expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Ngiklan

Senin, 04 Maret 2019

DASAR TEORI IMUNISASI


DASAR TEORI
IMUNISASI

A.    Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, TBC , dan lain sebagainya.
Program imunisasi berhasil menekan morbiditas dan mortalitas tujuh penyakit di Indonesia (tuberculosis, polio, difteri, tetanus, pertusis, campak, dan hepatitis B), meskipun untuk eradikasi, eliminasi atau reduksi dari penyakit-penyakit ini masih diperlukan keras dan cerdas. Hal ini disampaikan oleh Mentri kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Setyaningsih, MPH, Dr. PH, dalam pertemuan koordinasi dalam Rangka Persiapan Tahun 2012 sebagai tahun intensifikasi imunisasi rutin dan kampanye imunisasi tambahan campak dan polio 2011 di 17 provinsi.
Kementrian kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa atau kelurahan mencapai 100 % UCI (Universal Child Immunization) atau 90 % dari seluruh bayi didesa atau kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT+Hb, Polio dan campak. Pencapaian UCI desa atau kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6%. Hal ini disebabkan antara lain karena kurang perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik rutin maupun tambahan, dan tidak tersedianya  fasilitas dan infrastruktur yang adekuat selain itu juga kurangnya koordinasi lintas sector termasuk pelayanan kesehatan swasta, kurang sumber daya yang memadai serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi.

B.     Tujuan Imunisasi
1.      Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang     
2.      Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi

C.    Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi
1.      Status Imun Penjamu: Individu yang mendapat obat imunosupresan, atau menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan, juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi, bahkan adanya defisiensi imun merupakan indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut.
2.      Genetik
3.      Kualitas vaksin di antaranya :
a.       Cara pemberian
b.      Dosis vaksin
c.       Frekuensi Pemberian
d.      Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
e.       Jenis Vaksin

D.  Jenis – Jenis Imunisasi
Ada dua jenis kekebalan yang bekerjapada tubuh bayi atau anak:
Imunisasi aktif adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu.
a.       Imunisasi aktif alamiah adalah dimana kekebalan akan dibuat sendiri oleh tubuh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit, misalnya campak, jika pernah sakit campak, maka tidak akan terserang kembali.
b.       Imunisasi aktif buatan adalah dimana kekebalan dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin yaitu hepatitis B, BCG, DPT/Hep B kombo, dan polio.

2.      Imunisasi pasif (passive immunization)
Imunisasi pasif adalah tubuh anak tidak membuat zat antibody sendiri tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolakan, sehingga prosesnya cepat tetapi tidak bertahan lama karena akan di metabolisme oleh tubuh
Imunisasi pasif dibagi menjadi dua macam:
a.       Imunisasi pasif alamiah atau bawaan, yaitu terdapat pada, bayi baru lahir sampai berumur 5 bulan. Bayi mendapatkan zat antibody dari ibu sewaktu didalam kandungan, yaitu melalui jalan darah menembus plasenta, yaitu campak.
b.    Imunisasi pasif buatan, yaitu dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapatkan suntikan zat penolakan, misalnya ATS.

E.  Jenis – Jenis Vaksin
Jenis vaksin yang digunakan di Indonesia banyak macamnya akan tetapi pada dasarnya vaksin dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1.      Vaksin live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
Vaksin live attenuated diproduksi dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit di laboratorium. Mikroorganisme vaksin yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.
Vaksin live attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Vaksin live attenuated yang tersedia saat ini adalah :
a.       Vaksin yang berasal dari virus hidup. Contoh : vaksin campak, gondong, rubella, polio OPV (Oral Pholio Vaksin), demam kuning.
b.      Vaksin yang berasal dari bakteri. Contoh :BCG dan demam tifoid oral.
2.      Vaksin inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia (biasanya formalin). Karena vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat reflikasi maka seluruh dosis antigen yang dibutuhkan dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik.
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
a.       Seluruh sel virus inactivated, contoh : influenza, polio IPV (Injectable / inactivated Polio Vaksin), rabies, hepatitis A.
b.      Seluruh bakteri inactivated, contoh : pertusis, tifoid, kolera.
c.       Vaksin fraksional yang masuk sub unit, contoh : hepatitis B, influenza, pertusis aceluler, tifoid.

F.  Imunisasi Dasar
Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) adalah program yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan bayi di Indonesia. Imunisasi ini diberikan mulai dari bayi baru lahir (hepatitis B) sampai berumur 9 bulan (campak).LIL ini sendiri terdiri dari imunisasi HB, BCG, DPT, Polio dan Campak.
1.      Imunisasi BCG (Bacille Calmette Guerin)
a.       Deskripsi
Imunisasi BCG adalah vaksinasi hidup yang diberikan pada bayi untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. BCG berasal dari strain bovinum M. Tuberculosis oleh Calmette dan Guerin yang mengandung sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M. tuberculosis yang hidup, karenanya bisa berkembang biak dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus anti body seumur hidup.
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC).
Gambar 1. Penyakit TBC
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru.Menular melalui dahak penderita.Pada orang sehat, penyakit ini tidak menimbukan gejala.Gejala bagi yang terserang, adalah batuk, nyeri dada, lemah, kehilangan berat badan dan demam malam hari.
b.      Indikasi
Rekomendasi yang diberikan untuk Imunisasi BCG, yaitu :
1)      BCG diberikan pada bayi usia 0-11 bulan, waktu yang tepat 0-2 bulan.
2)      BCG sebaiknya diberikan pada anak dengan uji Mantoux (tuberculin) negative.
3)      Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB dengan BTA(+3) sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila kontaknya sudah tenang dapat diberi BCG
c.       Kemasan
Gambar 2 Vaksin BCG dan pelarutnya
Imunisasi BCG terdiri dari vaksin BCG dengan kemasan ampul dan pelarutnya yang memiliki kemasan ampul pula. Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%.
d.      Cara Pemberian dan Dosis
BCG diberikan 1 kali sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai umur 11 bulan untuk batasan dilakukannya tes mantoux, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum anak berumur 2-11 bulan, dengan dosis 0,05 ml.
                  Gambar 3.Daerah Penyuntikan    Gambar 5. Tanda Imunisasi Berhasil
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada otot deltoid kananatas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL.
e.       Efek Samping
Reaksi yang mungkin terjadi:
1)      Reaksi lokal: 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.
2)      Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1)      Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
2)      Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
f.       Kontra Indikasi
Vaksinasi sebaiknya ditunda dulu apabila anak demam tinggi atau sedang menderita penyakit yang berat (misalnya sampai perlu perawatan di rumah sakit).Alangkah baiknya bila melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada yang lebih ahli sebelum melakukan vaksinasi.
Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan imunodefisiensi misalnya HIV, gizi buruk, dan lain-lain
g.      Prosedur Penyimpanan
Suhu Penyimpanan vaksin BCG ini adalah 2-80C dan vaksin BCG hanya boleh digunakan 3 jam setelah dilarutkan.
h.      Test Mantoux
Test mantoux adalah  suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC. Tes mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri.

Gambar 1.Tuberkulin PPD RT 23 (2 TU)
Tuberkulin PPD RT 23 (2 TU) adalah turunan protein yang dimurnikan, dihasilkan dari kultur tujuh strain bakteri Mycobacterium tuberculosis.  Berupa larutan jernih, tidak berwarna  sampai kuning muda. Satu dosis (0,1ml) mengandung kekuatan 2 TU (Tuberculin Units), yang setara dengan 0,04 μg Tuberkulin PPD RT 23.
Tujuan dari tes mantoux ini adalah sebagai salah satu cara untuk mendiagnosis infeksi TBC. Hasil pemeriksaan tes mantoux ini harus didukung dengan keluhan, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium yang ada.
Lokasi penyuntikan tes mantoux umumnya adalah pertengahan bagian atas, lengan bawah kiri bagian depan. Penyuntikan dilakukan intrakutan (ke dalam kulit).
Proses Penyuntikan Test Mantoux
1)      Tes Bayi Baru Lahir
Bila saat mengandung si ibu menderita TBC bisa saja bayi akan terkena TBC begitu dilahirkan. Ini disebut dengan TBC kongenital dan bayi harus segera di tes Mantoux pada usia sekitar 1 bulan. Usahakan jangan di bawah 1 bulan karena dapat memberi reaksi negatif meski boleh jadi si bayi tersebut menderita TBC. Itu karena sistem imun bayi usia ini masih belum baik. Kendati kasusnya sangat jarang ditemui, setidaknya orangtua dapat segera mengatasinya bila bayinya memang positif TBC.


2)      Tes Pada Anak
Tes Mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan protein dari kuman Mycobacterium tuberculosis pada lengan bawah anak. Agar hasilnya akurat, penyuntikannya harus benar-benar teliti. Bahan yang dimasukkan harus dengan dosis tepat dan masuk sepenuhnya ke dalam kulit, bukan di bawah kulit. Kemudian, reaksi yang dihasilkan harus dibaca tepat waktu.

Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat indurasinya setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan benjolan yang muncul di area sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.
Setelah hasil Mantoux dinyatakan positif, anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya. Salah satunya adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail lewat kondisi paru yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah. Tes mantoux dilakukan lebih dulu karena hasil rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki banyak penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tes Mantoux sangat perlu, tak cukup hanya rontgen paru.
Untuk mendapatkan diagnosis tepat, tes Mantoux dilakukan jika anak menujukkan gejala-gejala berikut:
1)      Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas.
Anak-anak dengan TB, umumnya terlihat berbeda dari anak kebanyakan yang sehat dalam beraktivitas. Ia tampak lemah, lesu dan tidak bersemangat.
2)      Reaksi cepat BCG
Pada lokasi suntik vaksin BCG akan timbul tanda menyerupai bisul. Jika reaksi ini muncul lebih cepat, misalnya seminggu setelah pemberian, berarti tubuh anak sudah terinfeksi TB. Padahal normalnya, tanda itu paling cepat muncul pada 2 minggu setelah anak divaksinasi BCG. Namun rata-rata, benjolan pada kulit muncul setelah 4­6 minggu.
3)      Batuk berulang
Batuk berkepanjangan merupakan gejala yang paling dikenal di kalangan masyarakat sebagai pertanda TBC. Batuk yang awalnya berupa batuk kering kemudian lama-kelamaan berlendir dan berlangsung selama 2 minggu lebih, merupakan salah satu tanda TBC. Gejala ini akan muncul bila sudah terdapat gangguan di paru-paru. Hanya saja, bedakan dari batuk alergi dan asma.
4)      Benjolan di leher
Pembesaran kelenjar getah bening di leher samping dan di atas tulang selangkangan bisa saja merupakan tanda TBC. Karena, kelenjar getah bening merupakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan kuman. Kelenjar ini akan membesar bila diserang kuman. Namun, meski merupakan salah satu gejala TB, tidak semua pembengkakan kelenjar getah bening adalah gejala penyakit TB. Bisa jadi pembengkakan itu karena adanya infeksi atau radang di tenggorokan.
5)      Demam dan berkeringat di malam hari
Gejala awal TBC biasanya muncul demam pada sore dan malam hari, disertai keluarnya keringat. Gejala ini dapat berulang beberapa waktu kemudian. Namun hal ini tetap belum dapat memastikan kalau anak menderita TBC. Tidak selalu anak-anak yang berkeringat di malam hari menderita TB. Keringat tidur justru merupakan pertanda sistem metabolisme yang sedang aktif bekerja. Tak heran, pada saat tidurlah anak-anak mengalami metabolisme yang pesat.
6)      Diare persisten
Diare akibat TBC biasanya tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa. Sebagai orangtua, kita bisa membantu dokter untuk menjelaskan apakah gejala-gejala di atas memang muncul pada anak atau tidak; berapa lama berlangsungnya, dan seberapa sering gejala-gejala tersebut muncul. Dari pengamatan kita sehari-hari, dokter akan sangat terbantu untuk mendiagnosis penyakit anak serta memutuskan apakah perlu dijalani tes Mantoux atau tidak.




Cara Melakukan Uji Tuberkulin Metode Mantoux (Tes Mantoux) :
1)      Siapkan 0,1 ml PPD ke dalam disposable spuit ukuran 1 ml (3/8 inch 26-27 gauge).
2)      Bersihkan permukaan lengan volar lengan bawah menggunakan alcohol pada daerah 2-3 inch di bawah lipatan siku dan biarkan mengering.
3)      Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm
4)      Apabila penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar) ulangi suntikan pada tempat lain di permukaan volar dengan jarak minimal 4 cm dari suntikan pertama.
5)      Jangan lupa mencatat lokasi suntikan yang berhasil tersebut pada rekam medis agar tidak tertukar saat pembacaan. Tidak perlu melingkari benjolan dengan pulpen/spidol karena dapat mengganggu hasil pembacaan.

Pembacaan :
1)      Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam.
a)      Minta pasien control kembali jika indurasi muncul setelah pembacaan
b)      Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid
c)      Bila pasien tidak control dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang.
2)      Tentukan indurasi (bukan eritem) dengan cara palpasi.
3)      Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan dan catat sebagai pengukuran tunggal.
4)      Catat hasil pengukuran dalam mm (misalnya 0 mm, 10 mm, 16 mm) serta catat pula tanggal pembacaan dan bubuhkan nama dan tandatangan pembaca.
5)      Apabila timbul gatal atau rasa tidak nyaman pada bekas suntikan dapat dilakukan kompres dingin atau pemberian steroid topikal.
Penyimpanan : PPD RT 23 harus disimpan pada suhu antara +2oC dan +8oC. Terlindung dari cahaya. Jangan Dibekukan.Setelah Dibuka, isi vial harus digunakan dalam 24 jam. Setelahnya jika ada sisa, harus dibuang.

2.      Imunisasi HB (Hepatitis B)
a.       Deskripsi
Hepatitis B adalah penyakit menular yang merusak hati. Ia disebabkan virus hepatitis B. Gejalanya antara lain gangguan perut, kotoran menjadi pucat, lemah, urine menjadi kuning dan flu. Mata atau kulit berubah warna menjadi kuning. Hepatitis B berbahaya karena dapat mengakibatkan sirosishepatis, kanker hati dan akibatnya kematian.
        
Gambar 1.Virus Hepatitis B                 Gambar 2. Kanker Hati

Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap Hepatitis B. Vaksinnya ditemukan tahun 1981 oleh Maurice Hilleman.Hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat berakibat fatal.Virus Hepatitis B ditularkan melalui hubungan seksual, darah (injeksi intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak steril atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan.
b.      Indikasi
Vaksin diberikan pada bayi segera setelah lahir 0 - 7 hari.Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
c.       Kemasan
Gambar 3.HBV
Vaksin hepatitis B adalah vaksin yang berbentuk cairan. Vaksin hepatitis B terdiri dari dua kemasan:
1)      Kemasan dalam prefiil injection device (PID)
2)      Kemasan dalam vial
3)      Satu box vaksin hepatitis B PID terdiri dari 100 HB PID.
4)      Satu box vaksin hepatitis B vial terdiri dari 10 vial @ 5 dosis masingmasing
d.      Cara Pemberian dan Dosis

Gambar 4.Tempat penyuntikan
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.Vaksinhepatitis B disuntikkan pada otot lengan atau paha secara IM.Dosis diberikan sebanyak 0,5 mL.
e.       Efek Samping
Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), akan hilang dalam beberapa hari.
f.       Kontraindikasi
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat disertai kejang.
g.      Prosedur Pnyimpanan
Vaksin harus disimpan pada suhu 2o-8oC.

3.      Imunisasi DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
a.       Deskripsi
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal yang disebabkan oleh corynebacterium diphtheria (toxigenic corynebacterium diphtheria dan non-tixigenic corynebacterium diphtheria).Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.Tetanus disebabkan oleh clostridium tetani.
Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otakdan tetanusadalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
 









         Gambar 1.Difteri               Gambar 2.Pertusis              Gambar 3. Tetanus

b.      Indikasi
Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
c.       Kemasan
Gambar 4. Vaksin DPT

d.      Cara Pemberian dan Dosis






Gambar 5. Daerah Penyuntikan
Cara Pemberiannya, sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen, disuntikkan secara intramuscular (90˚) yang disuntikkan pada otot lengan atau paha dengan dosis pemberian 0,5 ml.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III) selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td (Tetanus-Difteri) pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
e.       Efek Samping
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.;
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi
1)      Demam tinggi (lebih dari 40,5o Celsius)
2)      Kejang
3)      Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
4)      Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
f.       Kontraindikasi
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
g.      Prosedur Penyimpanan
Di unit pelayanan statis vaksin DPT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan: Vaksin belum kadaluarsa, vaksin disimpan dalam suhu 2ºC-8ºC, tidak pernah terendam air, sterilitasnya terjaga, VVM masih dalam kondisi A atau B, sedangkan di Posyandu vaksin yang sudah dibuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
h.      Vaksin Kombinasi
Vaksin kombinasi berarti gabungan beberapa jenis vaksin yang disuntikkan sekaligus, seperti vaksin DTP dan MMR. Beberapa tahun yang lalu, diluncurkan pula vaksin kombinasi DPT/HB atau Tritanrix dan DPT/HiB atau Infanrix/HiB.
1)      DPT/ HB atau Tritanrix
 





         Gambar 6. Vaksin Combo                   Gambar 7.Vaksin DTP

Merupakan gabungan antigen untuk difteri, tetanus, pertusis (DTP) dan hepatitis B (HB).Tingkat efektivitasnya, berdasarkan penelitian, mencapai hampir di atas 90%.
Dari penelitian, respons imun bayi setelah menyelesaikan tiga dosis vaksinasi dasar, yaitu antibodi antidifteri 99,7%, antibodi antitetanus 100%, antibodi antipertusis 97,7%, dan antibodi antiHB 99,2%. Sementara efek sampingnya hampir sama dengan reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi DTP. Adapun jadwal pemberiannya samadengan imunisasi DTP, yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan.
2)      DPT/ HiB atau Infanrix/ HiB.
Memberikan perlindungan terhadap 4 jenis penyakit berbahaya sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus, dan penyakit-penyakit akibat HiB.Vaksin kombinasi ini dapat memberikan kekebalan hingga anak berumur 5 tahun. Jadwal pemberiannya juga sama dengan imunisasi DTP, yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan, dilanjutkan pada usia 18 bulan.
Keuntungan:
Dengan adanya vaksin kombinasi mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:
a.       Hemat Waktu
Vaksin yang dikombinasi memiliki jadwal imunisasi primer yang hampir sama. Yang dimaksud imunisasi primer adalah imunisasi yang dilakukan pada usia kurang dari 12 bulan. Dengan demikian, akan mempersingkat jadwal imunisasi, yang seharusnya 6 kali (DPT 3x + HB 3x atau HiB 3x) menjadi 3 kali.
b.      Jumlah Suntikan Berkurang
Dengan dikombinasikannya vaksin makajumlah suntikan yang diterima si kecil pun berkurang menjadi 3 kali suntikan, sehingga mengurangi trauma kesakitan pada bayi.
c.       Hemat Biaya
d.      Kecil Risiko Tertular Penyakit
Dengan berkurangnya jumlah kunjungan ke dokter atau rumah sakit, tentu akan berkurang pula risiko tertular penyakit dari pasien di RS.

4.      Imunisasi Campak
a.       Deskripsi
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak adalah penyakit yang sangat menular dan dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama virus campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.
Gambar 1. Penderita Campak
b.      Indikasi
Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.
c.       Kemasan

Gambar 2.Vaksin Campak
Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam ampul.
d.      Cara Pemberian dan Dosis
Gambar 3. Daerah Penyuntikan
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 kai pada saat anak berumur 9-11 bulan. Imunisasi Campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara Subcutan (45˚), lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril.
e.       Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
f.       Kontraindikasi
Kontra indikasi pemberian vaksin campak:
1)      Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38o Celsius
2)      Gangguan sistem kekebalan
Gangguan ini disebut gangguan atau penyakit autoimun. Normalnya, pasukan sistem kekebalan tubuh sel darah putih membantu melindungi tubuh terhadap zat berbahaya, yang disebut antigen. Contoh antigen termasuk bakteri, virus, racun, sel-sel kanker dan darah atau jaringan dari orang atau spesies lain. Sistem kekebalan tubuh akan membuat antibodi yang menghancurkan zat-zat berbahaya. Tapi pada pasien dengan gangguan autoimun, sistem kekebalan tidak bisa membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen.
3)      Pemakaian obat imunosupresan
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagian dari kelompok ini bersifat sitotoksik dan digunakan sebagai antikanker. Imunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun dengan jalan interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya dalam prosesimun dapat berupa penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah. Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.
4)      Alergi terhadap protein telur
Ketika seseorang menderita alergi makanan, tubuhnya akan bereaksi dan menganggap makanan tersebut adalah zat berbahaya. Ini dapat terjadi pada anak kecil yang memakan telur karena sistem kekebalan tubuhnya belum sepenuhnya terbentuk dan tidak dapat mengatasi protein dalam telur (kebanyakan anak yang alergi terhadap telur biasanya alergi karena protein yang terdapat dalam putih telurnya, tetapi kadang beberapa bereaksi terhadap protein yang ada dalam kuning telurnya).
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun, yang biasanya melindungi tubuh terhadap penyakit dan gangguan lainnya, menggunakan antibody untuk melawan protein dalam telur seakan telur tersebut merupakan pendatang yang berbahaya.
5)      Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin.

           
g.      Prosedur Penyimpanan
Vaksin yang telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2o-8oC serta terlindungi dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan.

5.      Imunisasi Polio
a.       Deskripsi
Penemu vaksin polio adalah Jonas Salk, pada tahun 1952. Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Gambar 1. Penderita Polio
1)      IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
2)      OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
b.      Indikasi
Imunisasi aktif terhadap poliomyelitis.
c.       Kemasan
Gambar 2. Vaksin Polio
Vaksin tersedia dalam kemasan 20 dosis yang masing-masing dilengkapi 1 buah dropper.
d.      Cara Pemberian dan Dosis

Gambar 3. Cara Pemberian

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin.Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
e.       Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
f.       Kontraindikasi
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
1)      Diare berat
2)      Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
3)      Kehamilan
g.      Prosedur Penyimpanan
Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan: Vaksin belum kadaluarsa, vaksin disimpan dalam suhu 2ºC-8ºC, tidak pernah terendam air, sterilitasnya terjaga, VVM masih dalam kondisi A atau B.



G.  Jenis Imunisasi Ulangan
Ikatan Dokter Anak Indonesia telah membagi imunisasi ke dalam dua kelompok, yaitu imunisasi wajib dan imunisasi yang dianjurkan. Semua jenis vaksin wajib ini sudah diproduksi di Indonesia, sehingga harga yang ditawarkan pun sangat terjangkau di Posyandu, Puskesmas, RSUD, dan RS Umum Pusat. Sedangkan kelompok imunisasi anjuran, harga yang ditawarkan masih cukup mahal, karena kelompok vaksin ini belum sanggup diproduksi oleh pemerintah dan masih diimpor dari negara asalnya.
Untuk kelompok imunisasi wajib, jenis yang harus diulang adalah DPT, Campak, dan Polio.
1.      DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Pengulangan vaksin DPT dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu usia 18 bulan, 5 tahun dan 10 tahun. Namun, saat pengulangan di usia 10 tahun, vaksin yang diberikan hanya DT saja.
2.      Campak
Vaksin ini diulang dalam bentuk imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella). Ulangan pertama diberikan pada rentan usia 15-24 bulan, dan ulangan yang kedua saat berusia 4-6 tahun
. Imunisasi MMR ini berguna untuk melindungi anak dari radang paru (pneumonia), radang otak, infeksi telinga, dan kejang.
3.      Polio
Pada imunisasi ini, pengulangan dilakukan sebanyak dua kali, pertama saat si kecil berusia 18 bulan dan kedua divaksin kembali pada rentang usia 4-6 tahun.
Pada kelompok imunisasi yang dianjurkan, ada beberapa pula yang disarankan untuk diulang, yakni Hemofilus Influenza Tipe B (Hib), Influenza, Pneumokokus, Tifoid dan hepatitis A. Vaksin Hib dilakukan pengulangan sekali saja saat si kecil berusia 12-18 bulan. Sedangkan untuk vaksin Influenza, pengulangan dilakukan setiap tahun hingga si kecil berusia 8 tahun. Vaksin Pneumokokus bisa diulang pada interval usia 12-15 bulan. Sementara untuk penyuntikan vaksin Hepatitis A mulai dilakukan setelah si kecil berusia 2 tahun dan kembali diulang dengan interval waktu 6-12 bulan setelah penyuntikan pertama. Sama halnya dengan Hepatitis A, penyuntikan pertama vaksin Tifoid dilakukan setelah si kecil menginjak usia 2 tahun. Vaksin kembali diberikan dengan rentang waktu 3 tahun setelah penyuntikan awal dan terus dilakukan setiap 3 tahun sekali.
H.  Imunisasi Anjuran
Ada 7 jenis imunisasi yang non-PPI (Program Pengembangan Imunisasi) alias dianjurkan. Meski tak wajib, tentu tak ada salahnya bila kita tetap mengimunisasikan si buah hati, mengingat dampaknya yang berbahaya bila si kecil sampai terkena penyakit yang seharusnya dapatdicekal oleh imunisasi ini. Tujuh Imunisasi Anjuran, antara lain :
1.      Imunisasi Hib
2.      Imunisasi PCV
3.      Imunisasi MMR
4.      Imunisasi Influenza
5.      Imunisasi Tifoid
6.      Imunisasi Hepatitis A
7.      Imunisasi Varisela

I.  Monitor Vaksin
 

















K.  Jadwal Imunisasi
Jadwal imunisasi pada anak yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2011 yaitu:
 


















                      







 


















               



Sedangkan menurut program kementerian kesehatan jadwal pemberiian imunisasi yaitu:
1.      BCG : 0-11 bulan
2.      DPT/HB : 2-11 bulan dengan interval 4 minggu
3.      POLIO : 2-11 bulan dengan interval 4 minggu
4.      HBn / HBV : 0- 7 hari
5.      Campak : 9-11 bulan


L.  Penyimpanan Vaksin
Lemari es buka depan
1.      Suhu dalam antara +2 oC s/d +8 o C
2.      Semua vaksin disimpan pada suhu +2 oC s/d +8 o C
3.      Bagian bawah lemari es diletakan cool pack sebagai penahan dingin dan kestabilan suhu
4.      Peletakan dus paksin mempunyai jarak minimal 1-2 cm atau 1 jari tangan
5.      Rak 1 : Vaksin HS (BCG, Campak, Polio) diletakan pada dekat evaporator
6.      Rak 2  : Vakksin FS (Hep B, DPT/HB, TT, DT) diletakan berjauhan dengan evavorator dan sebagai pengontrol suhu letakan 1 buah thermometer dan 1 buah freeze tag
7.      Rak 3  : Vaksin DT, TT, dan pelarut (Pelarut didinginkan minimal 12 jam sebelum dipakai)


















      Gambar 1. Penyimpanan vaksin pada lemari es buka depan

Penyimpanan vaksin pada termos:
1.      Jumlah vaksin yang diperukan disesuaikan dengan  pengalaman pemakaian rata-rata setiap hari pelayanan
2.      Vaksin disimpan dalam vaccine carrier/termos yang diberi kotak dingin cair
3.      Letakan termos vaksin dimeja yang tidak terkena sinar matahari langsung
4.      Dalam penggunaan vaksin, letakan vaksin di atas spon/busa yang berada didalam vaccine carrier/termos
5.      Didalam termos tidak boleh air yang merendam vaksin, ini untuk mencegah kontaminasi vaksin dari bakteri lain.









               

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2005). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Jakarta: Depkes RI.
Departeman Kesehatan RI. 2009. Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin Tingkat Puskesmas. Jakarta
Direktorat Jendral PP dan PI Departemen Kesehatan RO. 2005. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Jakarta: UNICEF.
Ranuh, I.G.N., Soeyitno, H., Hadinegoro & Kartasasmita, C (2005), Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 
Yulianti Lia, Am. Keb. MKM, dkk. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Ballita.Jakarta : TIM
Umar. 2006. Imunisasi Mengapa Perlu?. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Wahab, Samik. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Vol.2. Jakarta: EGC.
Wahyuni Sari, SST. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar