DASAR TEORI
PERSALINAN NORMAL
A.
Pengertian
Persalinan
Persalinan
merupakan hal yang paling di tunggu-tunggu oleh para ibu hamil, sebuah waktu
yang menyenangkan, namun di sisi lain merupakan hal yang paling menebarkan.
Persalinan
adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup
bulan atau hamper cukup bulan di susul dengan pengeluaran placenta dan selaput
janin dari tubuh ibu.
Persalinan adalah proses dimana
bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap
normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Ada
beberapa tanda dan gejala inpartu yaitu, penipisan dan pembukaan serviks,
kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servik (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit) dan keluarnya cairan lendir bercampur darah (show) melalui
vagina.
Macam-macam persalinan
normal :
1. Persalinan
spontan
Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
2. Persalinan
buatan
Yaitu
persalinan yang di bantu dari luar misalnya vaccum ekstraksi, forceps, SC.
3. Persalinan
anjuran
Yaitu terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk
hidup di luar, tetapi tidak sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan
dalm persalinan, misalmya dengan induksi persalinan.
Istilah-istilah yang
berhubungan dengan persalinan:
1. Partus
immaturus yaitu partus di mana umur kehamilan kurang dari 28 minggu dan lebih
dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gram.
2. Partus
prematurus yaitu suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum
aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan
antara 28 minggu sampai 36 minggu.
3. Partus
postmaturus (serotinus) yaitu partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari
waktu partus yang diperkirakan.
4. Para
yaitu seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable).
5. Inpartu
yaitu wanita yang sedang dalam keadaan persalinan.
B.
Tahapan
persalinan (Kala I, II, III, dan IV)
1. Kala
I
Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan
10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Dapat dinyatakan partus dimulai
bila his dan wanita tersebut mengeluarkan lender yang bertemu darah di sertai
dengan pendataran (effacement). Lender bersemu darah berasal dari kanalis
servikalis karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari
pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis (kanalis
servikalis pecah karena pergeseran-pegeseran ketika serviks membuka).
a. Fase-Fase
dalam Kala I Persa;inan
1) Fase
laten
a) Dimulai sejak awal
berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap
b) Berlangsung hingga
serviks membuka kurang dari 4 cm
c) Pada umumnya fase
laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam
d) Kontraksi mulai
teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik
2) Fase
aktif
Fase
ini berlangsung selama 6 jam dan dibagi menjadi 3 macam.
a)
Fase ekselerasi
Salama
waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 3 cm
b)
Fase dilatasi maksimal
Dalam
waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c)
Fase deselerasi
Pembukaan
menjadi lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap
Bidang
hodge berguna untuk menentukan sampai manakah bagian terendah janin turun dalam
panggul terdiri dari:
1) Bidang
Hodge I
Bidang datar yang
melalui bagian atas symfisis dan promotorium. Bidang ini dibentuk pada ingkaran
pintu atas panggul.
2) Bidang
Hodge II
Bidang yang sejajar
dengan Bidang Hodge I terletak setinggi bagian bawah symfisis.
3) Bidang
Hodge III
Bidang yang sejajar
dengan Bidang Hodge I dan II terletak setinggi spina iskhiadika kanan dan kiri.
4) Bidang
Hodge IV
b. Menentukan
penurunan bagian terbawah janin
Pemeriksaan penurunan bagian
terbawah janin ke dalam rongga panggul melalui pengukuran pada dinding abdomen
akan memberikan tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi ibu jika dibandingkan
dengan melakukan pemeriksaan dalam (vagina toucher).
Selain itu cara penilaian
diatas (bila dilakukan secara benar) dapat memberikan informasi yang sama
baiknya dengan hasil periksa dalam tentang kemajuan persalinan (penurunan
bagian terbawah janin) dan dapat mencegah periksa dalam yang tidak perlu atau
berlebihan.
Penilaian penurunan kepala
janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian tebawah janin yang masih
berada diatas tepi simpisisdan dapat diukur dengan lima jari tangan pemeriksa
(per limaan). Bagian diatas simpisis adalah proporsi yang belum masuk pintu
atas panggul dan sisanya (tidak teraba) menunjukkan sejauh mana bagian terbawah
janin telah masuk ke dalam rongga panggul.
Penurunan terbawah dengan metode lima jari (perlimaan)
adalah:
1) 5/5 jika bagian
terbawah janin seluruhnya teraba diatas simpisis pubis
2) 4/5 jika sebagian
(1/5) bagian trerbawah janin telah memasuki pintu atas panggul
3) 3/5 jika sebagian
(2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul
4) 2/5 jika hanya
sebagian dari bagian terbawah janin masih berada diatas simpisis dan dan bagian
telah turun melewati bidang tengah rongga panggul (tidak dapat digerakkan)
5) 1/5 jika hanya 1
dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang berada diatas
simpisis dan 4/5 bagian telah masuk ke dalam rongga panggul
6) 0/5 jika bagian
terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan luar dan seluruh
bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam rongga panggul
Merujuk pada kasus
primigravida, inpartu kala satu fase aktif dengan kepala jnain masih 5/5 dimana
kondisi ini patut diwaspai sebagai kondisi yang tidak lazim. Alasannya adalah
pada kala satu perslianan, kepala seharusnya sudah masuk kedalam rongga
panggul. Bila ternyata kepala memang tidak dapat turun, mungkin bagian terbawah
janin (kepala) terlalu besar dibandingkan dengan diameter pintu atas panggul.
Mengingat bahwa hal ini patut
diduga sebagai disproporsi kepala panggul (CPD) maka sebaiknya ibu dapat
melahirkan di fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
operasi seksio sesaria sebagai antisipasi apabila terjadi persalinan macet (diproporsi).
Penyulit lain dari posisi kepala diatas pintu atas panggul adalah tali pusat
menumbung yang disebabkan oleh pecahnya selaput ketuban yang disertai turunnya
tali pusat.
c. Pengenalan Dini
Terhadap Masalah dan Penyulit
Pada saat memberikan asuhan bagi
ibu bersalin, penolong harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya
masalah atau penyulit. Ingat bahwa menunda pemberian asuhan kegawat daruratan
akan meningkatkan resiko kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir.
Selama anamnesis dan pemeriksaan
fisik, tetap waspada terhadap indikasi-indikasi dan segera lakukan tindakan
yang diperlukan. Langkah
dan tindakan yang akan dipilih sebaiknya
dapat memberikan manfaat dan memastikan bahwa proses persalinan akan
berlangsung aman dan lancar sehingga akan berdampak baik terhadap keselamatan
ibu dan bayi yang akan dilahirkan.
2. Kala
II
Kala ini di sebut sebagai kala pengeluaran. Kala ini
dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya janin. Pada kala ini his menjadi
kuat dan lebih cepat kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
a. Tanda
dan gejala Persalinan Kala II
Gejala dan tanda kala
dua persalinan adalah :
1) Ibu
merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2) Ibu
merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/ atau vaginanya.
3) Perineum
menonjol.
4) Vulva-vagina
dan sfingter ani membuka.
5) Meningkatnya
pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala dua
ditentukan melalui periksa dalam (informasi objektif) yang hasilnya adalah :
1) Pembukaan
serviks telah lengkap, atau
2) Terlihatnya
bagian kepala bayi melalui introitus vagina
b. Persiapan
penolong persalinan
Salah
satu persiapan persalinan penting bagi penolong adalah memastikan penerapan
prinsip dan praktik pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci
tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung pribadi.
1) Sarung
tangan
Sarung
tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai selalu selama
melakukan pemeriksaan. Membantu kelahiran bayi, episiotomy, penjahitan laserasi
dan asuhan segera bayi baru lahir. Sarung tangan harus diganti apabila
terkontaminasi, robek atau bocor.
2) Perlengkapan
pelindung pribadi
Pelindung
pribadi merupakan penghalang atau barrier antara penolong dengan bahan-bahan
yang berpotensi untuk menularkan penyakit. Oleh sebab itu, penolong persalinan
harus memakai celemek yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat
menolong persalinan. Juga gunakan masker penutup mulut dan pelindung mata atau
kacamata yang bersih dan nyaman. Kenakan semua perlengkapan perlindungan
pribadi selama membantu kelahiran bayi dan plasenta serta saat melakukan
penjahitan laserasi atau episiotomi.
3) Persiapan
tempat persalinan, peralatan dan bahan.
Penolong
persalinan harus menilai ruangan dimana proses persalinan akan berlangsung.
Ruangan tersebut harus memiliki pencahyaan atau penerangan yang cukup (baik
melalui jendela,lampu di langit-langit kamar ataupun sumber cahaya lainnya). Ibu
dapat menjalani persalinan di tempat tidur dengan kasur yang di lapisi kain
penutup yang bersih, kain tebal dan berlapis anti bocor (plastik) apabila
beralaskan kayu atau di atas kasur yang di letakkan di atas lantai (lapisi dengan
plastik dan kain bersih). Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas) dan
terhalang dari tiupan angin secara langsung. Selain itu, harus tersedia meja
atau permukaan yang bersih dan mudah di jangkau untuk meletakkan peralatan yang
di perlukan.
Pastikan
bahwa semua perlengkpan dan bahan-bahan tersedia berfugsi dengan baik, termasuk
perlengkpan untuk menolong persalinan, menjahit laserasi atau luka episiotomi dan
resusitasi bayi baru lahir. Semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam set
tersebut harus dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Daftar
tilik lengkapuntuk bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan esensial yang di
butuhkan untuk persalinan, membantu kelahiran dan asuhan bayi baru lahir.
4) Menyiapkan
tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi
Persiapan
untuk mencegah terjadinya kehilngan panas tubuh yang berlebihan pada bayi baru
lahir harus di mulai sebelum kelahiran bayi itu sendiri. Siapkan lingkungan
yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau bayi baru lahir dengan memastikan
bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 250 C), pencahayaannya cukup, an
bebas dari tiupan angin (mematikan kipas angin atau pendingin udara bila sedang
terpasang). Bila ibu bermukim di daerah pegunungan atau beriklim dingin,
sebaiknya di sediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan
bersih untuk mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.
5) Persiapan
ibu dan keluarga
Asuhan
Sayang Ibu
a) Anjurkan
ibu selalu di dampingi oleh keluarganya selam proses persalinan dan kelahiran
bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang di sukai ibu sangat
diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
b) Anjurkan keluarga ikut terlibat
dalam asuhan, di antarnya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan
rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dan memberikan
dukungan serta semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
c) Penolong persalinan dapat memberikan
dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota kelurganya dengan menjelaskan
tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
d) Tenteramkan hati ibu dalam
menghadapi dan menjalani kala II persalinan. Lakuakan bimbingan dan tawaran
bantuan jika di perlukan.
e) Bantu ibu untuk memilih posisi yang
nyaman saat meneran.
f) Setelah pembukaan lengkap, anjurkan
ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan sepontan untuk menera. Jangan
menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan nafas. Anjurkan ibu
beristirahat diantara kontraksi.
g) Anjurkan
ibu untuk minum selama persalinan kala II.
3. Kala
III
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang
berlangsung sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Persalinan kala tiga
dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput
ketuban Kala III dimulai sejak lahirnya bayi hingga lahirnya plasenta. Tujuan
dari penanganan tahap ketiga ialah pelepasan dan ekspulsi segera plasenta, yang
dicapai dengan cara yang paling mudah dan paling aman. Pada umumnya kala III
berlangsung ± 6 menit setelah bayi lahir. Plasenta melekat pada lapisan desidua
lapisan basal tipis endometrium oleh banyak vili fibrosa sama seperti sebuah
perangko yang ditempel pada sebuah amplop. Setelah janin dilahirkan dengan
adanya kontraksi uterus yang kuat, sisi plasenta akan jauh lebih kecil sehingga
tonjolan vili akan pecah dan plasenta akan lepas dari perlekatannya. Dalam
keadaan normal, beberapa kontraksi kuat pertama lima sampai tujuh menit
kelahiran bayi plasenta akan lepas dari lapisan basal. Plasenta tidak akan
mudah lepas dari uterus yang kendur karena ukuran permukaan sisi plasenta tidak
akan berkurang.
a. Fisiologi
Kala III Persalinan.
Dimulai
segera setelah bayi sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari
30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak
diatas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit
setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus
uteri.Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran darah.Komplikasi yang
dapat timbul pada kala II adalah perdarahan akibat atonia uteri, ratensio
plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali pusat.
Tempat
implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan
kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan
pengumpulan darah pada ruang utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot
uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam
vagina.
Pada
kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi.
Penyusutan rongga uterus/ berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta.
Tanda-tanda
lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah ini:
1) Perubahan
bentuk dan tinggi fundus. Setelah
bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontrasi, uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi
dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah
pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan).
2) Tali
pusat memanjang. Tali pusat terlihat
menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
3) Semburan
darah secara tiba-tiba. Darah
yang terkumpul dibelakang plasenta membantu mendorong plasenta keluar dan
dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling)
dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta yang terlepas.
Pada
kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan terlipat,
menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Setelah
janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan
kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari
tempat implantasinya. Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium)
berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta, karena tempat implementasi
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta
akan menekuk, menebal kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau bagian atas vagina.
b.
Manajemen Aktif Kala III
Tujuan
manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala tiga dan nengurangi kehilangan
darah di bandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Selama
dekade terakhir, penelitian klinis telah menunjukkan bahwa manajemen aktif kala
III dapat menurunkan kejadian perdarahan postpartum, memperpendek waktu yang
dibutuhkan untuk kelahiran plasenta, mengurangi kemungkinan terjadinya retensio
plasenta dan mengurangi penggunaan transfusi darah dan terapi oksitosin.
Berdasarkan
penelitian ini, WHO telah merekomendasikan agar semua dokter dan bidan
melaksanakan manajemen aktif kala III. Hal ini membedakan dari asuahan
kebidanan kala III hanya satu cara : pemberian oksitosin segera setelah bayi
lahir untuk merangsang kontraksi uterus dan mempercepat pelepasan plasenta.
Dalam semua hal lainnya, langkah-langkah manajemen aktif adalah sama dengan
langkah-langkah yang selama ini ditempuh oleh para bidan. Kebiasaan yang lazim
dilakukan tetapi tidak membawa manfaat atau bahkan mambahayakan :
Tindakan
|
Deskripsi
dan keterangan
|
Mendorong uterus sebelum plasenta lahir
|
Dapat menyebabkan pelepasan plasenta tidak lengkap
dan mengakibatkan perdarahan pascapersalinan.
|
Mendorong fundus
ke bawah mengarah vagina.
|
Mengakibatkan inversiuterus.
|
Tarikan tali
pusat terlalu kuat.
|
Menyebabkan tali pusat putus.
|
Membiarkan
plasenta tetap berada dalam uterus.
|
Menyebabkan
bertambahnya pengeluaran darah karena uterus tidak sepenuhnya berkontraksi
sampai plasenta lahir.
|
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga:
a.
Persalinan kala tiga yang lebih singkat
b.
Mengurangi jumlah kehilangan darah
c.
Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala tiga
terdiri dari tiga langkah utama:
a.
Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama
setelah bayi lahir
b.
Melakukan penegangan tali pusat terkendali
c.
Masase fundus uteri
4. Kala
IV
Asuhan dan pemantauan pada kala empat yaitu setelah
plasenta lahir:
a. Lakukan
rangsangan taktil (masase uterus untuk merangsang uterus berkontraksi dengan
baik dan kuat)
b. Evaluasi
tinggi fundus dengan meletakan jari tangan anda secara melintang dengan pusat
sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari dibawah
pusat
c. Memperkirakan
kehilangan darah secara keseluruhan.
d. Periksa
kemungkinan perdarahan dari robekan (lasaserasi atau episiotomy) perineum.
e. Evaluasi
keadaan umum ibu.
f. Dokumentasi
semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di bagian belakang
partograf, segera setelah asuhan di berikan atau setelah penilaian dilakukan.
C.
Menolong Persalinan sesuai APN (Asuhan Persalinan Normal)
MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA
|
||||||
1.
Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda Kala dua
a.
Ibu merasa ada dorongan kuat
dan meneran
b.
Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
c.
Perineum tampak menonjol
d.
Vulva dan sfingter ani membuka
|
|
|||||
MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
|
||||||
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan
obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksanakan
komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia tempat datar dan keras, 2
kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
dari tubuh bayi
a.
Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu
bayi
b.
Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di
dalam partus set
|
|
|||||
|
3.
Pakai celemek plastic
|
|
||||
|
4.
Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang di
pakai, cuci tanagan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
|
|
||||
|
5.
Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan
periksa dalam
|
|
||||
|
6.
Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik
(gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril, pastikan tidak
terjadi kontaminasi pada alat suntik)
|
|
||||
MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN
JANIN BAIK
|
||||||
|
7.
Memastikan vulva dan perineum, menyekanya
dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa
yang di basahi air DTT
a.
Jika introitus vagina, perineum atau anus terkmontaminasi trinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b.
Buang kapas atau kassa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia
c.
Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% langkah 9) |
|
||||
|
8.
Lakukan periksa dalam untuk memastikan
pembukaan lengkap
Bila selaput ketuban dalam
pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi
|
|
||||
|
9.
Dekontaminasi sarung tanagan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0.5% kemudian
lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan din lepaskan.
|
|
||||
|
10. Periksa denyut
jantung janin (DJJ) setelah kontraksi /saat relaksasi uterus untuk memastikan bahbwa DJJ dalam
batas normal (120-160x/menit)
a.
Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b.
Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
|
|
||||
MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU
PROSES BIMBINGAN MENERAN
|
||||||
|
11. Beritahukan bahwa
pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan
posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a.
Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi
dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksaan fase aktif) dan
dokumentasikansemua temuan yang ada
b.
Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar
|
|
||||
|
12. Minta keluarga
membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin meneran dan terjadi
kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang
di inginkan ibu dan pastikan ibu merasa nyaman)
|
|
||||
|
13. Laksanakan bimbingan
meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran:
a.
Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b.
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
c.
Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d.
Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e.
Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f.
Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
g.
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h.
Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit
(2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida)
|
|
||||
|
14. Anjurkan ibu untuk
berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa
ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
|
|
||||
PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
|
||||||
|
15. Letakkan handuk
bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka
vulva dengan diameter 5-6 cm.
|
|
||||
|
16. Letakkan kain bersih
yang di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
|
|
||||
.
|
17.
Buka tutup partus set dan perhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan
|
|
||||
|
18.
Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan |
|
||||
PERSIAPAN PERTOLONGAN KELHIRAN BAYI
|
||||||
Lahirnya Kepala
|
||||||
|
19.
Setelah tampak kepala bayi dnegan diameter
5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang di lapisi
dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk
meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal
|
|
||||
|
20. Periksa kemungkinan
adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu
bterjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
a.
Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian
atas kepala bayi
b.
Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong di antara dua klem tersebut
|
|
||||
|
21. Tunggu kepala bayi
melakukan putaran paksi luar secara spontan.
|
|
||||
Lahirnya Bahu
|
||||||
|
22.
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar,
pegang secara bipariental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakkan kepala ke ara bawah dan distal hingga bahu depan muncul di
bawah arkus pubis dan kemudian gerakkkan arah atas dan distal utnuk
melahirkan bahu belakang.
|
|
||||
Lahirnya Badan Dan
Tungkai
|
||||||
|
23. Setelah kedua bahu
lahir, geser tangan bawah kea rah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunankan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
|
|
||||
|
24. Setelah tubuh dan
lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke panggung, bokong, tungkai
dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang
masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)
|
|
||||
PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
|
||||||
|
25. Lakukan penilaian
(selintas) :
a.
Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
b.
Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau
megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi ( langkah 25 ini
berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan
asfeksia.
|
|
||||
|
26.
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas
perut ibu
a.
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya
(tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan.
b.
Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
c.
Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
|
|
||||
|
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan
tak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal)
|
|
||||
|
28. Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan
menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik)
|
|
||||
|
29. Dalam 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan
oksitosin 10 unit (intra muskular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral
(lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
|
|
||||
|
30. Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (2
menit setelah bayi lahir) pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilicus) bayi. Dari
sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan
lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama
|
|
||||
|
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan
satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan
pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut
b. Ikat
tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian lingkarkan
kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan dengan
simpul kunci
c. Lepaskan
klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
|
|
||||
|
32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit
dengan ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap diatas dada
ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding
dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan
posisi lebih rendah dari putting payuda ibu.
|
|
||||
|
33. Selimutkan ibu dan bayi dengan kain hangat
dan pasang topi dikepala bayi
|
|
||||
PENATALAKSANAAN AKTIF KALA III
|
||||||
|
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga
berjarak 5-10 cm dari vulva
|
|
||||
|
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut
ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali
pusat.
|
|
||||
|
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali
pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang –
atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri). Jika
plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
a. Jika
uterus tidak berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu.
|
|
||||
Mengeluarkan Plasenta
|
||||||
|
37. Lakukan penegangan dan dorongan
dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
menarik tali pusatmdengan arah sejajar lantai kemudian ke arah atas,
mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan (dorso-kranial)
a. Jika
tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan plasenta
b. Jika
plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
1) Beri
dosis ulang oksitoksin 10 unit IM
2) Lakukan
kateterisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh
3) Minta
keluarga untuk menyiapkan rujukan
4) Ulangi
penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5) Segera
rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
6) Bila
terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual
|
|
||||
|
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina,
lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah
yang telah disediakan
a. Jika
selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau
steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal
|
|
||||
Rangasangan Taktil (Massase) Uterus
|
||||||
|
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban
lahir, lakukan massase uterus, letakan telapak tangan di fundus dan lakukan
massase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus terba keras)
a. Lakukan
tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik
melakukan rangsangan taktil/ massase
|
|
||||
MENILAI PERDARAHAN
|
||||||
|
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu
maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta
kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
|
|
||||
|
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada dan
perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
|
|
||||
|
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan
aktif, segera lakukan penjahitan
|
|
||||
MELAKUKAN ASUHAN PASCA PERSALINAN
|
||||||
|
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan
tidak terjadi perdarahan pervaginam
|
|
||||
|
43. Beri cukup waktu untuk melakukan kontak
kulit ibu-bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)
a. Sebagian
besar akan berhasil melakukan inisiasi meyusui dini dalam waktu 30-60 menit.
Menyusui pertama biasanya berlangsung sekitar 10 sampai 15 menit. Bayi cukup
menyusu dari satu payudara
b. Biarkan
bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
|
|
||||
|
44. Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri
tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 (1 mg intramuscular) di
paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu-bayi
|
|
||||
|
45. Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B
(setelah satu jam pemberian vitamin K1) dipaha kanan anterolateral
a. Letakkan
bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa di susukan
b. Letakkan
kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam
pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu
|
|
||||
EVALUASI
|
||||||
|
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan pervaginam
a. 2-3
kali dalam 15 menit pertama pasca
persalinan
b. Setelah
15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
c. Setiap
20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
d. Jika
uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk
menatalaksana atonia uteri
|
|
||||
|
47. Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase
uterus dan menilai kontraksi
|
|
||||
|
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan
darah
|
|
||||
|
49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih
setiap 15 menit selamna 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit
selama jam kedua pascapersalinan
a. Memeriksa
temperature tubuh ibu sekali setiap
jam selam 2 jam pertama pascapersalinan
b. Melakukan
tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
|
|
||||
|
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk
memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu
tubuh normal (36,5-37,50C)
|
|
||||
KEBERSIHAN DAN KEAMANAN
|
||||||
|
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam
larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatnan
setelah di dekontaminasi
|
|
||||
|
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke
tempat yang sesuai
|
|
||||
|
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT.
Bersihkan sisa airan ketuban, lender dan darah. Bantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering
|
|
||||
|
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu
memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya
|
|
||||
|
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan
klorin 0,5%
|
|
||||
|
56. Celupkan sarung tangan kotor kedalam
larutarn klorin 0,5% balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dengan larutan
klorin 0,5% selam 10 menit
|
|
||||
|
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air
bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang
kering dan bersih
|
|
||||
DOKUMENTASI
|
||||||
|
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan
belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV
|
|
||||
DAFTAR PUSTAKA
Kuswanti Ina, Fitria
Melina. 2014.” Askeb II Persalinan”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Manuaba, Ida Bagus Gde, 1987 “Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana”. EGC:
Jakarta.
Marisa, Saswita Reni, Rohani. 2011. “Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan”. Jakarta: Salemba Medika.
Mochtar, Rustam. 1998. “Sinobsis Obstetri Fisiologi dan Patologi Jilid I”. EGC: Jakarta.
Prawirohardjo,
Sarwono. 1997. ”Ilmu Kebidanan”.
Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
Wiknjosastro, Gulardi. dkk. 2008. “Pelatihan Asuhan Persalinan Normal”. Penerbit: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan
Reproduksi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar