BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Preeklampsia merupakan suatu penyakit
yang langsung disebabkan oleh kehamilan yang hingga kini penyebabnya masih
belum diketahui dengan pasti, yang ditandai dengan hipertensi atau tekanan
darah tinggi, edema dan proteinuria yang masih merupakan sebab utama kematian
ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi (Wiknjosastro, 2006).
Preeklampsia didefinisikan sebagai gangguan
yang terjadi pada paruh kedua kehamilan dan mengalami regresi setelah kelahiran, ditandai dengan kemunculan
sedikitnya dua dari tiga tanda utama, yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria.
Demikian tingginya resiko kehamilan pada ibu dengan pre-eklampsia dapat mengancam keselamatan
bahkan dapat terjadi hal yang paling buruk yaitu kematian ibu dan bayi, maka
perlu dilakukan upaya optimal guna mencegah atau menurunkan frekuensi ibu hamil
yang beresiko tinggi terhadap pre-eklampsia serta penanganannya perlu segera
dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Sudhaberata, 2006).
Vasokonstriksi merupakan dasar dari
pathogenesis pre-eklampsia yakni menimbulkan peningkatan total perifer resisten
dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan
hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran
arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu dengan
adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan
perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Dari
kejadian 80% semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3 – 8 persen pasien
terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua. Catatan statistik
menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-eklampsia dari semua
kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravida. Faktor yang
mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Menurut World Health Organization (2008), angka kejadian pre-eklampsia di seluruh dunia berkisar
antara 0,51%-38,4%. Di negara maju, angka kejadian preeklampsia berkisar antara
5-6% dan eklampsia 0,1-0,7% (Bahri, 2009). Angka kejadian pre-eklampsia dan eklampsia di seluruh
dunia adalah 6%-8% di antara seluruh wanita hamil (Roeshadi, 2006).
Berdasarkan SDKI tahun 2012, angka
kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini sedikitnya menurun jika dibandingkan dengan tahun 1991, yaitu sebesar
390 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Target
penurunan angka kematian ibu menjadi 124 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015 tidak mudah tercapai mengingat sistem pelayanan obstetri emerjensi masih
lemah. Akhirnya yang harus diingat dari informasi diatas adalah sesungguhnya
masalah kematian ibu bukanlah masalah ibu sendiri akan tetapi merupakan
masalah internasional setiap negara seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menanggulangi
dan mencegah kematian ibu.
Penelitian Rozikhan (2007) yang
meneliti di Rumah Sakit Dr. H Soewondo Kendal, mendapatkan hasil bahwa variabel
yang mempunyai risiko terjadinya pre-eklampsia berat adalah riwayat pre-eklampsia mempunyai risiko 15-16 kali, keturunan mempunyai risiko 7-8 kali, dan paritas mempunyai risiko 4-5 kali untuk terjadi pre-eklampsia berat.
Dari hasil
penelitian Windaryani (2011) paritas sangat berpengaruh terhadap kejadian
pre-eklampsia menurut hasil presentase 57,14% yang mengalami pre-eklampsia
adalah primigravida, dan 42,85% adalah multigravida. Menurut hasil penelitian
Rozikhan (2007), diperoleh bahwa dari 5 responden wanita dengan kehamilan
kembar sebesar 3 (60,0%) mengalami pre-eklampsia berat dan yang tidak mengalami
pre-eklampsia berat hanya 2 (40,0%) sedangkan pada responden dengan kehamilan bayi tunggal yang tidak
mengalami pre-eklampsia berat yaitu 98 (98,%). Sedangkan yang mengalami pre-eklampsia
berat sebanyak 97 (97%). Ibu dengan kehamilan ganda mempunyai resiko terjadinya
pre-eklampsia berat yaitu 1-2 kali dibandingkan dengan seorang ibu dengan
kehamilan tunggal. Dari penelitian yang telah di lakukan di RSU Haji Surabaya
didapat sebanyak 30 ibu hamil ≥ trimester II yang di teliti didapatkan kejadian
tidak obesitas 1 ibu hamil (3,33%). Obesitas ringan 15 ibu hamil (50,00%),
obesitas sedang 13 ibu hamil (43,34%), obesitas berat 1 ibu hamil (3,33%).
Kejadian pre-eklampsia dengan penderita obesitas sebanyak 27 ibu hamil ≥ trimester
II (90%). Menurut Dr. Diaper Siregar, SpOG dari Jakarta mengemukakan bahwa ibu
hamil memiliki resiko menderita Diabetes
Melitus Gestational 2-5% bahkan pada populasi tinggi bisa meningkat 7-9%.
Menurut Manuaba (2008)
komplikasi ibu Diabetes Melitus meningkatkan hipertensi 10-12% gangguan
vaskuler sehingga menimbulkan pre-eklampsia.
B. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Mengetahui
secara umum mengenai fetal distress, ketuban pecah dini dan pre eklampsia berat
serta asuhan kebidanan yang tepat terhadap kasus tersebut.
2. Tujuan
Khusus
a.
Melakukan
pengkajian data subjektif fetal distress, ketuban pecah dini dan pre eklampsia
berat di ruang IGD PONEK
b.
Melakukan
pengkajian data objektif fetal distress, ketuban pecah dini dan pre eklampsia
berat di ruang IGD PONEK
c.
Melakukan
analisa data fetal distress, ketuban pecah dini dan pre eklampsia berat di
ruang IGD PONEK
d.
Melakukan
penatalaksanaan fetal distress, ketuban pecah dini dan pre eklampsia berat di
ruang IGD PONEK
C. Manfaat
1. Bagi
Rumah Sakit
Memberi
informasi kepada praktisi medis tentang karakteristik pasien sehingga praktisi
medis akan lebih cermat dan waspada dalam menangani pasien dengan fetal
distress, ketuban pecah dini dan pre eklampsia untuk mendapatkan outcome yang
optimal.
2. Bagi
Keluarga dan Pasien
Memberi
pengetahuan kepada keluarga dan pasien tentang karakteristik penyakitnya
sehingga keluarga dan pasien lebih waspada untuk selalu melakukan pemeriksaan
kehamilan secara rutin.
3. Bagi
Mahasiswa
Menjadi sarana
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama pembelajaran di
perkuliahan dan pengalaman praktik serta dapat memperkaya konsep atau teori
yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan sumber daya manusia.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Persalinan
1. Pengertian
Persalinan
Menurut
Dewi.A.h., Cristine.C.P (2010), persalinan adalah proses membuka dan menipisnya
serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal
adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan tenaga ibu, persalinan buatan dengan bantuan,
persalinan anjuran bila persalinan tidak terjadi dengan sendirinya tetapi
melalui pacuan. Persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit.
Persalinan
adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan
lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat.A.,
Sujiyatini, 2010). Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu (Helen Varney, 2007).
2. Etiologi
Persalinan
Menurut
Hidayat.A., Sujiyatini (2010) sebab terjadinya persalinan dimulai dari
penurunan kadar progesterone, teori oxytosin, peregangan otot–otot
uterus yang berlebihan (destended uterus), pengaruh janin, teori
prostaglandin. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot –
otot uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira–kira 1–2 minggu
sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15
hingga aterm meningkat. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot – otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang
dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami
degenerasi. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang
terletak dibelakang servikale. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus
dapat dibangkitkan sehingga his dapat dibangkitkan dan hasil konsepsi akan
segera dikeluarkan.
3. Tahapan
Persalinan
Tahapan persalinan menurut Dewi.A.h.,
Cristine.C.P (2010) terdiri dari 4 :
a.
Kala
I
Kala I atau kala pembukaan adalah periode
persalinan yang dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan
serviks menjadi lengkap. Berdasarkan kemajuan pembukaan maka kala I dibagi
menjadi sebagai berikut :
1)
Fase
laten, yaitu fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari 0 sampai 3 cm yang
membutuhkan waktu 8 jam.
2)
Fase
aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat, yang terbagi menjadi :
a)
Fase
akselerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm sampai 4 cm yang dicapai
dalam 2 jam.
b)
Fase dilatasi maksimal, dari pembukaan 4 cm
sampai 9 cm yang dicapai dalam 2 jam.
c)
Fase
deselerasi (fase kurangnya percepatan), dari pembukaan 9 cm sampai 10 cm selama
2 jam.
b.
Kala
II
Kala II atau kala pengeluaran adalah
periode persalinan yang dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi.
c.
Kala
III
Kala III atau kala uri adalah periode
persalinan yang dimulai dari lahinya bayi sampai dengan lahirnya plasenta.
d.
Kala
IV
Kala
IV merupakan masa 1-2 jam setelah plasenta lahir.
4. Tanda
dan Gejala Persalinan
Tanda dan
gejala persalinan menurut Hidayat. A., Sujiyatini (2010) dijelaskan sebagai
berikut :
a.
Lightening
(penurunan kepala
janin)
Lightning adalah penurunan bagian presentasi
bayi ke dalam pelvis minor, yang dirasakan kira-kira dua minggu sebelum
persalinan.
b.
Perubahan
serviks
Mendekati persalinan serviks berubah
menjadi semakin lunak dan mengalami sedikit penipisan dan kemungkinan sedikit
dilatasi. Perubahan ini diduga terjadi akibat peningkatan intensitas braxton
hicks.
c.
Persalinan
palsu
Persalinan palsu terdiri dari
kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhadap
serviks. Kontraksi ini timbul akibat adanya peningkatan kontraksi braxton
hicks yang timbul 3 atau 4 minggu sebelum persalinan.
d.
Ketuban
pecah
Ketuban pecah adalah keluarnya cairan
ketuban dari jalan lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau selaput
janin robek, yang biasanya pecah apabila pembukaan lengkap atau hampir lengkap.
e.
Blood
show (lendir di
sertai darah dari jalan lahir)
Dengan pendataran dan pembukaan,
lendir dari kanalis servikalis keluar disertai dengan sedikit darah. Perdarahan
yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin
pada bagian bawah segmen bawah rahim hingga beberapa kapiler darah terputus
f.
Lonjakan energi
Banyak
wanita mengalami lonjakan energi kurang lebih 24 jam sampai 48 jam sebelum
persalinan. Wanita merasa energik pada saat sebelum kedatangana bayi, selama
beberapa jam hingga mereka semangat melakukan berbagai aktifitas yang
sebelumnya tidak mampu mereka lakukan, akibatnya mereka memasuki masa
persalinan dalam keadaan letih.
g.
Gangguan pada pencernaan
Beberapa
wanita akan mengalami beberapa gejala menjelang persalinan, seperti : diare,
kesulitan mencerna, mual, dan muntah.
B. Gawat
Janin dalam Persalinan
1. Pengertian
Gawat Janin
Gawat janin
adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180
per menit (Nugroho, 2012). Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2
yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi
(kronik) dalam jangka waktu yang lama atau akut. Disebut gawat janin bila
ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit, denyut jantung
tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan
(Prawirohardjo, 2009). Gawat janin merupakan suatu reaksi ketika janin tidak
memperoleh oksigen yang cukup (Dewi.A.h., Cristine.C.P., 2010).
2. Penyebab
Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2009) penyebab
gawat janin sebagai berikut :
a.
Persalinan
berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang
terjadi lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada
multigravida (Nugrahaeni, 2010). Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu
menjadi Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan
cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring,
oedema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
b.
Induksi
persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu
tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu baik secara operatif maupun mesinal,
untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat
pemberian oksitosin yang berlebihan dalam persalinan mengakibatkan relaksasi
uterus tidak memberikan pengisian plasenta.
c.
Ada
perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan
gawat janin yaitu karena solusio plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu
oleh perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah
sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai akibatnya,
proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari pembentukan hematoma
desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta
yang berdekatan dengan bagian tersebut.
d.
Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya
ketuban pada partus lama dapat membahayakan ibu dan janin, karena bakteri
didalam amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius
lainnya (Prawirohadjo, 2009).
e.
Insufisiensi
plasenta
1)
Insufisiensi
uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat
berkurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat, berupa:
aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan
pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang,
perdarahan ibu karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
2)
Insufisiensi uteroplasenter
kronis
Hal
ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterus-plasenta dalam waktu
yang lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi.
f.
Kehamilan Postterm
Meningkatnya
resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter tali pusat yang
mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin pada
intrapartum, terutama bila disertai dengan oligohidramnion. Penurunan cairan
amnion biasanya terjadi ketika usia kehamilan telah melewati 42 minggu, mingkin
juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada
sindrom aspirasi mekonium.
g.
Pre Eklampsia
Menurut
Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti
sindroma distres napas. Hal tersebut dapat terjadi karena vasopasme yang
merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas kedalam lapisan otot pembuluh
darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah
dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan
menjadi gawat janin.
1) Pengertian
Pre Eklampsia
Pre-eklampsia
adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan dalam masa
nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria dan edema yang
kadang – kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukan
tanda – tanda kelainan vascular/ hipertensi sebelumnya (Rukiyah, 2010).
Pre-eklampsia
(Toksemia Gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan
proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang
terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan
(Manuaba, 2008).
2) Etiologi
Pre Eklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Secara teoritik urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi
ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala
ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklamsi.
Dari gejala tersebut timbul hipertensi dan proteinuria
merupakan gejala yang paling penting. Namun, penderita sering kali tidak
merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup
lanjut.
3) Patofisiologi
Pre Eklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat
terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan
diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada
kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi
endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme
dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal
dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan
nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap
kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac
output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis
microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim.
4) Komplikasi
Pre Eklampsia
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan
janin, usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre
eklampsia dan eklampsia.
a) Solusio plasenta
Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh
darah dapat mudah pecah, sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat
menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
b) Hipofibrinogenemia
Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah
, biasanya di bawah 100 mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus
secara berkala.
c) Hemolisis
Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena
gangguan integritas membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan
hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
d) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal pada penderita eklampsia.
e) Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f) Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan
akibat vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
g) Sindroma HELLP
Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan
tanda-tanda hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang
diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada
pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
h) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
i) Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan
fraktur karena jatuh akibat kejang - kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
j) Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra
uterin.
5) Diagnosis
Pre Eklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia
dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;
a) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai
berikut:
(1) Tekanan darah >140/90 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu
(2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/ 24 jam.
b) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai
berikut:
(1) Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu
(2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria >2+
atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/ 24 jam
(3) Atau disertai keterlibatan organ lain:
(a) Trombositopenia (<100.000 sel/ uL), hemolisis
mikroangiopati
(b) Peningkatan SGOT/ SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan
atas
(c) Sakit kepala, skotoma penglihatan
(d) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
(e) Edema paru atau gagal jantung kongestif
(f) Oliguria (<500 ml/ 24 jam), kreatinin >1,2 mg/dl
6) Manifestasi
Klinik Pre Eklampsia
a) Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah
frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium,
mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia
yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan
darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat.
b) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi;
peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat
meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain
itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.
7) Penatalaksanaan
Pre Eklampsia
Tatalaksana
umum pencegahan pre eklampsia menurut buku saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan (2013) sebagai berikut:
a) Bila
terjadi kejang, perhatikan jalan nafas, pernafasan (oksigen) dan sirkulasi
(cairan intravena)
b) MgSO4
diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tetalaksana
kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).
c) Pada
kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk ibu
segera ke faskes yang memadai.
d) Lakukan
intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila
tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
a) Lakukan
pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
pernafasan, reflek patella dan jumlah urin.
b) Bila
frekuensi pernafasan < 16 x/m atau tidak didaptkan reflex tendon patella
atau terdapat oliguria (produksi urin <0,5 ml/kgBB/jam), segera hentikan
pemberian MgSO4.
c) Jika
terjadi depresi nafas, berikan Caglukonas 1g IV (10 ml larutan 10%) bolus dalam
10 menit.
d) Selama
ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan nilai adanya
perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan penilaian awal dan
tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 gr IV perlahan
(15-20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat
kejang, dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.
3. Penilaian Klinik Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2009) tanda gejala
gawat janin dapat diketahui dengan :
a.
DJJ Abnormal
Dibawah
ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah sebagai berikut :
1)
Denyut jantung janin irreguller
dalam persalinan sangat bervariasi dan dapat kembali setelah beberapa watu.
Bila DJJ tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini menunjukan adanya
hipoksia.
2)
Bradikardi yang terjadi
diluar saat kontraksi, atau tidak menghilang setelah kontraksi menunjukan
adanya gawat janin.
3)
Takhikardi dapat merupakan
reaksi terhadap adanya :
a)
Demam pada ibu
b)
Obat-obat yang menyebabkan
takhikardi (misal: obat tokolitik)
Denyut
jantung janin abnormal dapat disebut juga dengan fetal distress. Fetal
distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut dan fetal
distress kronis. Menurut Marmi (2010)
dibawah ini dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhinya.
1) Faktor yang mempengaruhi fetal
distress akut
a) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama
dan kuat adalah abnormal dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat
mempengaruhi sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan
hipoksia uterus.
b) Kompresi tali pusat
Kompresi tali pusat akan mengganggu
sirkulasi darah fetus dan dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat
tertekan pada prolapsus, lilitan talu pusat.
c) Kondisi tali pusat
Plasenta terlepas, terjadi solusio
plasenta. Hal ini berhubungan dengan kelainan fetus.
d) Depresi pusat pada sistem pernafasan
Depresi sistem pernafasan pada bayi
baru lahir sebagai akibat pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan
perlukaan pada proses kelahiran menyebabkan hipoksia.
2) Faktor yang mempengaruhi fetal
distress kronis
Fetal distress kronis berhubungan
dengan faktor sosial yang kompleks.
a)
Status
sosial ekonomi rendah
Hal ini berhubungan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas. Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran
kekurangan penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan, nutrisi, kesehtan
fisik dan psikis.
b)
Umur
maternal
Umur ibu yangg sangat muda dan tua
lebih dari 35 tahun merupakan umur resiko tinggi.
c)
Merokok
Nikotin dapat menyebabkan
vasokontriksi, dan menyebabkan penurunan aliran darah uterus dimana
karbonmonoksida mengurangi transport oksigen. Angka mortalitas perinatal
maningkat.
d)
Penyalah
gunaan obat terlarang
Penyalah gunaan obat terlarang dalam
kehamilan berhubungan dengan banyak komplikasi meliputi IUGR, hipoksia dan
persalinan preterm yang semuanya meningkatkan resiko kematian perinatal.
e)
Riwayat
obstetrik yang buruk
Riwayat abortus sebelumnya, persalinan
preterm atau lahir mati berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam
kehamilan ini.
f)
Penyakit maternal
Kondisi
yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat mempengaruhi sistem
sirkulasi maternal dan menyebabkan insufisiensi aliran darah dalam uterus
seperti: Hipertensi yang diinduksi kehamilan, hipertensi kronik, diabetes,
penyakit ginjal kronis. Sedangakan faktor yang mempengaruhi penurunan oksigenasi
arteri maternal seperti: penyakit skle sel, anemia berat (Hb kurang dari 9% dl
atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit jantung, epilepsi (jika tidak
terkontrol dengan baik), infeksi maternal berat.
Kondisi
tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post matur, perdarahan antepartum yang
dapat mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus.
g)
Kondisi plasenta
Kondisi
tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur, perdarahan antepartum yang
dapat mengakibatkan resiko hipoksia intra uterin. Resiko ini mengakibatkan
pengurangan suplai oksigen ke fetus.
h)
Kondisi fetal
Malformasi
konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan incompatibilitas resus yang
meningkatkan resiko hipoksia intra uterin. Resiko ini meningkat pada kehamilan
ganda.
i) Faktor resiko intra partum
Selama persalinan faktor yang
berhubungan dengan peningkatan resiko fetal distress, yaitu: malpresentasi
seperti presentasi bokong, kelahiran dengan forcep, SC, sedatif atau analgetik
yang berlebihan, komplikasi anastesi (meliputi: hipotensi dan hipoksia), partum
presipitatus atau partus lama.
3) Deteksi fetus melalui pemeriksaan
antenatal
Pemeriksaan
yang digukankan untuk mendeteksi fetus meliputi:
a) USG untuk menilai pertumbuhan fetus
b) Profil biofisikal
Pemeriksaan fisik pada fetus
menggunakan USG parameter yang digunakan untuk menilai meliputi: gerakan
pernafasan fetus, gerakan fetus, tonus fetusindeks cairan amnion dan NST.
c) Non Stress Tes (NST)
Eksternal kardiotokograf (CTG),
Kriteria yang seharusnya diamati meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut
jantung janin, mengalami penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit, menetap
sedikitnya 15 detik dalam 20 menit.
d)
Doppler
Menurut
Marmi (2010) tanda fetal distress dalam persalinan, sebagai berikut :
(1) Denyut
jantung
a.
Takikardi diatas 160 kali
perdetik atau brakikardi dibawah 120 kali perdetik.
b.
Deselerasi dini
Ketika
denyut jantung turun lebih dari 15 kali permenit pada saat kontraksi, kontraksi
deselarasi menggambarkan kontraksi dan biasanya dianggap masalah serius.
c.
Deselerasi yang berubah-ubah
Deselerasi
yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan Ini dapat terjadi pada awal
atau akhir penurunan denyut jantung dan bentuknya tidak sama. Hubungan antar
peningkatan asidosis fetus dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya
abnormalitas denyut jantung janin.
d.
Deselerasi lambat
Penurunan
denyut jantung janin menunjukan tingkat deselerasi paling rendah tetapi
menunjukan kontraksi pada saat tingkat yang paling tinggi. Deselerasi yang
lambat menyebabkan penurunan aliran darah fetus dan pengurangan transfer
oksigen selama kontraksi. Penurunan tersebut mempengaruhi oksigenasi serebral
fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas denyut jantung
janin harus dipikirkan untuk ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus.
e.
Tidak adanya denyut jantung
Ini
mungkin disebabkan oleh karena hipoksia kronis atau berat dimana sistem syaraf
otonom tidak dapat merespon stress.
(2) Mekonium
Cairan
amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa air ketuban jumlahnya sedikit.
Kondisi ini mengharuskan adanya intervensi. Intervensi ini tidak perlu
dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa tanda kegawatan lainnya, atau pada
fase akhir suatu persalinan letak bokong.
4.
Penanganan
Gawat Janin pada Persalinan
Menurut Prawirohardjo (2009) penanganan gawat
janin saat persalinan adalah sebagai berikut :
a. Cara
pemantauan
1. Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ
selama persalinan :
a) Setiap 15 menit kala I
b) Setiap setelah his kala II
c) Hitung selama satu menit setelah his
selesai
2. Kasus resiko tinggi – gunakan
pemantauan DJJ elektronik secara berkesinambungan
3. Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH
darah janin disediakan
b. Interpretasi data dan pengelolaan
1) Untuk memperbaiki aliran darah uterus:
pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
2) Hentikan infus oksitosin (jika sedang
diberikan)
3) Berikan oksigen 6-8 L/menit
4) Untuk memperbaiki hipotensi ibu
(setelah pemberian anastesi epidural) segera berikan infus 1 L infus RL
5) Kecepatan infus cairan-cairan
intravaskular hendaknya dinaikkan untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri
uterina.
c. Untuk memperbaiki aliran darah umbilicus
1)
Pasien
dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta.
2) Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
3) Perlu
kehadirkan dokter spesialis anak
Biasanya resusitasi
intrauterin tersebut diatas dilakukan selama 20 menit.
4) Tergantung
terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat pervaginam atau
perabdominal.
5.
Pathway Gawat Janin
dalam Persalinan
Sumber: Sarwono Prawirohardjo,
2009
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. R USIA 25 TAHUN G2P0A1
UK 39 MINGGU 3 HARI INPARTU KALA I FASE LATEN DENGAN FETAL
DISTRESS, PRE EKLAMPSIA BERAT (PEB)
DAN SUSPECT KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI
RUANG IGD PONEK
Hari/ Tanggal Pengkajian : Selasa/ 18 Juli 2017
Tempat Pengkajian : Ruang IGD PONEK
Waktu : 18.35 WITA
No. RM : 353621
A. Subjektif
Data
1.
Identitas
Nama
Ibu : Ny.
R_____ Nama
Suami : Tn.
A
Umur : 25
Tahun__ Umur : 35
Tahun
Suku : Banjar_____ Suku : Banjar
Agama : Islam______ Agama : Islam
Pendidikan : SMA______ Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT_______ Pekerjaan : Swasta
Alamat
: Desa Pemakuan Alamat : Desa
Pemakuan
RT. 5 Sungai Tabuk RT. 5 Sungai
Tabuk
2.
Anamnese
Alasan
kunjungan saat ini: Ibu dirujuk dengan didampingi Bidan
Keluhan: Ibu
mengatakan keluar lendir darah pervaginam dan keluar air banyak pukul 16.00
Wita, pusing (-), nyeri ulu hati (-), mual muntah (-), pandangan kabur (-)
Riwayat
obstetri dan ginekologi :
a.
Riwayat menstruasi
HPHT: 15 – 10 – 2016, TP: 22 – 07 – 2017, UK: 39 Minggu 3
Hari
Lamanya : +
5 hari
Banyaknya : 2 – 3
kali pembalut
Siklus : 28
hari
Menarche : 13
tahun
Teratur/ tidak : Teratur
Dismenorrhea : Tidak ada
Konsistensi__________ : Cair
b.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Anak
ke
|
Kehamilan
|
Persalinan
|
Nifas
|
Anak
|
||||||||
No
|
Thn
|
Umur
|
Penyulit
|
Jenis
|
Penolong
|
Penyulit
|
Laserasi
|
Infeksi
|
Perda-rahan
|
L/P
|
BB
|
PB
|
1
|
2015
|
8 mg
|
Abortus
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Hamil ini
|
c.
Riwayat kehamilan saat ini/ sekarang
G2 P0 A1
Jumlah kunjungan ANC : 5
kali selama hamil
Tempat kunjungan : Posyandu
Diperiksa oleh : Bidan
Imunisasi TT 1 : Tahun
2015
Imunisasi TT 2 : Belum
Pemberian obat-obatan selama kehamilan : Tablet Fe
Gerakan anak pertama kali dirasakan : UK 20 Minggu
Gerakan anak dalam 24 jam terakhir : + 12 kali
d.
Riwayat KB
Menjadi akseptor KB : Ya
Jenis kontrasepsi yang digunakan : Pil
Lamanya : 8
Bulan
Masalah yang dialami : Tidak
ada
e.
Riwayat kesehatan
Penyakit yang pernah dialami ibu : Tidak ada
Pengobatan yang didapat : Tidak
ada
Riwayat
penyakit keluarga
DM : Tidak ada
Jantung : Tidak ada
Hipertensi : Tidak ada
Lainnya : Tidak ada
B. Objektif
Data
1.
Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan umum : Baik
b.
Kesadaran : Compos Mentis
c.
Status emosional : Stabil
d.
Antropometri
1)
TB : 140 cm
2)
BB
Sebelum hamil : 45 kg
Selama hamil : 51 kg
3)
Lila : 25 cm
e.
Tanda-tanda vital
1)
Tekanan darah : 150/110 mmHg
2)
Nadi : 86 x/m
3)
Pernafasan : 20 x/m
4)
Suhu : 36,2 0C
f.
Kepala
1)
Mata
Konjungtiva : Tidak tampak anemis
Sklera : Tidak tampak ikterik
2)
Muka : Tidak tampak oedema
3)
Mulut
Mukosa mulut : Basah, tidak ada stomatitis
Lidah : Bersih
g.
Leher
1)
Tonsil : Tidak ada pembesaran, pembengkakan
2)
Faring : Tidak ada pembesaran, pembengkakan
3)
Vena jugularis : Tidak ada pembesaran, pembengkakan
4)
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran, pembengkakan
5)
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran, pembengkakan
h.
Dada
1)
Bentuk : Simteris
2)
Retraksi : Tidak ada retraksi
3)
Mammae : Simetris, tidak ada massa
4)
Areola Mammae : Hiperpigmentasi
5)
Papilla Mammae : Menonjol
6)
Puting : Menonjol
7)
Kolostrum : +
i.
Abdomen
1)
Luka operasi : Tidak ada bekas luka operasi
2)
Palpasi
Leopold I : 3 jari dibawah procesus xiphoideus, teraba lunak, setengah bulat,
tidak melenting (bokong)
Leopold II : Bagian kiri perut ibu teraba keras dan memanjang (punggung kiri)
Bagian
kanan perut ibu teraba bagian terkecil janin (ekstermitas)
Leopold III : Bagian bawah perut ibu teraba keras, bulat dan melenting (kepala)
Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen)
TFU : 34 cm
TBJ : (34-11) x 155 = 3,565 gram
Auskultasi DJJ : Punctum
maksimum kuadran kiri bawah 170 x/m
j.
Punggung
Posisi : Lordosis
k.
Genitourinaria
1)
Perineum : Utuh
2)
Varises : Tidak ada varises
3)
Kemerahan : Tidak kemerahan
4)
Bekas luka parut : Tidak ada bekas luka parut
l.
Ekstermitas
1)
Turgor : Baik
2)
Warna kulit : Kuning langsat
3)
Oedema :
Tidak tampak oedema
2.
Pemeriksaan keadaan persalinan sekarang
a.
His
1)
Kontraksi : Baik
2)
Frekuensi : 2 x dalam 10 menit
3)
Durasi : 25 detik
4)
Kekuatan : Kuat dan teratur
b.
Pengeluaran pervaginam
1)
Darah lendir : Ada
2)
Air ketuban : Ada merembes warna hijau (bercampur mekonium)
c.
Pemeriksaan dalam
VT: Ø 2 cm, portio tipis, ketuban (-) merembes, pres-kep
hodge I.
3. Data
penunjang
a.
Laboratorium : Protein Urin (+++)
b.
Kertas Lakmus : Ada perubahan warna pada kertas lakmus merah menjadi
biru (+)
C. Analisa
Data
Diagnosa Kebidanan : G2P0A1
Usia Kehamilan 39 Minggu 3 Hari Inpartu Kala I Fase Laten dengan Fetal Distress + PEB + Suspect KPD
Masalah : Tinggi
Badan < 145 cm dan Riwayat Abortus 1 x
Kebutuhan : KIE dan
kolaborasi dengan dokter Sp.OG
D. Penatalaksanaan
1.
Membangun
hubungan baik antara ibu dan bidan dengan cara menyambut dan menyapa ibu dengan
ramah dan hangat
“Antara ibu dan bidan sudah terjalin hubungan
baik”
2.
Memberitahu
kepada keluarga dan pasien hasil pemeriksaan yaitu tekanan
darah 150/110 mmHg, nadi 86 x/m,
pernafasan 20 x/m, suhu 36,2 0C, DJJ 170 x/m,
TBJ 3,565 gram, pembukaan Ø 2 cm, portio tipis, ketuban (-) merembes bercampur
mekonium, protein urin (+++), kertas lakmus (+)
“Keluarga dan pasien mengetahui hasil
pemeriksaan”
3. Menganjurkan
ibu untuk makan dan minum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dengan cara
makan dan minum agar ibu mempunyai tenaga untuk mengedan saat proses persalinan
”Ibu mengerti dan bersedia mengikuti
anjuran yang telah diberikan”
4. Mengajarkan
ibu teknik relaksasi ketika ada kontraksi atau kencang-kencang dengan cara
menarik nafas panjang kemudian dihembuskan secara perlahan lewat mulut
”Ibu mengerti dan bersedia mengikuti
ajaran yang telah diberikan”
5. Melakukan
KIE terhadap ibu dan keluarga tentang keadaan ibu dan bayi saat ini.
Menjelaskan kepada ibu bahwa sekarang ibu mengalami PEB (Pre Eklampsia Berat)
yaitu adanya peningkatan tekanan darah tinggi >160/110 mmHg yang
disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) >2+ atau
edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir
minggu pertama setelah persalinan, preeklamsia dapat
menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan
hipoksia pada janin yang akan menjadi gawat pada janin yang ditandai dengan DJJ
yang abnormal < 120 x/m
atau >160 x/m,
air ketuban yang bercampur mekonium dan gerakan janin < 10 x dalam 12
jam sehingga menyebabkan fetal distres bahkan kematian pada janin dan pada ibu
bisa terjadi kejang jika tidak segera ditangani secepat mungkin,
sedangkan KPD yaitu keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
dimulainya proses persalinan atau sebelum pembukaan 4 cm (fase aktif) yang akan
berpengaruh kepada ibu dan bayi. Pada ibu dapat terjadi infeksi intra uterin
sehingga ibu perlu menjaga kebersihan diri dan organ genetalia untuk
meminimalisir terjadi infeksi dan menjelaskan kemungkinan dapat terjadi
asfiksia pada bayi sehingga bayi tidak segera menangis saat lahir. Selain itu
ibu berisiko tinggi untuk melahirkan secara normal pervaginam karena beberapa
faktor yang tidak mendukung seperti dari tinggi badan ibu < 145 cm, riwayat
kehamilan yang lalu abortus (keguguran), tekanan darah tinggi.
“Ibu dan keluarga dapat mengerti dan
paham penjelasan dari Bidan”
6. Memberikan
motivasi dan dukungan emosional kepada ibu dan keluarganya
”Ibu dan keluarga dapat menerima
kondisi saat ini”
7. Melakukan
kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk melakukan tindakan selanjutnya dengan
pemberian terapi yaitu:
a.
Pemberian O2 2 Lpm
b.
Mengatur posisi ibu menjadi miring
450 untuk memperbaiki sirkulasi aliran darah atau suplai oksigen ke
janin
c.
Pemasangan Infus RL 20 TPM (rujukan
Bidan)
d.
Pemberian antibiotic Ceftriaxone 1
gr + Aquades 10 cc, sebelumnya melakukan skin test terlebih daulu secara IC (Intra
Cutan) dengan hasilnya negatif (tidak alergi), kemudian setelah itu memasukan
antibiotic Ceftriaxone 1 gr + Aquades 10 cc secara IV (Intra Vena) (Pukul 19.15
Wita)
e.
Memasang DC
f.
Injeksi MgSO4 40% 5 cc +
Aquades 5 cc secara IV bolus 5 menit (2 kali pemberian pukul 19.26 Wita dan
19.30 Wita)
g.
Drip MgSO4 40% di dalam
infuse RL dengan tetesan infuse 28 Tpm (Pukul 19.35 Wita)
“Kolaborasi dan pemberian terapi
sesuai advis dokter telah dilakukan”
8.
Melakukan pemantauan kondisi ibu dan
janin melalui observasi His dan DJJ setiap 30 menit
“Evaluasi frekuensi His 2 X 10’
durasi 25 - 30” dan DJJ 170 x/m serta masih tetap diberikan O2 2 Lpm telah
dilakukan”
9.
Melakukan pendokumentasian dengan
metode SOAP
“Pendokumentasian sudah dilakukan”
10. Mengantar
pasien ke ruang VK untuk mendapatkan penanganan, terapi dan tindakan
selanjutnya
“Pasien telah diantar ke ruang VK
bersalin”
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pengkajian data dilakukan pada hari selasa, 18 Juli 2017
di ruang IGD PONEK, pasien datang
bersama keluarga, suami dan Bidan yang merujuk pada pukul 18.30 Wita, dan mulai
dilakukan pengkajian pada pukul 18.35 Wita, setelah itu keluarga pasien
mendaftarkan pasien ke bagian rekam medik dan telah terdaftar.
Pengkajian data subjektif ibu mengatakan lahir pada
tanggal 03 Mei 1992 sekarang usianya 25 tahun, alamat rumah di desa pemakuan
RT. 5 Sungai Tabuk. Alasan kunjungan saat ini karena di rujuk bidan dengan
diagnose G2P0A1 Hamil 41 Minggu dengan KPD +
Anemia Ringan + Bayi Besar, tindakan yang sudah diberikan bidan berupa Infus
RL, O2 2 Lpm dan PCT 1 Tab. Saat dianamnesa ibu mengeluh keluar
lendir darah pervaginam disertai keluar air-air banyak pukul 16.00 Wita, tidak
disertai pusing, nyeri ulu hati, mual muntah dan pandangan kabur. Ibu
mengatakan HPHT 15-10-2016, TP 22-07-2017. Riwayat menstruasi ibu teratur dan
tidak ada masalah/ kelainan. Riwayat kehamilan hamil yang pertama ibu mengalami
keguguran pada saat usia kehamilan 2 bulan tahun 2015, saat ini hamil yang
kedua ibu rutin periksa dengan bidan di posyandu dan rutin meminum tablet Fe.
Riwayat KB ibu pernah menjadi akseptor KB jenis kontrasepsi yang dipakai adalah
pil selama 8 bulan dan tidak ada masalah selama menggunakan KB Pil. Riwayat
kesehatan ibu saat ini ibu tidak pernah mengalami penyakit dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada yang mengalami diabetes melitus, jantung,
hipertensi dan lainnya.
Pengkajian data objektif didapatkan keadaan umum ibu
baik, kesadaran compos mentis, TB diawal pemeriksaan kehamilan 140 cm, BB
sebelum hamil 45 kg dan selama hamil 51 kg, LILA 25 cm, tanda-tanda vital: TD 150/110
mmHg, N 86 x/m, P 20 x/m,
Suhu 36,2 0C, pemeriksaan fisik kepala, leher, dada, punggung,
genitourinaria dan ekstermitas tidak ada kelainan, kemudian dilakukan palpasi
abdomen TFU 34 cm, 3 jari dibawah px, PU-KI, pres-kep, divergen, TBJ: 3,565
gram dan Auskultasi DJJ 170 x/m. Hasil pemeriksaan dalam VT:
Ø 2 cm, portio tipis, ketuban (-) merembes bercampur mekonium, pres-kep hodge
I. Data penunjang pemeriksaan laboratorium: protein urin (+++), kertas lakmus
(+).
Analisa data yang dilakukan berupa data subjektif dan
objektif dengan diagnosa kebidanan G2P0A1
Usia Kehamilan 39 Minggu 3 Hari Inpartu Kala I Fase Laten dengan Fetal Distress + PEB + Suspect KPD.
Masalah Tinggi Badan < 145 cm dan Riwayat Abortus 1 x. Kebutuhan KIE dan kolaborasi dengan dokter Sp.OG.
Penatalaksanaan yang dilakukan membangun hubungan baik
antara ibu dan bidan dengan cara menyambut dan menyapa ibu dengan ramah dan
hangat, memberitahu kepada keluarga dan pasien hasil pemeriksaan yaitu
tekanan darah 150/110 mmHg, nadi 86 x/m,
pernafasan 20 x/m, suhu 36,2 0C, DJJ 170 x/m,
TBJ 3,565 gram, pembukaan Ø 2 cm, portio tipis, ketuban (-) merembes bercampur
mekonium, protein urin (+++), kertas lakmus (+), menganjurkan
ibu untuk makan dan minum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dengan cara
makan dan minum agar ibu mempunyai tenaga untuk mengedan saat proses persalinan,
mengajarkan ibu teknik relaksasi ketika ada kontraksi atau kencang-kencang
dengan cara menarik nafas panjang kemudian dihembuskan secara perlahan lewat
mulut, melakukan KIE terhadap ibu dan keluarga tentang keadaan ibu dan bayi
saat ini menjelaskan kepada ibu bahwa sekarang ibu mengalami PEB (Pre Eklampsia
Berat) dan KPD (Ketuban Pecah Dini) sehingga menyebabkan fetal distres
bahkan kematian pada janin jika tidak segera ditangani secepat mungkin,
memberikan motivasi dan dukungan emosional kepada ibu dan
keluarganya, melakukan
kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk melakukan tindakan selanjutnya dengan
pemberian terapi yaitu pemberian O2 2 Lpm, mengatur posisi ibu
menjadi miring 450 untuk memperbaiki sirkulasi aliran darah atau
suplai oksigen ke janin, pemasangan Infus RL 20 TPM (rujukan Bidan), pemberian
antibiotic Ceftriaxone 1 gr + Aquades 10 cc, sebelumnya melakukan skin test
terlebih daulu secara IC (Intra Cutan) dengan hasilnya negatif (tidak alergi),
kemudian setelah itu memasukan antibiotic Ceftriaxone 1 gr + Aquades 10 cc
secara IV (Intra Vena) (Pukul 19.15 Wita), memasang DC, melakukan njeksi MgSO4
40% 5 cc + Aquades 5 cc secara IV bolus 5 menit (2 kali pemberian pukul 19.26
Wita dan 19.30 Wita), dan drip MgSO4 40% di dalam infuse RL dengan
tetesan infuse 28 Tpm (Pukul 19.35 Wita), melakukan pemantauan kondisi ibu dan
janin melalui observasi His dan DJJ setiap 30 menit, melakukan pendokumentasian
dengan metode SOAP dan mengantar pasien ke ruang VK untuk mendapatkan
penanganan, terapi dan tindakan selanjutnya.
Dari tinjauan
kasus yang dilakukan ibu didiagnosa mengalami G2P0A1 Usia Kehamilan 39
Minggu 3 Hari Inpartu Kala I Fase Laten dengan Fetal Distress + PEB + Suspect KPD. Setelah dilakukan pemeriksaan
DJJ di punctum maksimum kuadran kiri bawah 170 x/m hal ini sejalan dengan teori
Prawirohardjo (2009) yang mengatakan bahwa gawat janin bila ditemukan denyut
jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit, denyut jantung tidak
teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan. Hasil
pemeriksaan yang didapatkan TD 150/110
mmHg dan protein urin
(+++). Hal ini sejalan dengan buku saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan (2013) bahwa dikatakan Ppreeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai
berikut Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20
minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria >2+ atau
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/ 24 jam. Kemudian hal ini juga didukung dengan
teori Prawirohardjo (2007) bahwa preeklamsia dapat
menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal tersebut dapat
terjadi karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas
kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan
dan menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan
hipoksia pada janin yang akan menjadi gawat janin. Tindakan yang diberikan
untuk penanganan PEB sesuai advis dokter Sp.OG adalah pemberian MgSO4
40% 5 cc + Aquades 5 cc (2 kali pemberian pukul 19.26 Wita dan 19.30 Wita
kemudian Drip MgSO4 40% (Pukul 19.35 Wita) hal
ini telah sesuai dengan buku saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan (2013) yakni dengan cara
pemberian dosis awal ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4
40%) dan larutkan dengan 10 ml aquades. Berikan larutan tersebut secara
perlahan IV selama 20 menit. Selanjutnya hasil pemeriksaan pada KPD tidak
sejalan dengan dengan buku saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan (2013) yang menyebutkan bahwa dikatakan KPD adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda
inpartu, sedangkan pada hasil pemeriksaan sudah ada tanda inpartu seperti
adanya pembukaan serviks dan keluar lendiri darah serta his yang kuat dan
teratur.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persalinan adalah proses membuka dan
menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan tenaga ibu, sebab terjadinya
persalinan dimulai dari penurunan kadar progesterone, teori oxytosin,
peregangan otot–otot uterus yang berlebihan (destended uterus), pengaruh
janin, teori prostaglandin. Tahapan persalinan dimulai dari Kala I – IV
ditandai tanda gejala seperti penurunan
kepala janin, perubahan serviks, ketuban pecah, blood show (lendir di
sertai darah dari jalan lahir) dll.
Gawat janin dalam persalinan adalah
jika DJJ kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180 per menit, ada banyak
penyebab gawat janin salah satunya adalah pre eklampsia yang bisa membuat sindroma
distres napas atau dengan kata lain bisa menyebabkan aliran darah dalam
plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan
menjadi gawat janin. Penilaian klinik gawat janin dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan DJJ menggunakan doppler jika DJJ takikardi diatas 160
kali perdetik atau brakikardi dibawah 120 kali perdetik maka DJJ abnormal atau
bisa disebut janin mengalami fetal distress.
B. Saran
1.
Bagi Rumah Sakit
Diharapkan
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dapat diwujudkan melalui
peningkatan keterampilan, pengetahuan untuk menurunkan
angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak serta
motivasi kerja staf, dokter, perawat dan bidan, yang memberikan kepuasan pada
pasien, kemudian mempertahankan kenyamanan pasien rawat inap, keramahan dalam
melayani pasien serta kedisiplinan dalam bekerja. Karena baik buruknya citra
rumah sakit sebagian besar dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas
kesehatan dalam melayani kebutuhan pasien dan keluarga.
2.
Bagi Keluarga dan Pasien
Setiap ibu hamil hendaknya melakukan
kunjungan antenatal selama periode antenatal untuk mencegah komplikasi
kehamilan secara dini.
3.
Bagi Mahasiswa
Sangat
berguna untuk menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian serta sebagai
bahan untuk menerapkan berbagai teori konsep tentang masalah kehamilan
khususnya kejadian pre-eklampsia yang telah didapatkan selama kuliah.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi. A.h., Cristine. C.P. 2010. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta: Nuha Medika
Hidayat, Asri dan Sujiyatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2013. Pelayanan Kesehatan Ibu Di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2014. Survei Deemografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Manuaba, C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi Sosial
untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Marmi. 2010. Asuhan Kebidanan Patologis. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Nugrahaeni, Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Nugroho. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Roeshadi, H. 2006. Upaya
Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada Penderita Preeklampsia
dan Eklampsia. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
Rozikhan. 2007. Faktor–Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklampsia Berat di Rumah Sakit dr.
H. Soewondo Kendal
Rukiyah. Ai. Yeyeh.
2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologis
Kebidanan). Jakarta : CV Trans Info Medika
Saifudin, Abdul
Bahri. 2009. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: JHPIEGO
Sudhaberata. K. 2006. Profil Penderita
Pre-Eklampsia dan
Eklampsia Di RSU Tarakan Kalimantan Timur.
Varney, Hellen, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Vol.2 Edisi 4. Jakarta: EGC
Wardayanti dan Sulastri. 2007. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Pre-Eklampsia di RSUD dr. Moewardi Surakarta
Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu
Kebidanan. Jakarta; Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar