BAB
I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Persalinan preterm menurut
The American College of Obstreticians and Gynecologists (ACOG), 2014
didefinisikan sebagai kontraksi teratur dari uterus yang
menyebabkan perubahan pada serviks yang mulai terjadi sebelum minggu ke 37 dari kehamilan.
Kemudian, ketika kelahiran terjadi di antara minggu ke 20 dan minggu ke 37
dari kehamilan, ia disebut sebagai kelahiran preterm. Persalinan preterm
saat ini masih merupakan penyebab kematian perinatal tertinggi. Untuk itu,
penting mengetahui adanya faktor risiko tinggi kehamilan yang
dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Bayi yang
dilahirkan sebelum mereka siap secara fisik sering membutuhkan perawatan khusus dan menghadapi risiko lebih tinggi dari masalah kesehatan
yang serius, termasuk lumpuh otak, gangguan intelektual, penyakit paru kronis,
dan hilangnya penglihatan serta pendengaran. Hal
ini menambahkan dimensi dari disabilitas seumur hidup yang
memeras biaya tinggi pada individu yang lahir secara preterm, keluarga mereka,
dan institusi di mana mereka tinggal (Behrman dan Butler, 2007).
WHO
(2012) Angka kematian bayi masih menjadi masalah yang harus terus di
perhatikan dan dicegah, mengingat kematian neonatus dan kematian
perinatal masih menjadi hal yang memiliki persenta setinggi di Indonesia. Menurut
WHO tahun 2012, angka kematian bayi umur dibawah 1 tahun mencapai 15 bayi per 1.000
kelahiran hidup, sedangkan berdasarkan Demographic Health Survey (DHS) tahun
2012, angka kematian perinatal masih mencapai angka 26 bayi per 1.000 Kelahiran. Duapertiga dari kasus kematian neonatus
di Indonesia disebabkan oleh kelahiran preterm atau yang
biasa disebut dengan prematur, tertinggi kedua setelah gangguan atau kelainan napas, dan
48% kematian neonatus kurang dari 1 bulan disebabkan oleh kelahiran preterm.
Sedangkan di negara barat, 80% dari kematian neonatus disebabkan oleh prematuritas.
Dan yang lebih buruk adalah 10% dari neonatus yang
selamat memiliki kecacatan jangka panjang.
Kelahiran
preterm
merupakan salah salah satu faktor penting dalam lahirnya neonatus dengan berat badan dibawah
rata-rata, baik bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang
memiliki berat badan lahir kurang dari 2.500 gram,
ataupun bayi dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) yaitu bayi yang
memiliki berat badan lahir kurang dari 1500 gram. Adapun angka prevalensi BBLR
menurut Riskesdas tahun 2013 sebesar 10,2%. Dan
berat badan rendah memiliki kontribusi 60%-80% dalam terjadinya kematian perinatal. Riskesdas (2013)
Komplikasi dari persalinan
preterm adalah penyebab tunggal langsung terbesar dari kematian neonatal, yang
bertanggung jawab pada 35% dari 3,1 juta kematian pertahun dan penyebab kematian kedua
paling sering pada kematian balita setelah pneumonia.
Dilahirkan secara prematur juga meningkatkan risiko bayi meninggal dikarenakan penyebab lain,
terutama dari infeksi neonatus. Persalinan preterm
diperkirakan menjadi faktor risiko pada setidaknya 50% dari semua kematian neonatal
(Lawn et al., 2010).
WHO (2012) pada laporannya
yang berjudul Born too soon mengungkapkan bahwa setiap tahunnya diperkirakan 15
juta bayi dilahirkan secara preterm dan angka ini terus meningkat. Dari
semua jumlah tersebut, 1 juta bayi meninggal pertahun dari komplikasi persalinan
preterm. Pada laporannya, WHO juga menuliskan bahwa Indonesia masuk dalam 11 besar
(peringkat ke 9) negara dengan tingkat persalinan preterm lebih dari 15%
kelahiran dan 10 besar (peringkat ke 5) penyumbang 60% persalinan preterm di
dunia dengan angka kelahiran preterm 15,5/100 kelahiran hidup.
Menurut Badan PusatStatistik
(BPS) melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia padatahun 2012 (SDKI12),
angka kematian bayi di Indonesia sebesar 34 setiap 1000 kelahiran hidup. Di
Provinsi Maluku Utara sendiri, angka kematian bayi sebesar 62 setiap 1000
kelahiran. Angka ini tentunya masih di atas angka nasional. Salah
satu penghalang penting untuk kemajuan pada Tujuan Pembangunan Milenium ke 4
adalah kegagalan untuk mengurangi kematian neonatal dan kematian dari penyebab tunggal
paling pentingnya, prematuritas (WHO, 2012). Menurut WHO (2012),
untuk penelitian pencegahan preterm,
perhatian terbesar harus diberikan pada pembelajaran dan penemuan deskriptif,
mengerti apa yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
dalam berbagai keadaan. Untuk mencegah persalinan preterm,
ibu hamil berisiko dapat diindentifikasi terlebih dahulu sehingga intervensi dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi paparan dari faktor risiko.
Tigaperempat kasus kematian bayi dapat diselamatkan dengan intervensi yang
efektif secara biaya, bahkan tanpa fasilitas kesehatan intensif.
Dampak dari kelahiran
preterm dan rendahnya berat badan lahir adalah tingginya angka kematian perinatal.
Kematian perinatal sendiri diartikan sebagai kematian bayi mulai dari 20
minggu kehamilan sampai 7 hari kehidupan. Berdasarkan uraian di atas,
mak adapat disimpulkan pentingnya identifikasi ibu hamil yang
berisiko melahirkan secara preterm yang
menghasilkan banyaknya dampak negatif dari sisi kesehatan, sosial, dan ekonomi. Penulis tertarik untuk melakukan
“Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny. M 32 Tahun G5P1A3 Usia Kehamilan 27
minggu dengan Preterm Di Ruang IGD PONEK"
B. Tujuan
1.
Mengetahui Data Subjektif pada ibu hamil dengan Preterm.
2.
Mengetahui Data Objektif pada ibu hamil dengan Preterm
3.
Mengetahui Analisa Data pada ibu hamil dengan Preterm
4.
Mengetahui Penatalaksanaan pada ibu hamil dengan Preterm
C. Manfaat
1.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang Presentasi Bokong dan bagaimana cara tindakan dan perawatannya.
2.
Bagi Tenaga Kesehatan
Meningkatkan ilmu pengetahuan,
keterampilan dan mutu pelayanan yang professional oleh tenaga kesehatan agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbilitas
di Indonesia.
3.
Bagi Mahasiswa
Bagi Mahasiswa dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
yang telah diterima selama di
perkuliahan tentang presentasi bokong dan pengalaman praktik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Prematur
atau kelahiran preterm menurut WHO didefinisikan sebagai kelahiran hidup dengan
usia gestasi kurang dari 37 minggu, atau kurang dari 259 hari terhitung dari
hari pertama haid terakhir (HPHT). WHO (2012). Menurut The American Congress of
Obstetricians and Ginecologists (ACOG) dan Center for Disease Control and
Prevention (CDC) persalianan preterm didefinisikan sebagai kelahiran pada usia
gestasi antara 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu. ACOG (2014).
WHO (2012), Definisi
preterm ini dibagi kembali menjadi beberapa subdivisi, yaitu sebagai berikut:
1. Extremely
pretem, yaitu kelahiran pada usia
gestasi dibawah 28 minggu
2. Very
preterm, yaitu kelahiran pada usia gestasi antara 28 minggu samapai dengan
kurang dari 32 minggu.
3. Moderate
preterm, yaitu kelahiran pada usia antara 32 minggu sampai kurang dari 37 minggu.
B. Etiologi
WHO (2012),
Kelahiran preterm merupakan kejadian yang sering ditemukan di masyarakat umum,
tidak memandang sosioekonomi dari seseorang, namun faktor risiko pasti dari
proses ini masih sulit ditemukan karena kejadian preterm ini memiliki beberapa
faktor yang berkaitan. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor yangberhubungan
dengan keadaan medis, keadaan kehamilan, dan sosiodemografi dari sang ibu.
C. Faktor Resiko
1.
Faktor atrogenik
Perkembangan
teknologi dan etika kedokteran,menempatkan janin sebagai individu yang
mempunyai hak atas kehidupannya.Apabila kelanjutan kehamilan dapat membahayakan
janin, maka janin harus dipindahkan ke lingkungan luar yang lebih baik dari
rahim ibu,bila ibu terancam oleh kehamilannya, maka kehamilan harus di akhiri.(Cunningham,2013).
Mengakhiri
kehamilan karena indikasi medis merupakan pertimbangan awaldalam pertolongan
persalinan yang tidak dapat dihindari, sehingga untuk mempertahankan kehamilan
tidak dapat dilakukan karena memberikan dampak yang buruk baik terhadap
keselamatan ibu maupun janin. Mengakhiri kehamilan adalah langkah terbaik yang
bisa dilakukan secara persalinan normal maupun tindakan operatif seksio
sesaria.
Menurut
Annath dan Vintzileos (2006),penyebab persalinan prematurberdasarkan indikasi
medis adalahPre-eklamsia, distress janin, kecil masa kehamilan, solusio
plasenta, plasenta previa, perdarahan tanpa sebab yang jelas, diabetes,
penyakit ginjal dan pecahnya ketuban sebelum persalinan dengan usia kehamilan
kurang 37 minggu sebagai mekanisme patologis akibat adanya infeksi
intraamniondimana adanyacenderung untuk mengakhiri kehamilan.
Menurut
Meis dkk (2013), melaporkan bahwa 28% persalinan prematur dengan kehamilan
tunggal disebabkan oleh : 50% akibat pre-eklamsia, 25% akibat gawat janin, 25%
akibat IUGR, solusio plasenta atau kematian janin, sedangkan 72% terjadi secara
spontan dengan atau tanpa disertai ketuban pecah dini. Menurut Sarwono
Prawirohardjo (2010), bahwa mengakhiri kehamilan bukan hanya karena indikasi
medis yang menambah prevalensi terjadinya persalinan prematur, tetapi kejadian
persalinan prematur mengancam dengan selaput ketuban utuh atau ketuban pecah
prematur dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan menambah daftar
meningkatnya angka persalinan prematur.
2.
Faktor Maternal
a.
UsiaIbu
Salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menentukan pertumbuhan dan
perkembangan janin adalah usia, kematangan, fisik, dan alat reproduksi. Secara
fisik dan mental usia yang paling baik untuk hamil berkisar antara 20 – 35
tahun karena pada usia tersebut secara biologis memiliki alat reproduksi wanita
yang berkembang dan berfungsi secara maksimal dan merupakan puncak kesuburan,
begitu juga faktor kejiwaan sudah matang sehingga tidak mempengaruhi berbagai
faktor penyulit ketika hamil seperti keguguran, perdarahan bahkan kematian.
Menurut
Widyastuti (2009), usia reproduktif adalah 20 – 30 tahun, bila kehamilan di
usia kurang 20 tahun secara fisik dan psikis kurang terutama pemenuhan gizi,
sedangkan usia lebih 35 tahun mengalami kemunduran fungsi dan daya tahan tubuh
sehingga mudah terkena penyakit, keguguran, persalinan prematur.
Ilmu
kedokteran mengatakan bahwa secara biologis saat usia dibawah 20 tahun, tubuh
memiliki organ reproduksi yaitu sel telur yang belum siap matang dan belum
sempurna,dikhawatirkan mengganggu perkembangan janin serta berisiko tinggi
mengalami kondisi buruk pada saat hamil seperti tekanan darah tinggi, diabetes
mellitus, kelahiran premature, IUGR, depresi post partum bahkan kematian yang
tinggi karena perdarahan dan infeksi.
Menurut
Casanueva dkk (2005),setelah dilakukan penelitianbahwa faktor maternal yang
terkait dengan persalinan prematuradalah usia ibu terlalu muda atau terlalu
tua,kemiskinan,pekerjaan yang terlalu berat.(Cunningham, 2013).
Menurut
Manuaba (2010), satu resiko terjadinya persalinan prematur mengancam adalah
faktor usia yaitu terjadi pada ibu hamil berusia muda atau tua, antara
usiakurang dari 18 tahun atau diatas 40 tahun.Dimana pada usia terlalu muda hal
yang paling penting adalah faktor gizi dan kesiapan mental yang kurang siap
dalam menjalani proses kehamilan, sehingga menimbulkan strees bahkan depresi
yang berakibat buruk terhadap kesehatan danberpengaruh terhadap kehamilan.
Wanita
hamil berusia lebih dari 35 tahun akan lebih berisiko lebih tinggi mengalami
penyulit-penyulit obstetri sebagai akibatpeningkatan dalam masalahkesehatannya
seperti hipertensi,diabetes,solusio plasenta, persalinan prematur, lahir mati
dan plasenta previa yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
terutama perinatal.(Cunningham, 2013).
b.
RiwayatKelahiran Prematur
Menurut
Spong (2007),dalam buku Cunningham menyatakan salah satufaktor utama terjadinya
persalinan prematuradalah memilikiriwayat kelahiran premature.
Ibu
yang pernah mengalami dan memiliki kehamilan prematur sebelumnya rentan untuk
melahirkan secara prematur kembali, demikian juga memiliki riwayat aborsi
ataukeguguran sebelumnya rentan terjadi persalinan prematur.
Bloom
(2001)melakukan penelitian di RS.Parkland bahwa wanita yang melahirkan anak
pertama prematur, meningkat tiga kali lipatdibanding dengan wanita yang bayi
pertamanya lahir cukup bulan.
(Cunningham,2013)
Wanita yang telah mengalami kelahiran prematur pada kehamilan yang terdahulu
memiliki risiko 20% sampai 40% untuk terulang kembali kejadian persalinan
prematur.(Varney,2007)
c.
Trauma
Trauma,
inkompetensi servik, sosial ekonomi, stress, gaya hidup dengan merokok dan
infeksi saluran kemih maupun infeksi vaginosis bacterial memberikan andil
penyebab terjadinya persalinan prematur. (Goldenberg & Coper,dkk dalam buku
Cunningham, 2013)Riwayat yang mengalami jatuh, terpukul pada perut atau riwayat
pembedahan seperti seksio sesarea sebelumnya.(Oxorn, 2010)Melakukan hubungan
seksual dapat terjadi trauma karena menimbulkan rangsangan pada uterus sehingga
terjadi kontraksi dan sperma yang yang mengandung hormon prostaglandin
merupakan hormon yang dapat merangsang kontraksi uterus.(Bobak, 2005)
d.
Infeksi
Vaginosis
bakterial dimana pada kondisi ini flora normal yaitu dominan kuman
lactobacillusyang memproduksi hydrogen peroksida digantikan kuman anaerob
dikaitkan dengan persalinan prematur mengancam, persalinan prematurdan ketuban
pecah dini.(Cunningham, 2013)Hiller dkk(1995),vaginitis bacterial telah
dikaitkan dengan abortus spontan, persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini,
kurang bulan korioamnionitis dan infeksi cairan ketuban.Vaginosis bakterial
adalah kondisi dimana flora normal vagina laktobasilus digantikan dengan
bakteri anaerob gradnerella vaginalis dan mycoplasma homilis. Diagnosa dari
bacterial vaginosis (BV) didasarkan atas pemeriksaan PH vagina > 4,5, bau
amine bila lendervagina ditambah KOH, sel clue dimana sel epitel vagina
diliputi bakteri, pengecatan dengan gram tampak adanya sel putih dengan flora
campuran. Meskipun beberapa penelitian menghubungkan ini dengan persalinan
prematur mengancam atau ketuban pecah prematur.(Cunningham, 2013)
Pada
hasil intermediet perlu dilakukan pengulangan pemeriksaan swab vagina dalam
jangka waktu satu minggu guna melihat perkembangan apakah adanya bakteri yang
berkembangbiak atau tidak. Infeksi saluran kemih juga merupakan penyebab
persalinan prematur, hal ini disebabkan karena peningkatan hormon progesterone
sehingga ureter mengalami dilatasi sehingga timbuknya refluks air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter. (Prawiroharjo, 2010)
Menurut
Faundes dkk (1998), dilatasi kaliks ginjal dan ureter mulai terjadi pada
kehamilan 14 minggu dan kemungkinan disebabkan oleh relaksasi lapisan otot yang
dipicu adanya hormon progesteron. (Cunningham, 2013)
Infeksi
saluran kemih pada kehamilan dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain
pyelonefritis, persalinan prematur, pre-eklampsi, korioramnionitis, ketuban
pecah dini, sepsis neonatorum. Pyelonefritis dalam kehamilan dapat berkembang
menjadi sepsis pada10-20% kasus. (Jenifer, 2012).
Gejala
terjadinya infeksi saluran kemih yang sering ditemukan adalah urgensi,
frekuensi dan disuria. Gejala-gejala tersebut tidak spesifik untuk infeksi
saluran kemih, karena pada 81% wanita hamil normal akan mengalami frekuensi.
Pada kondisi pyelonephritis didapatkan tanda-tanda demam, nyeri pada daerah
costovertebral, nyeri ketok ginjal, nyeri pinggang, serta mual-mual. Untuk
menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan kultur dengan spesimen urine porsi
tengah, nilai ambang untuk menegakkan diagnosa infeksi saluran kencing
simtomatik adalah 103 cfu/ml, sedangkan untuk infeksi saluran kencing yang
asimptomatik adalah 105 cfu/ml. pemeriksaan kultur urine membutuhkan waktu 24 –
48 jam dan biaya yang cukup mahal.
Beberapa
penelitian mencoba menggunakan dip stick dengan menilai leukosit esterase dan
nitrit sebagai pemeriksaan penunjang pengganti kultur, didapatkan hasil bahwa
kultur urine masih tidak dapat tergantikan. (Schnarr dan Smaill, 2008,
Ocviyanti, 2012). Sensitivitas pemeriksaan menggunakan stik sebesar 60% bila
jumlah bakteri 105 cfu/ml, dan 22% bila bakteri < 105 cfu/ml. pemeriksaan
urine sebaiknya dilakukan pagi hari pada kencing pertama. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi hasil negatif palsu. (Junizaf, 2012).
Studi
lain menyebutkan pemeriksaan menggunakan stik dengan kombinasi leukosit
esterase dan nitrit memiliki akurasi yang lebih rendah dibanding kultur urine.
Tetapi pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai screeaning di fasilitas tingkat
pertama/ Puskesmas. Idealnya bila didapatkan hasil nitrit yang positif harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urine. (Ocviyanti, 2012).
e.
Gaya Hidup
Menurut
Ehrenberg dkk (2009), Merokok, pertambahan berat badan yang tidak adekuat dan
penggunaan narkoba berperan penting pada insiden terjadinya persalinan
prematur. (Cunningham, 2013) Faktor psikologis seperti depresi, cemas dan stres
kronik telah di laporkan terkait dengan kelahiran prematur. (Copper,1996).
Negges
dkk (2004) melakukan penelitian hubungan signifikan antara terjadi persalinan
berat badan lahir rendah dengan persalinan prematur pada wanita yang mengalami
cidera akibat kekerasan fisik.(Cunningham,2013).
f.
Kesenjangan Ras dan Etnik
Menurut
Kistka dkk (2007), melakukan analisis tentang kesenjangan ras yang tidak
tergantung pada faktor risikomedis dan sosial ekonomi, bahwa wanita kulit hitam
memiliki peningkatan risikokelahiran prematurberulang dengan menyiratkan bahwa
adanya faktor intrinsik pada populasi ini.(Cunningham,2013).
g.
Pekerjaan
Jam
kerja yang panjang dan kerja fisik yang berat berhubungan dengan peningkatan
terjadinya persalinan prematur. (Cunningham, 2013) Menurut Goldenberg dkk
(2008), melakukan penelitian mengenai aktivitas fisik berhubungan dengan
persalinan prematur telah membuahkan hasil yang bertentangan. (Cunningham,
2013) Pekerjaan atau aktivitas yang terlalu berat sewaktu hamil dapat
menimbulkan kontraksi rahim.(Taufan, 2010).
h.
Genetik
Kelahiran
prematur yang bersifat berulang, berhubungan dengan keluarga dan ras telah
menimbulkan pendapat bahwa genetika mungkin memainkan peran penyebab. (Ananta,
2009)
i.
Penyakit Periodontal
Peradangan
gusi merupakan peradangan kronik anaerob yang mempengaruhi sebanyak 50% wanita
hamil.(Cunningham,2013)Vergnes dan Sixoin (2007) melakukan meta-analisa
terhadap 17 penelitian dan menyimpulkan bahwa penyakit periodontal secara
bermakna berkaitan dengan kelahiran prematur. (Cunningham, 2013).
j.
Jarak Kehamilan
Sebuah
study meta analisis ditemukannya bahwa jarak kehamilan yang masih kurang dari
18 bulan erat kaitannya terjadi berat badan lahir rendah, persalinan prematur,
dan ukuran bayi tidak sesuai dengan usia kehamilannya, sehingga dapat dikatakan
bahwa jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat memberikan dampak negatif atau
berbahaya bagi ibu karena dapat menyebabkan komplikasi yaitu mengalami anemia
pada masa kehamilan berikutnya dan dapat memberikan dampak yang berbahaya bagi
kesehatan ibu dan bayinya. Hal tersebut terjadi karena tubuh seorang ibu belum
cukup untuk dapat mengumpulkan cadangan nutrisi setelah melalui kehamilan
pertamanya.
Menurut
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan kepada para ibu untuk mengatur jarak
antara kehamilannya antara 2 hingga 5 tahun. Karena diharapakan tubuh seorang
ibu diberikan kesempatan untuk mengembalikan organ reproduksi seperti semula
dan kesempatan ibu untuk dapat memberikan ASI secara optimal, Apabila seorang
ibu hamil dan masih menyusui bayinya dimana tubuh akan melepaskan hormon
oksitosin sehingga dapat memicu kontraksi uterus. Bila kehamilan kurang dari 37
minggu akan terjadi persalinan prematur..
Menurut
Conde-agudelo (2006), melaporkan bahwa jarak kehamilan yang lebih pendek dari
18 bulan dan lebih panjang 59 bulan dikaitkan dengan peningkatan risiko
kelahiran prematur.(Cunningham,2013).
k.
InkompetensiServik
Menurut
Norwitz dan Schorge (2008), dimana kondisi servik tidak mampu untuk
mempertahankan kehamilan hingga waktu kelahiran tiba karena efek fungsional
servik, ditandai dengan terbukannya servik tanpa disertai rasa nyeri dan
berakhir dengan pecahnya ketuban saat kehamilan prematur sehingga meningkatkan
terjadinya persalinan prematur. (Cuninngham, 2013).
l.
Anemia
Terjadinya
anemiadalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan besi dalam hati, limpa
dan semua sumsum tulang. Selama masih mempunyai cukup pesediaan besi, Hb tidak
akan turun dan jika persediaan ini habis haemoglobin akan turun dan ini akan
terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan. Pada waktu janin membutuhkan banyak zat
besi, anemia akan mengurangi kemampuan metabolism tubuh sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkewmbangan janin janin dalam rahim, bila terjadi anemia
pengaruh terhadap hasil konsepsi adalah terjadinya persalinan prematur, cacat
bawaan, cadangan besi kurang, kematian janin dalam kandungan, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini dan mudah terjadi infeksi ( Prawirohardjo, 2010
).
Pada
saat ibu hamil mengalami kekurangan zat besi akan timbul keluhan merasa lelah
meskipun tidak beraktifitas, kulit pucat, denyut jantung cepat, sulit bernafas,
dan sulit konsentrasi. Batas kadar haemoglobin menurut World Health
Organization(WHO) anemia pada ibu hamil dibagi menjadi tiga kriteria : Normal
> 11 gr %, Anemia ringan 8-11 gr %, Anemia berat <8 gr%.
3.
FaktorJanin
a.
Kehamilan Kembar
Persalinan pada kehamilan kembar
besar kemungkinan terjadi masalah seperti resusitasi neonatus, persalinan prematur,
perdarahan post partum, malpresentasi kembar ke dua, atau perlunya tindakan
seksio sesaria. (Varney, 2007).
Menurut Norwitz dan Schorge (2008),
persalinan pada kehamilan kembar meningkat sesuai bertambahnya jumlah janin
yaitu lama kehamilan rata-rata adalah 40 minggu pada kehamilan tunggal, 37
minggu pada kehamilan kembar dua, 33 minggu pada kehamilan kembar tiga, 29 minggu
pada kehamilan kembar empat.
b.
Janin Mati dalam Rahin (IUFD)
Kematian janin dalam rahim (IUFD)
adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya 500 gr atau lebih dalam usia
kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih. (Saifuddin, 2006).
c.
Kelainan Kongenital
Menurut Dollan dkk (2007), setelah
mengendalikan faktor pengganggu, kehamilan dengan janin mengalami kecacatan
berkaitan erat dengan kelahiran prematur. (Cunningham,2013)
D. Patofisiologi
Terdapat empat
teori mekanisme persalinan prematur mengancam yaitu aktivasi poros
hypothalamus-pituitary-ovari (HPO) maternal, fetal, inflamasi atau infeksi,
perdarahan desidua atau thrombosis dan distensi uterus patologis. Menurut
Goldenberg dkk, prematur mengancam mengaitkan dengan ketidak seimbangan
pengeluaran hormon progesterone dan oksitosin serta aktivasi desidua. Teori
pengeluaran hormon progesterone dimana semakin men dekati proses persalinan
sumbu adrenal. janin menjadi lebih
sensitif terhadap hormonandrenal kortikotropik sehingga meningkatkan sekresi
kortisol, kortisol janin tersebut akan merangsang aktivasi 17-α-hidroksilase
plasenta sehingga mengurangi sekresi progesteron dan meningkatkan hormon
estrogen, ketidakseimbangan hormon tersebut menyebabkan keluarnya hormon
prostaglandin yang memicu serangkaian proses persalinan. (Cunningham, 2013).
Infeksi
intrauterin menyebabkan persalinan prematur akibat dari aktivasi sistem imun bawaan,
maka mikroorganisme melepaskan sitokin inflamasi seperti interleukin-1dan tumor
nekrosis factor (TNF)yang kemudian merangsang produksi prostaglandin yang
merangsang kontraksi Rahim dan matrix-degrading enzyme yang berada di
ekstraseluler pada membranjanin menyebabkan pecahketuban dini.(Cunningham,2013).
Infeksi
korioamnionitis diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban pecah
dini dan persalinan prematur. Perjalanan infeksi ini diawali dengan pengeluaran
produk aktivasi fofolipase-A2 yang melepas bahan asam arakidonat dari selaput
amnion janin, sehingga asam arakhidonat bebas meningkat untuk sekresi
prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk
menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi persalinan. (Prawirohardjo,
2010).
Proses
persalinan prematur mengancam yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan
diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai
sitokin, termasuk interleukin-1, tumor nekrosing factor (TNF), dan
interleukin-6 adalah prodik sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan
prematur mengancam. Sementara Platelet Aktivatin Factor(PAF) yang ditemukan
dalam air ketuban terlibat secara sinergek pada aktivasi jalinan sitokin tadi.
PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian janin
memainkan peranan yang sinergik dalam mengawali proses persalinan prematur
mengancam yang disebabkan karena infeksi.
Trauma,
panjangservik, kehamilan multiple (bayi kembar), hidramnionmenyebabkan regangan
yang berlebih pada dinding uterus.Peregangan ini
menyebabkan peningkatan produksi PGE2dan IL-8 serta merangsang produksi dari
MMP-1sehingga menyebabkan degradasi dari serabut kolagen dan elastin pada
serviks dan selaput ketuban. (Peltier, 2003)
Perdarahan
desidua dapat menyebabkan persalinan prematur mengancam. Lesi plasenta
dilaporkan 34% dari wanita dengan persalinan prematur mengancam di
karakteristikan sebagai kegagalan dari tranformasi fisiologi dari arteri
spiralis, atherosis, dan thrombosis arteri ibu dan janin. Diperkirakan adanya berhubungan
lesivaskuler dengan persalinan premature mengancam karena iskemi uteroplasenta.
Trombin protease diperkirakan memainkan peran utama memunculkan kontraksi dari
vaskuler, intestinal, dan otot halus miometrium serta otot polos longitudinal
miometrium. (Prawirohardjo, 2010).
Mekanisme
dari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan prematur
masih belum jelas, namun diketahui peregangan rahim akan menginduksi ekspresi
protein gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi
protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin.
Faktor
psikologis seperti depresi, cemas dan stres kronik telah di laporkan terkait
dengan kelahiran prematur ialah neuroendokrin yang menyebabkan aktifasi
prematur aksis HPA (hypothalamic-pituitary-adrenal). Proses ini di mediasi oleh
corticotrophinreleasing hormone(CRH) dan dehydroepiandrosteron synthase
(DHEA-S) melalui aktivasi aksis HPA janin dan menstimulasi plasenta untuk
mensintesis estriol dan prostaglandin sehingga menimbulkan persalinan prematur
mengancam. (Cunningham, 2013)
E. Komplikasi Persalinan Preterm
Studi
jangka pendek dan jangka panjang mendapatkan bahwa persalinan preterm
bertanggung jawab terhadap sebagian besar (75-80%) kematian perinatal (Rose dan
Marie,2009).
Bayi
yang lahir preterm sering mendapat risiko yang berkaitan dengan imaturitas
sistem organnya. Komplikasi yang sering timbul pada bayi yang lahir sangat
preterm adalah sindroma gawat nafas atau respiratory distresssyndrome(RDS),
perdarahan otak atau intraventricular hemorrhage (IVH), bronchopulmonary dysplasia (BPD),
patent ductus arteriosus (PDA), necrotizing enterocolitis (NEC), sepsis, apnea,
dan retinopathy of prematurity (ROP) (Iam, 2002). Untuk jangka panjang, bayi
yang lahir preterm mempunyai risiko retardasi mental berat, cerebral palsy,
kejang -kejang, kebutaan, dan tuli. Di samping itu juga sering dijumpai
gangguan proses belajar, gangguan adaptasi terhadap lingkungannya, dan gangguan
motoris (Iam, 2002). Morbiditas dan mortalitas tersebut berhubungan erat dengan
umur kehamilan dan berat badan lahir. Makin besar umur kehamilannya dan berat
bayinya, makin menurun angka morbiditas dan mortalitasnya.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada persalinan
preterm tergantung dari cepat lambatnya pasien dirujuk untuk mendapatkan
perawatan medis. Pasien yang dirujuk lebih awal dengan pendataran servik
parsial, tetapi dilatasi servik kurang dari 2 cm dapat ditangani secara
konservatif untuk memperpanjang waktu kehamilan agar sistem organ janin berkembang.
Pasien yang datang terlambat dengan pendataran servik sempurna dengan dilatasi
> 2cm akan cenderung untuk melahirkan bayi prematur dan perlu penanganan
yang aktif. Rekomendasi tentang pelaksanaan persalinan preterm dapat dilakukan
sebagai berikut:
1.
Konfirmasi terjadinya persalinan
preterm.
2.
Untuk kehamilan kurang <34 minggu
dengan tanpa indikasi ibu maupun janin untuk melahirkan, tetapi dilakukan
observasi ketat dengan monitoring kontraksi uterus dan denyut jantung janin dan
penilaian perubahan servik.
3.
Untuk kehamilan <34 minggu,
glukokortikoid diberikan untuk mempercepat maturasi paru janin.Untuk kehamilan
<34 minggu pada waktu yang sedang tidak dalam persalinan yang maju, beberapa
praktisi meyakini bahwa rasional mencoba membuat kontraksi untuk menunda
kelahiran sambil diterapi glukokortikoid.
4.
Untuk kehamilan 34 atau lebih dengan
persalinan preterm dimonitor
dengan kemajuan persalinan dan
kesejahteraan janin.
5.
Untuk persalinan aktif,
antimikrobial diberikan untuk mencegah infeksi Streptokokus grub B pada
neonatal.(Cunningham dkk, 2005)
Prinnsip
penatalaksanaan kehamilan prematur mengancam adalah menunda persalinan dan
mempersiapkan organ janin, terutama paru-paru janin, sehingga janin dapat lahir
pada usia kehamilan dengan mendekati cukup bulan sehingga morbiditas dan
mortalitas janin dapat menurun. (Cunningham, 2013).
Penatalaksanaan
kehamilan prematur mengancam pada beberapa faktor dimana persalinan tidak dapat
dihambat bila kondisi selaput ketuban pecah, pembukaan servik yang lebih dari 4
cm, usiakehamilan dengan tafsiran berat janin> 2.000 gr atau kehamilan >
34 minggu,terjadi penyulit / komplikasi persalinan prematur, terutama kurangnya
fasilitas neonatal intensive care, oleh karena itu perlu dilakukan
mencegahanpersalinan prematur dengan pemberian tokolitik, pematangan surfaktan
pada paru janin yaitu kortikosteroid serta mencegah terjadinya infeksi.
(Cunningham,2013)
Ada
2 prinsip penatalaksanaan persalinan prematur yaitu penundaan persalinan dengan
menghentikan kontraksi uterus atau persalinan berjalan terus dan siap
penanganan selanjutnya.
1.
Tirai Baring
Kepentingan istirahat rebah
disesuaikan kebutuhan ibu, namun secara statistik tidak terbukti dapat
mengurangi kejadian persalinan prematur.(Cunningham, 2013).
2.
Hidrasi dan sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering
dilakukan untuk mencegah persalinan preterm, karena sering terjadi hipovalemik
pada ibu dengan kontraksi prematur, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas.
Preparat morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi (tenang/mengurangi
ketegangan).
3.
Pemberian tokolitik
Adapun tokolitik yang digunakan pada
kasus dengan persalinan prematur adalah :
a.
Nifedipine
Nifedipine adalah antagonis kalsium,
diberikan per oral. Dosis insial 20 mg, dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari,
disesuaikan dengan aktifitas uterus sampai 48 jam. Dosis maksimal 60mg/hari,
komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit kepala dan hipotensi. Cara pemberian
nifedipin 10 mg/oral diulang 2 – 3 kali / jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai
kontraksi hilang,
b.
COX (cyclo-oxygenase)-2-inhibitors
Indomethacine. Dosis awal 100 mg,
dilanjutkan 50 mg peroral setiap 6 jam untuk 8 kali pemberian. Jika pemberian
lebih dari 2 hari, dapat menimbulkan oligohidramnion akibat penurunan renal
blood flow janin. Indomethacine direkomendasikan pada kehamilan >32 minggu
karena dapat mempercepat penutupan duktus arteriosus (PDA).
c.
Magnesium sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai
tokolitik yangdiberikan secara parenteral. Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam
20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung dari produksi urine dan kontraksi
uterus. Bila terjadi efek toksik berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV
perlahan-lahan. (Cunningham, 2013)
d.
Atosiban
Atosiban adalah analog oksitosin
bekerja pada reseptor oksitosindan vasopressin. Dosis awal 6.75 mg bolus dalam
1 menit diikuti 18 mg/jam selama 3 jam per infus, kemudian 6 mg/jam selama 45
jam. Dosis maksimal 330 mg. (Cunningham, 2013).
e.
Beta2-sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan.
Preparat yang biasa dipakai adalah ritodrine, terbutaline, salbutamol,
isoxsuprine, fenoterol dan hexoprenaline. Dosis : 50 mg dalam 500 ml larutan
glukosa 5%. Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10
menit sampai kontraksi hilang. Infus harus dilanjutkan 12-48 jam setelah kontraksi
hilang. Selanjutnya diberikan dosis pemeliharaan 1 tablet (10 mg) setiap 8 jam
setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor
selama pengobatan. Kontraindikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu,
hipertensi atau hipotensi, hipertiroid, DM gestasional dan perdarahan
antepartum. Efek samping yang dapat terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa
panas pada muka (flushing), mual, sakit kepala, nyeri dada, hipotensi, aritmia
kordis, edema paru, hiperglikemia dan hipoglikemia. Efek samping pada janin
antara lain fetal takikardi, hipoglikemia, hipokalemia, ileus dan hipotensi.
f.
Progesterone
Progesterone dapat mencegah
persalinan prematur. Injeksi 1-alpha-hydroxprogesterone caproate menurunkan
persalinan prematur berulang. Dosis 250 mg (1 mL) IM tiap minggu sampai 37
minggu atau sampai persalinan. Pemberian dimulai 16-21 minggu kemudian.
(Cunningham, 2013)
Bila tokolitik tidak berhasil,
lakukan persalinan dengan upaya optimal (persalinan berlanjut). Jangan
menghentikan kontraksi uterus bila :
1)
Usia kehamilan > 35 tahun
2)
Servik membuka > 3 cm
3)
Perdarahan aktif
4)
Janin mati dan adanya kelainan
kongenital yang kemungkinan hidup kecil.
5)
Adanya korioamnionitis.
6)
Pre-eklampsia
4.
Pemberian kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid
dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan insiden RDS,
mencegah perdarahan intra ventricular yang akhirnya menurunkan kematian
neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 3
minggu. Obat yang diberikan adalah dexametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadi pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah batametason 2 x12 mg/IM dengan
jarak pemberian 24 jam. Sedangkan dexametason 4x6 mg/IM dengan jarak pemberian
12 jam. (Prawirohardjo, 2010)
5.
Pemberian antibiotik
Antibiotik hanya diberikan bilamana
kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi. Obat yang diberikan eritromisin
3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama
3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. M G5P1A0 DENGAN
PERSALINAN PRETERM DI IGD PONEK
Hari /
tanggal : Rabu, 19/07/2017
Jam : 21.10 WITA
No register : 23.73.86
A.
DATA
SUBJEKTIF
1.
Identitas
|
Istri
|
Suami
|
Nama
|
Ny.
M
|
Tn.
H
|
Umur
|
32 tahun
|
33
tahun
|
Agama
|
Islam
|
Islam
|
Suku/bangsa
|
Banjar
|
Banjar
|
Pendidikan
|
SMA
|
SMA
|
Pekerjaan
|
IRT
|
Swasta
|
Alamat
|
Jl. Kelayan
A Gang Suhri RT. 18
|
Jl. Kelayan
A Gang Suhri RT. 18
|
2.
Keluhan
utama
Ibu datang mengatakan hamil 6 bulan mengeluh
nyeri pinggang, mules-mules, keluar lendir pervaginam, keadaan ini menganggu
aktifitas ibu, rasa sakit yang dirasakan dari pagi hari.
3.
Riwayat
perkawinan
Kawin 1 kali, kawin pertama umur 25
tahun dengan suami sekarang sudah ±
7 tahun
4.
Riwayat
haid
a.
Menarche : 12 tahun
b.
Siklus : 28 hari
c.
Teratur
/ tidak : teratur
d.
Lamanya : ± 7 hari
e.
Banyaknya : 3-4 kali ganti pembalut sehari
f.
Disminorhoe : tidak ada
g.
HPHT : 10-01-2017
h.
Taksiran
Partus : 17- 10-2017
5.
Riwayat
obstetri
G5P1A3
No
|
Thn
|
Kehamilan
|
persalinan
|
Bayi
|
Penyulit Nifas
|
ket
|
||||||
UK
|
Penyulit
|
UK
|
Penolong
|
penyilit
|
BB
|
PB
|
Seks
|
Keadaan Lahir
|
||||
1
2
3
4
5
|
2011
2011
2013
2014
2017
|
16 mg
20 mg
12 mg
35 mg
27 mg
|
Tidak ada
Tidak ada
|
16 mg
20 mg
12 mg
35 mg
|
Dokter/RS
Dokter/RS
Dokter/RS
Dokter/RS
|
Tidak ada
|
2700 gr
|
48 cm
|
♀
|
hidup
|
-
|
Abortus
Abortus
Abortus
SC
|
6.
Riwayat
Keluarga Berencana
Jenis :
Ibu mengatakan
menggunakan suntik 3 bulan
Lama :
± 2 tahun
Maslah :
tidak ada
7.
Riwayat
Kesehatan
a.
Riwayat
kesehatan ibu
Ibu
mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti hepatitis, TBC dan
HIV/AIDS, tidak mempunyai penyakit menurun seperti asma, hipertensi, DM dan
tidak menderita penyakit kronik seperti jantung
b.
Riwayat
kesehatan keluarga
Ibu
mengatakan keluarganya tidak pernah menderita penyakit menular seperti
hepatitis, TBC dan HIV/AIDS, tidak mempunyai penyakit menurun seperti asma,
hipertensi, DM dan tidak menderita penyakit kronik seperti jantung.
8.
Kehamilan
Sekarang
a.
Selama
hamil ibu periksa di :
Puskesmas, BPM, RS
b.
Mulai
periksa sejak usia kehamilan : 13 minggu
c.
Frekuensi
periksa kehamilan :
-Trimester I : 1 kali
-Trimester II : 3 kali
-Trimester III : -
d.
TT
I : -
TT
II : -
9.
Pola
kebutuhan sehari-hari
a.
Nutrisi
Terakhir
makan dan minum : jam 20.00 wita
Banyaknya : 1 porsi
b.
Eliminasi
1)
BAB
Terakhir
BAB : Pagi hari 07 : 00 WITA
Konsistensi : lembek
Warna : kuning kecoklatan
Masalah : tidak ada
2)
BAK
Terakhir
BAK : 07: 00 WITA
Warna : kuning jernih
Masalah : tidak ada
c.
Personal
hygiene
Terakhir
mandi : pagi hari
Terakhir
gosok gigi : pagi hari
d.
Aktivitas :
Ibu mengatakan selama hamil masih dapat
melakukan pekerjaan rumah tangga
seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah
e. Tidur dan istirahat
- Siang hari : 1-2 jam
- Malam hari : 7-8 jam
- Masalah : tidak ada
f.
Pola
seksual : Ibumengatakan telah berhubungan 1 hari
yang lalu
10. Data psikososial dan spiritual
a.
Tanggapan ibu terhadap keadaan
dirinya : Baik
b.
Tanggapan ibu terhadap kehamilannya : Ibu mengatakan senang dengan kehamilannya.
c.
Ketaatan ibu beribadah : Ibu mengatakan melaksanakan shalat
lima waktu.
d.
Pemecahan masalah dari ibu : Suami
e.
Pengetahuan ibu terhadap kehamilannya : Bidan dan orang tua
f.
Lingkungan yang berpengaruh
Ibu
tinggal bersama :
Suami
Hewan
peliharaan :
tidak ada
g.
Hubungan sosial ibu dengan mertua, orang tua, keluarga:
Baik
h.
Penentu/ pengambil keputusan dalam keluarga :
Suami
i.
Jumlah penghasilan keluarga : Mencukupi
j.
Yang menanggung biaya ANC dan persalinan : Suami
B.
DATA
OBJEKTIF
1.
Pemeriksaan
umum
a.
Keadaan
umum : Baik
b.
Kesadaran : Compos Mentis
c.
Berat
badan
1)
Sebelum
hamil : 64 kg
2)
Sekarang : 69 kg
d.
Tinggi
badan : 153
cm
e.
LILA : 33 cm
f.
Tanda
vital
1)
TD : 100/80 mmHg
2)
Nadi : 86
x/menit
3)
Respirasi : 22 x/menit
4)
Suhu : 36,0°C
2. Pemeriksaan khusus
a.
Inspeksi dan
palpasi
Kepala
|
:
|
Tampak
bersih, rambut tidak rontok, tidak ada ketombe tidak nampak adanya benjolan, dan
tidak ada nyri tekan
|
|||||
Muka
|
:
|
Tampak
simetris, tidak tampak pucat, tidak tampak oedem
|
|||||
Mata
|
:
|
Tampak
simetris, konjungtiva nampak tidak pucat, dan sklera putih bersih
|
|||||
Telinga
|
:
|
Tampak
simetris, tidak nampak ada massa dan tidak nampak adanya pengeluaran serumen, tidak
ada radang
|
|||||
Hidung
|
:
|
Tidak
tampak adanya polip, tidak nampak adanya sekret dan tidak nampak pergerakan
cuping hidung
|
|||||
Mulut
|
:
|
Bibir
tampak tidak pucat, tidak ada bibir pecah-pecah atau sariawan, tidak ada gusi
berdarah dan lidah tampak bersih
|
|||||
Leher
|
:
|
Tidak
tampak dan tidak teraba adanya
pembengkakan vena jugularis dan pembesaran kelenjar tiroid
|
|||||
Dada
|
:
|
Tampak
simetris saat inspirasi dan ekpirasi, tidak ada retraksi dada
|
|||||
Mamae
|
:
|
Tampak
simetris, tidak tampak dan tidak teraba massa
atau benjolan abnormal, puting
susu menonjol, tampak
hiperpigmentasi pada areola, tidaka ada nyeri tekan, dan tidak ada teraba masa
|
|||||
Abdomen
|
:
|
Tampak
bekas luka operasi, terdapat linea nigra,
Dan teraba pembesaran
perut sesuai umur kehamilan
|
|||||
Leopold I
|
:
|
TFU tiga jari di atas pusat , bagian
fundus teraba bulat, keras
dan melenting (kepala)
|
|||||
Leopold II
|
:
|
Bagian kiri perut ibu teraba keras
memanjang (pu-ki), dan
bagian kanan perut ibu teraba bagian-bagian kecil janin (ekstremitas)
|
|||||
Leopold III
|
:
|
Bagian terbawah janin teraba
teraba lunak dan tidak melenting (pres-bok)
|
|||||
Leopold IV
|
:
|
Bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen)
|
|||||
TFU
|
:
|
21 cm
|
|||||
TBJ
|
:
|
(21-11) x 155 = 1550 gram
|
|||||
Tungkai
|
:
|
Tidak
tampak oedem dan varises, dan tidak ada oedem saat di lakukan penekanan
|
|||||
Genetalia
|
:
|
Tidak
nampak oedem, tidak ada varises, dan
nampak keluar lendir.
|
|||||
b.
Auskultasi
DJJ : (+), terdengar jelas,
frekuensi 142 x/menit
c. Perkusi
Reflek
patella :
tidak di lakukan pemeriksaan
Cek
ginjal :
tidak di lakukan pemeriksaan
d. Periksa
Dalam :
- Keadan
vagina : Tidak
odema,
tidak teraba massa
- Arah
serviks : anterior
- Pendataran
serviks : tidak ada
- Pembukaan
Serviks : 2 cm
- Selaput
Ketuban : (+)
- Presentasi
: bokong
- Posisi
Titik Penunjuk : sakrum
- Penurunan
Presentasi : hodge I
- Pengeluaran
Pervaginam: Lendir darah (-)
3.
Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan.
C. ANALISA
DATA
1.
Diagnosa
kebidanan : Ny. M umur 32 tahun G5P1A3, hamil 27 minggu Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan persalinan preterm,
Janin tunggal hidup intra uterine
2. Masalah : Cemas
3. Kebutuhan : KIE dan Kolaborasi Dokter
D. PENATALAKSANAAN
1. Membangun hubungan baik antara ibu dan
bidan dengan cara menyambut dan menyapa ibu dengan ramah dan hangat.
”antara ibu dan bidan sudah terjalin hubungan baik”
2. Memberitahu
ibu hasil pemeriksaan TD : 100/80 mmHg, Nadi :
86 kali permenit, Respirasi : 22 kali permenit, Suhu : 36,0°C, DJJ : 142 x/menit, presentasi bokong, umur kehamilan 27 minggu, Sekarang
ibu sudah memasuki masa persalinan dan pembukaan 2 cm,
ketuban (+).
“ ibu mengetahui
hasil pemeriksaan”.
3.
Memberitahu ibu tanda-tanda persalinan
a. Keluar
lendir bercampur darah
b. Keluar
air-air pervaginam
c. Nyeri
pinggang menjalar sampai ke perut
d. Nyeri
tidak berkurang meskipun dibawa istirahat
e. Nyeri
yang semakin lama semakin sering
”Ibu mengerti tentang tanda-tanda persalinan”
4. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dengan cara makan dan minum agar ibu
mempunyai tenaga untuk mengedan saat proses persalinan
“Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang telah diberikan”
5. Mengajarkan ibu untuk tehnik relaksasi
ketika ada his dengan cara menarik nafas panjang kemudian dihembuskan secara
perlahan lewat mulut.
“Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran
yang telah diberikan”
6. Memberitahu
ibu dan keluarga untuk tetap tenang, semangat, dan berdoa, dan menghadirkan salah satu keluarga ibu
untuk memberikan dukungan psikologis pada ibu bahwa ibu bisa menghadapi
persalinan.
“suami telah mendampingi ibu”
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
therapy
-
infus RL 20 Tpm
“Terapi telah diberikan”
8. Memberikan KIE terhadap ibu dan keluarga
tentang keadaan ibu dan bayi saat ini. Menjelaskan kepada ibu bahwa sekarang
ibu menghadapi persalinan preterm, persalinan preterm merupakan persalinan
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu, atau kurang dari 259 hari
terhitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) dan menjelaskan kemungkian dapat terjadi asfiksia
pada bayi sehingga bayi tidak segera menangis saat lahir karena usia kehamilan
belum cukup bulan dan bayi prematur.
“Ibu sudah memahami dan mengerti”
9.
Melakukan pendokumentasian dengan metode SOAP note
“pendokumentasian sudah
dilaksanakan dengan metode SOAP note”.
10. Pukul 21.30 WITA Ibu dipindahkan keruang
VK Bersalin
”Pasein sudah diantar”
BAB IV
Persalianan preterm didefinisikan sebagai kelahiran pada
usia gestasi antara 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu.Faktor resiko
persalinan preterm yaitu faktor atrogenik, faktor maternal seperti; usia ibu,
riwayat kelahiran premature, trauma, infeksi, gaya hidup, kesenjangan ras dan
etnik, pekerjaan, genetik, penyakit periodontal, jarak kehamilan, anemia, dan
dari faktor janin seperti; kehamilan kembar, IUFD, kelainan kongenital.
Patofisiologi persalinan prematur mengancam yaitu aktivasi poros
hypothalamus-pituitary-ovari (HPO) maternal, fetal, inflamasi atau infeksi,
perdarahan desidua atau thrombosis dan distensi uterus patologis. Komplikasi
persalinan preterm bayi yang lahir sering mendapat risiko yang berkaitan dengan
imaturitas sistem organnya. Komplikasi yang sering timbul jangka pendek pada
bayi yang lahir sangat preterm adalah sindroma gawat nafas atau respiratory
distresssyndrome(RDS), perdarahan otak atau intraventricular hemorrhage (IVH), bronchopulmonary dysplasia (BPD),
patent ductus arteriosus (PDA), necrotizing enterocolitis (NEC), sepsis, apnea,
dan retinopathy of prematurity (ROP). Untuk jangka panjang, bayi yang lahir
preterm mempunyai risiko retardasi mental berat, cerebral palsy, kejang
-kejang, kebutaan, dan tuli. Di samping itu juga sering dijumpai gangguan
proses belajar, gangguan adaptasi terhadap lingkungannya, dan gangguan motoris.
Penatalaksanaan pada persalinan preterm tergantung dari cepat lambatnya pasien
dirujuk untuk mendapatkan perawatan medis. Pasien yang dirujuk lebih awal
dengan pendataran servik parsial, tetapi dilatasi servik kurang dari 2 cm dapat
ditangani secara konservatif untuk memperpanjang waktu kehamilan agar sistem
organ janin berkembang. Pasien yang datang terlambat dengan pendataran servik
sempurna dengan dilatasi > 2cm akan cenderung untuk melahirkan bayi prematur
dan perlu penanganan yang aktif. Kehamilan prematur mengancam pada beberapa
faktor dimana persalinan tidak dapat dihambat bila kondisi selaput ketuban
pecah, pembukaan servik yang lebih dari 4 cm, usia kehamilan dengan tafsiran
berat janin> 2.000 gr atau kehamilan > 34 minggu, terjadi penyulit /
komplikasi persalinan prematur, terutama kurangnya fasilitas neonatal intensive
care, oleh karena itu perlu dilakukan mencegahan persalinan prematur dengan
pemberian tokolitik, pematangan surfaktan pada paru janin yaitu kortikosteroid
serta mencegah terjadinya infeksi.
Pada
kasus yang saya temui yaitu pasien datang di IGD Ponek dengan keluhan nyeri pinggang, mules-mules, keluar lendir,pervaginam,
keadaan ini menganggu aktifitas ibu, rasa sakit yang dirasakan dari pagi hari. setelah di lalukan pemeriksa keadaan umum baik,
kesadaran composmentis, berat badan sebelum hamil 64 kg dan berat badan
sekarang 69 kg, tinggi badan 152 cm, LILA 33 cm,TD : 100/80 mmHg, Nadi: 86
x/menit, Respirasi : 22 x/ menit, Suhu : 36,0oC,pemeriksaan khusus
didapatkan pada abdomen yaitu: Leopold I TFU
tiga jari di atas pusat ,
bagian fundus teraba bulat,keras dan melenting (kepala), Leopold
II didapatkan bagian kiri perut ibu teraba keras
memanjang(pu-ki), dan bagian kanan perut ibu teraba bagian-bagian kecil janin
(ekstremitas), Leopold III didapatkan
bagian terbawah janin teraba teraba lunak dan tidak melenting (pres-bok), Leopold
IV didapatkan bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen),
DJJ 142x/menit. Djj terdengar jelas dan dilakukan pemeriksaan
dalam didapatkan hasil pembukaan 2cm, porsio lunak, ketuban (+) menonjol, presentasi
bokong titik penunjung sacrum dan teraba kaki sedikit. Memberikan terapi yaitu :
Pasang infus RL 20 tpm, Evaluasi kemajuan persalinan. memenuhi kebutuhan
nutrisi ibu untuk makan dan
minum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dengan cara makan dan minum agar ibu
mempunyai tenaga untuk mengedan saat proses persalinan, Mengajarkan ibu
untuk tehnik relaksasi ketika ada his dengan cara menarik nafas panjang
kemudian dihembuskan secara perlahan lewat mulut.
Dari
kasus yang saya dapatkan adanya kesesuaian antara teori dan praktik pada Ny. M umur 32 tahun G5P1A3
hamil 27 minggu dengan persalinan preterm di IGD Ponek.
Bahwa keluhan dan penatalaksaan sesuai dengan teori dan praktik.
Dapat disimpulkan bahwa kasusNy. M umur 32 tahun G5P1A3
hamil 27 minggu dengan persalinan pretermdi IGD Ponek
telah sesuai dengan teori dan praktik.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Persalianan
preterm didefinisikan sebagai kelahiran pada usia gestasi antara 20 minggu
sampai kurang dari 37 minggu.Faktor resiko persalinan preterm yaitu faktor atrogenik,
faktor maternal seperti; usia ibu, riwayat kelahiran premature, trauma,
infeksi, gaya hidup, kesenjangan ras dan etnik, pekerjaan, genetik, penyakit
periodontal, jarak kehamilan, anemia, dan dari faktor janin seperti; kehamilan
kembar, IUFD, kelainan kongenital. Penatalaksanaan pada persalinan preterm
tergantung dari cepat lambatnya pasien dirujuk untuk mendapatkan perawatan
medis. Pasien yang dirujuk lebih awal dengan pendataran servik parsial, tetapi
dilatasi servik kurang dari 2 cm dapat ditangani secara konservatif untuk
memperpanjang waktu kehamilan agar sistem organ janin berkembang. Pasien yang
datang terlambat dengan pendataran servik sempurna dengan dilatasi > 2cm
akan cenderung untuk melahirkan bayi prematur dan perlu penanganan yang aktif.
B. Saran
1.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat
digunakan sebagai informasi bagi instansi pendidikan dalam pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
2.
Bagi Mahasiswa
Diharapkan
mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian dan asuhan dari presentasi
bokongsehingga kita sebagai bidan mampu bertindak sesuai dengan asuhan
kebidanan.
3.
Manfaat Bagi Lahan Praktek
Dapat
dijadikan sebagai asuhan pembelajaran untuk penatalaksanaan yang dilakukan di
RSUD
DAFTAR PUSTAKA
ACOG. Preterm
(prematur) labor and birth. FAQ 087, 2014.
Behrman R E,
Kliegman R M, Jenson H B. Nelson texbook of pediatrics. 17thed. USA: Saunders,
An Imprint of Elsevier. 2014.
Bobak, L. 2005. KeperawatanMaternitas.Edisi4 .Jakarta : EGC.
Bobak, Lowdernik Jensen. 2005.
Buku Ajar KeparawatanMaternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Cunningham,
FG., et al. 2013. Williams Obstetri. Jakarta : EGC.
Cunningham F G, Leveno K J,
Bloom S L, Hauth J C, Rouse D J, Spong C Y. Williams Obstetrics. 23th ed. US:
McGraw-Hill Companies. 2010.
Cooper, Margareth. A. 2011. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC.
Kemenkes RI. RisetKesehatanDasar (Riskesdas)
2013. Jakarta: BadanPenelitiandanPengembanganKesehatanDepartemenKesehatan; 2013
Manuaba IGB, Manuaba IAC,
Manuaba IBGF. 2010. IlmuKebidananPenyakitKandungandan KB. Jakarta : EGC.
Peltier MR. 2003. Immunology
of Term And Preterm Labor Biology and Endocrinology. Vol1 : 122.
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. IlmuKebidanan.
Jakarta :YayasanBinaPustaka.
Taufan, Nugroho. 2010. Buku
Ajar ObstetriUntukMahasiswaKebidanan. Yogyakarta : NuhaMedika.
Varney, Hellen. 2007. Buku
Ajar AsuhanKebidanan. Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.
Widyastuti, Yanidkk. 2009. KesehatanReproduksi. Yogyakarta :Fitramaya.
WHO. Maternal and perinatal country profil
Indonesia: Department of Maternal,
Newborn, Child and Adolescent Health.
WHO. Preterm Birth, 2014. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/(31/01/2015.
Pukul15:47)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar