keras, bundar, tidak mudah digoyangkan (pres-kep) sudah masuk PAP, L4: bagian terendah janin (pres-kep) sudah masuk PAP. Auskultasi DJJ: 138 x/m. TBJ: 3410 gram. His 5 X/ 10 menit durasi 45 detik. Dilakukan pemeriksaan dalam Pukul 23.00 WITA VT pembukaan lengkap, portio tidak teraba, pres-kep, HIV, ketuban (-) jernih. Pemeriksaan penunjang laboratorium Hb: 12,6 g/dL, HT: 41 %, Leukosit: 9,500/ uL, Trombosit: 235.000/ uL, Eritrosit: 4,5 juta/ uL.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
KALA II
2.      Interpretasi Data
Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks  lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Menurut (JNPK-KR Depkes RI, 2008), gejala dan tanda kala dua persalinan:
a.       Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b.      Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum/ vaginanya
c.       Perineum menonjol
d.      Vulva-sfingter ani membuka
e.       Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah pembukaan serviks telah lengkap, atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina. Pada primigravida kala II berlangsung rata – rata 1,5 jam dan pada multigravida rata – rata 30 menit (Manuaba, 2007).
Data subjektif: ibu mengatakan mulesnya semakin sering dan kuat, ibu ingin mengejan seperti ingin BAB dan ada dorongan kuat serta tahanan pada rectum kemudian kepala terasa sakit, sedangkan data objektif: keadaan umum: sedang, kesadaran: compos mentis, TD: 140/100 mmHg, N: 80x/m, RR: 19x/m, T: 36,50C, His: 5X/10’45’’, DJJ: 138 x/m, dilakukan pemeriksaan dalam pukul 23.00 WITA VT pembukaan lengkap, portio tidak teraba, ketuban pecah spontan jernih, kepala HIV, kandung kemih kosong dan tanda gejala kala II: ada dorongan kuat meneran, ada tahanan pada rectum, perineum tampak menonjol, vulva dan spingter ani membuka kemudian data yang diperoleh dikumpulkan diinterpretasikan menurut diagnose kebidanan, masalah dan kebutuhan. Pada kasus ini dapat ditegakkan diagnose kebidanan yaitu G3P2A0 Usia Kehamilan 39 Minggu Inpartu Kala II Fase Aktif Janin Tunggal Hidup Intrauterin, masalah ibu kelelahan dan kepala terasa sakit, kebutuhan dengan pimpinan persalinan kala II, dan pertolongan persalinan sesuai APN.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
3.      Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi (Varney, 2008)
Dalam kasus ibu bersalin dengan pre eklamsi ringan yang ditemukan di VK, ini telah dilakukan tindakan yang cepat dan tepat sehingga diagnose potensial yakni pre eklamsi berat tidak terjadi.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
4.      Antisipasi dan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan. (Varney, 2008).
Pada langkah antisipasi Ny. K.R adalah dilakukan pengawasan ketat TTV (vital sign) dan pengawasan tanda-tanda pre eklamsi berat serta kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk dilakukan tindakan asuhan persalinan normal.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
5.      Rencana Asuhan
Rencana asuhan merupakan kelanjutan, manajemen terhadap diagnose masalah, yang telah diidentifikasi dan informasi yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang diberikan pada kasus ini adalah pastikan adanya tanda dan gejala kala II, siapkan alat dan pakai APD, lakukan pemeriksaan dalam, periksa DJJ disela his dan beri minum ibu, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, lakukan pimpinan meneran, lahirkan bayi sesuai APN.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
6.      Penatalaksanaan
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya (Varney, 2008)
Pada kasus pelaksanaan asuhan yang diberikan yakni memastikan adanya tanda dan gejala kala II, menyiapkan alat dan pakai APD, melakukan pemeriksaan dalam, memeriksa DJJ disela his dan beri minum ibu, membantu ibu mengambil posisi yang nyaman, melakukan pimpinan meneran, dan melahirkan bayi sesuai APN.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
7.      Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan kebidanan yang telah diberikan. Evaluasi didokumentasikan dalambentuk SOAP (Varney, 2008).
Pada kasus ini dilakukan telah di dapatkan hasil yakni adanya tanda dan gejala kala II, alat sudah siap dan APD telah dipakai, pembukaan lengkap, DJJ dalam batas normal, ibu dalam posisi setengah duduk, ibu meneran sesuai anjuran, bayi lahir spontan pervaginam pukul 23.03 WITA jenis kelamin perempuan, A/S: 9/10, ketuban jernih, BB: 3330 gram, PB: 47 cm, LK: 32 cm, LD: 30 cm, LP: 30 cm, C/A: -/+
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
KALA III
2.      Interpretasi Data
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.Biasanya plasenta lepas dalam  6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah. (Prawirohardjo, 2010). Tanda lepasnya plasenta, menurut WHO dalam buku Acuan Persalinan Normal (2008) :
a.       Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
b.      Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar vulva
c.       Semburan darah mendadak dan singkat
Pada kala III persalinan, otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirna bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus ke dalam vagina (JNPK-KR, 2008).
Data subjektif: ibu merasa lega atas kelahiran anaknya, dan perutnya mules, sedangkan data objektif: keadaan umum: sedang, kesadaran: compos mentis, TD: 140/100 mmHg, N: 80 x/m, RR: 19 x/m, T: 36,70C, kontraksi uterus: baik, terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta: tali pusat memanjang, tali pusat terlihat menjulur keluar melalui portio, perdarahan pervaginam: +100cc kemudian data yang diperoleh dikumpulkan diinterpretasikan menurut diagnose kebidanan, masalah dan kebutuhan. Pada kasus ini dapat ditegakkan diagnose kebidanan yaitu P3A0 Kala III, masalah ibu tidak ada, kebutuhan manajemen aktif kala III: menyuntikkan oxytocin, PTT dan pelepasan plasenta.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
3.      Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi (Varney, 2008)
Dalam kasus ini yang ditemukan di VK, telah dilakukan tindakan yang cepat dan tepat sehingga diagnose potensial yakni retensio plasenta tidak terjadi.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
4.      Antisipasi dan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan. (Varney, 2008). Menurut JNPK-KR (2008), manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghentikan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kematian ibu di Indonesia disebabkan perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif kala III terdiri dari tiga langkah utama yaitu:
a.       Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b.      Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c.       Massase fundus uteri
Pada langkah antisipasi Ny. K.R adalah manajemen aktif kala III dan PTT (Penegangan Tali Pusat Terkendali).
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
5.      Rencana Asuhan
Rencana asuhan merupakan kelanjutan, manajemen terhadap diagnose masalah, yang telah diidentifikasi dan informasi yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang diberikan pada kasus ini adalah bina hubungan baik dengan ibu dan keluarga, jelaskan hasil pemeriksaan, observasi KU, TTV, kontraksi uterus dan TFU, berikan suntikan oxytocin kepada ibu dalam 1 menit setelah bayi lahir, lakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) dan pengeluaran plasenta, lakukan massase fundus uteri, lakukan penilaian kelengkapan kotiledon, selaput ketuban dan pengukuran panjang tali pusat, lakukan pengecekkan laserasi.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
6.      Penatalaksanaan
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya (Varney, 2008)
Pada kasus pelaksanaan asuhan yang diberikan yakni membina hubungan baik dengan ibu dan keluarga, menjelaskan hasil pemeriksaan, mengobservasi KU, TTV, kontraksi uterus dan TFU, memberikan suntikan oxytocin kepada ibu dalam 1 menit setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) dan pengeluaran plasenta, melakukan massase fundus uteri, melakukan penilaian kelengkapan kotiledon, selaput ketuban dan pengukuran panjang tali pusat, melakukan pengecekkan laserasi.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
7.      Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan kebidanan yang telah diberikan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Varney, 2008).
Pada kasus inidilakukan telah di dapatkan hasil yakni terbinanya hubungan baik dengan ibu dan keluarga dengan memberikan rasa saling percaya, ibu mengerti dengan hasil pemeriksaan yang dijelaskan kepada ibu, hasil observasi didapatkan semua dalam batas normal, telah diberikan suntikan oxytocin kepada ibu, telah dilakukan PTT dan plasenta telah lahir, telah dilakukan massase fundus uteri, telah dilakukan penilaian kelengkapan kotiledon, selaput ketuban, pengukuran panjang tali pusat, dan telah dilakukan pengecekkan laserasi hasilnya tidak terdapat laserasi.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
KALA IV
2.      Interpretasi Data
Kala IV adalah pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan uri  lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum.Pada primigravida, lama kala satu yaitu 13 jam, kala II 1 jam, kala III ½ jam, lama persalinan 14 ½ jam. Pada multigravida, lama kala I 7 jam, kala II ½ jam, kala III ¼ jam, lama persalinan 7 ¾ jam (Kuswanti, 2014).
Data subjektif: ibu mengatakan kelelahan setelah melahirkan bayinya, sedangkan data obejektif: plasenta lahir lengkap spontan pervaginam, perdarahan +100 cc, tidak terdapat laserasi, keadaan umum sedang, TD: 140/100 mmHg, N: 84 x/m, RR: 18 x/m, T: 36,70C, kemudian data yang diperoleh dikumpulkan diinterpretasikan menurut diagnose kebidanan, masalah dan kebutuhan. Pada kasus ini dapat ditegakkan diagnose kebidanan yaitu P3A0 Kala IV, masalah ibu merasa kelelahan, kebutuhan dengan berikan KIE tentang istirahat, nutrisi dan ASI.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
3.      Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi (Varney, 2008)
Dalam kasus ini yang ditemukan di VK, telah dilakukan tindakan yang cepat dan tepat sehingga diagnose potensial yakni perdarahan post partum tidak terjadi.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
4.      Antisipasi dan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan. (Varney, 2008).
Pada langkah antisipasi Ny. K.R adalah massase fundus uteri dan segera IMD.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
5.      Rencana Asuhan
Rencana asuhan merupakan kelanjutan, manajemen terhadap diagnose masalah, yang telah diidentifikasi dan informasi yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Pasca persalinan yang perlu di pantau selama dua jam pertama pasca persalinan menurut JNPK-KR (2008) adalah
a.       Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
b.      Massase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
c.       Pantau temperature ibu setiap jam dalam dua jam pertama pasca persalinan. Jika meningkat pantau dan tata laksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
d.      Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua pada kala IV.
e.       Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar dan bagaimana melakukan massase jika uterus menjadi lembek.
f.       Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
g.      Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
Rencana asuhan yang diberikan pada kasus ini adalah observasi KU, TTV, kontraksi uterus, TFU serta perdarahan, lakukan massase fundus uteri sampai uterus berkontraksi dengam baik, lakukan pengecekkan laserasi, bersihkan ibu dan ganti pakaian ibu dengan yang bersih dan hangat, berikan minum dan makan, berikan KIE tentang: tanda bahaya masa nifas, pemberian ASI sedini mungkin kepada bayi, nutrisi yang cukup pada bayi, KB pascasalin, anjurkan ibu untuk istirahat, lakukan pemantauan kala IV dengan menggunakan partograf dan lakukan rawat gabung.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
6.      Penatalaksanaan
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya (Varney, 2008)
Pada kasus pelaksanaan asuhan yang diberikan yakni melakukan observasi KU, TTV, kontraksi uterus, TFU serta perdarahan, melakukan massase fundus uteri sampai uterus berkontraksi dengam baik, melakukan pengecekkan laserasi dan hasil tidak ada laserasi maka tidak dilakukan penjahitan, membersihkan ibu dan ganti pakaian ibu dengan yang bersih dan hangat, memberikan minum dan makan, memberikan KIE tentang: tanda bahaya masa nifas, pemberian ASI sedini mungkin kepada bayi, nutrisi yang cukup pada bayi, KB pascasalin, menganjurkan ibu untuk istirahat, melakukan pemantauan kala IV dengan menggunakan partograf dan melakukan rawat gabung.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
7.      Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan kebidanan yang telah diberikan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Varney, 2008).
Pada kasus ini dilakukan telah di dapatkan hasil yakni telah dilakukan observasi KU, TTV, kontraksi uterus TFU, dan perdarahan, telah dilakulan massase fundus uteri dengan hasil uterus berkontraksi dengan baik, telah dilakukan pengecekkan laserasi, hasilnya tidak terdapat laserasi maka tidak dilakukan penjahitan, ibu telah dibersihkan dan diganti pakaiannya dengan kain bersih, ibu telah makan dan minum, ibu mengerti dengan KIE yang diberikan, ibu telah beristirahat dengan baik, telah dilakukan pemantauan Kala IV dengan menggunakan partograf dan hasilnya dalam batas normal dan telah dilakukan rawat gabung.
Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan.
8.      Kesimpulan KALA I-IV
Dari langkah 1-7 dalam asuhan kebidanan yang diberikan pada Ny. K.R dapat disimpulkan bahwa pasien datang tanggal 26-04-2016 pukul 22.55 WITA, perutnya mules sejak jam 20.00 WITA serta kepala terasa sakit, keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, TD: 140/100 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 19 x/menit, T: 36,50C, auskultasi DJJ: 138 x/m. His 5 X/ 10 menit durasi 45 detik. Dilakukan pemeriksaan dalam Pukul 23.00 WITA VT pembukaan lengkap, portio tidak teraba, pres-kep, HIV, ketuban pecah spontan jernih. Bayi lahir spontan pervaginam pukul 23.03 WITA jenis kelamin perempuan, A/S: 9/10, ketuban jernih, BB: 3330 gram, PB: 47 cm, LK: 32 cm, LD: 30 cm, LP: 30 cm, C/A: -/+. Telah diberikan suntikan oxytocin kepada ibu, kemudian dilakukan PTT dan plasenta telah lahir pukul 23.05 WITA, telah dilakukan penilaian kelengkapan kotiledon, selaput ketuban, pengukuran panjang tali pusat, telah dilakukan observasi KU, TTV, kontraksi uterus TFU, dan perdarahan, telah dilakulan massase fundus uteri dengan hasil uterus berkontraksi dengan baik, telah dilakukan pengecekkan laserasi hasilnya tidak terdapat laserasi, ibu telah dibersihkan dan diganti pakaiannya dengan kain bersih, ibu telah makan dan minum, ibu mengerti dengan KIE yang diberikan, ibu telah beristirahat dengan baik, telah dilakukan pemantauan Kala IV dengan menggunakan partograf dan hasilnya dalam batas normal dan telah dilakukan rawat gabung. Pasien pulang dengan keadaan sehat dan telah mendapatkan asuhan kebidanan yang diberikan dan keluhan serta masalah pasien telah teratasi dengan memberikan asuhan kebidanan pelayanan kesehatan yang berkualitas
B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan maka penulis dapat memberikan saran, bagi:
1.      Bagi Institusi
a.       Rumah Sakit
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dapat diwujudkan melalui peningkatan keterampilan dan motivasi kerja staf, dokter, perawat dan bidan, yang memberikan kepuasan pada pasien, kemudian mempertahankan kenyamanan pasien rawat inap, keramahan dalam melayani pasien serta kedisiplinan dalam bekerja. Karena baik buruknya citra rumah sakit sebagian besar dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam melayani kebutuhan pasien dankeluarga.
b.      Pendidikan
Diharapkan agar institusi pendidikan lebih meningkatkan atau menambah referensi, sehingga membantu penulis yang akan mengambil kasus yang sama.
2.      Bagi Bidan
Diharapkan bidan dapat meningkatkan kualitas, dan berkenan mengikuti seminar-seminar tentang komplikasi kehamilan, persalinan, bayi baru lahir hingga masa nifas.
3.      Bagi Klien
Diharapkan kepada klien untuk mengkonsumsi nutrisi, cairan, makanan dengan menu seimbang, minum sedikitnya 3 liter perhari, melakukan mobilisasi sesuai anjuran, menjaga kebersihan diri, perbanyak istirahat, melakukan latihan atau senam nifas, tetap memberikan ASI ekslusif dan ber-KB paling tidak sebelum 40 hari pascasalin, mengetahui tanda bahaya masa nifas, melakukan kunjungan nifas yang berikutnya yakni 6 hari setelah persalinan kemudian meminta pil zat besi untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca persalinan dan ibu diharapkan dapat BAB sekitar 3-4 post partum. Jika ada masalah kesehatan yang sangat mengganggu aktifitas segera memeriksakan diri ke tenaga kesehatan terdekat atau di bidan/ dokter.





DAFTAR PUSTAKA
Astuti, S. 2012. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta
Cuningham, F.G. 2006.  Obstetri William Vol 1.  Edisi 2.  Jakarta: EGC.
JNPK-KR. 2008.Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Manuaba, Ida A.C, Manuaba Ida B.G.F, Manuaba Ida B.G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. IlmuKebidanan. Edisi Ke 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.  Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar