expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Ngiklan

Senin, 04 Maret 2019

DASAR TEORI BALITA SAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE


DASAR TEORI
DEMAM BERDARAH DENGUE

A.    Pengertian
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tinggi- nya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khusus- nya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007). Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain:
1.      Pertumbuhan penduduk yang tinggi
2.      Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
3.      Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif adalah di daerah endemis
4.      Peningkatan sarana transportasi.
Demam berdarah dengue atau dengue hemoragia fever selanjutnya disingkat DBD adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak atau remaja atau orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopomia (kekurangan sel darah putih atau leukosit) dengan atau tanpa ruam dan limfadenopati (pembengkakan pada kelenjar limfe), demam bifasik, nyeri kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan (rendah kadar trombosit dalam darah) yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom selanjutnya disingkat DSS) ialah penyakit DBD yang disertai renjatan.
 






Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah (gambar 1):
1.      Demam tidak terdiferensiasi
2.      Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan) : demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifesta- si perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3.      DBD (dengan atau tanpa renjatan)

B.     Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/ suku/ grip flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke III. Sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina pada tahun 1953-1954. keempat serotipe tersebut ditemukan di Indonesia dengan serotipe yang paling banyak.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC. dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
Vektor dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes Aegypty, disamping Aedes Albopictus. Vektor ini mempunyai ciri :
1.      Aedes Aegypty
a)      Paling banyak ditemukan
b)      Adalah nyamuk yang hidup didaerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak didalam rumah, yaitu penampungan air jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah
c)      Tampak berlurik dan berbintik putih
d)     Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi hari dan sore hari
e)      Jarak terbang 100 m
2.      Aedes Albopictus
a)      Tempat habitatnya ditempat air bersih. Biasanya disekitar rumah atau pohon
b)      Menggigit siang hari
c)      Jarak terbang 50 m

C.    Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan yaitu :
1.      Derajat I : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2 -7 hari. Uji torniquet positif trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2.      Derajat II : sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. ditemukan pula perdarahan kulit.
3.      Derajat III : ditandai dengan gejala kegagalan perdarahan darah seperti nadi lemah dan cepat (>120 x/menit) tanan darah menurun.
4.      Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

D.    Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi, sehingga terbentuklah kompleks virus antibodi dan di dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivitas ini akan mengakibatkan lepasnya histamin yang merupakan indikator kuat sebagai faktor meningginya permibilitas dinding pembuluh darah dan akan menyebabkan hilangnya plasma melalui endotel dinding itu. terjadi trombositopenia yang akan menurunkan fungsi trombosit dan faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) dan menyebabkan terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal. yang menentukan beratnya penyakitnya adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang akan mengakibatkan terjadinya renjatan secara akut. nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. dengan hilangnya plasma, anak mengalami hipovolemik dan apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

E.     Manifestasi Klinis
1.      Penurunan kesadaran menjadi sopor dan akhirnya koma.
2.      Demam tinggi 2-7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38 – 40 derajat C atau lebih tanpa sebab yang jelas.
3.      Tampak bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk, disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit, untuk membedakan antara gigitan nyamuk biasa dengan nyamuk Aedes Aegypti adalah dengan merenggangkan pada daerah kulit tampak bintik merah dan bila hilang berarti bukan tanda DHF.
4.      Adanya tanda-tanda perdarahan, adalah pada daerah di bawah kulit (petekie, ekimosis), perdarahan pada hidung (epistaksis), perdarahan pada gusi, berak darah/ batuk darah (melena/ hematemesis).
5.      Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare dan konstipasi.
6.      Pembesaran hepar (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit anak), pembengkakan sekitar mata dan sakit kepala.
7.      Syok yang ditandai dengan nadi lemah/cepat, disertai tekanan darah yang menurun (diastolik turun 40 mmHg atau kurang), capillary refill > 2 detik.
8.      Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki, serta timbul sianosis disekitar mulut.
9.      Nyeri ulu hati terjadi karena adanya perdarahan pada lambung, nyeri otot, nyeri tulang, dan sendi, dan nyeri pada daerah abdomen.

F.     Komplikasi
1.      Efusi pleura, disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningktanya permeabilitas membran, sehingga cairan akan masuk kedalam pleura.
2.      Perdarahan pada lambung, terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada anak, sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus berlangsung, maka asam lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.
3.      Pembesaran pada hati, limpa, dan kelenjar getah bening, terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dan organ tersebut, sehingga organ akan mengalami pembesaran.
4.      Hipovolemik, terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma melalui dinding pembuluh darah.

G.    Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memutus rantai penularan dengan memberantas penular maupun jentiknya. penggunaan vaksin untuk mencegah DHF masih dalam taraf penilaian, sedangkan obat yang efektif terhadap virus belum ada. Cara pencegahan ada dua, yaitu :
1.      Memberantas nyamuk dewasa
Caranya dengan diberi pengasapan (fogging) menguunakan bahasa insektisida. Pengasapan ini sangat efektif dan cepat memutuskan rantai penularan, karena nyamuk akan segera mati bila kontak dengan partikel-partikel insektisida.
2.      Memberantas jentik
Caranya dengan meniadakan perindukannya, sehingga nyamuk tidak berkesempatan untuk berkembang biak. cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Aedes Aegypti di ketahui berkembang biak di air bersih tergenang yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. Pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan dengan :
a.       Memberantas (menguras) tempat penyimpanan air, seperti bak mandi/ WC, dan lain-lain sekurang-kurannya seminggu sekali, karena perkembangbiakan dari telur sampai menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari
b.      Menutup rapat tempat penyimpanan/ penampungan air (misalnya tempayan, drum, dll) agar nyamuk tidak dapat masuk dan bertelur.
c.       Membersihkan pekarangan rumah/ halaman, kemudian mengubur/ membakar/ membuang barang bekas yang dapat digenangi air (seperti kaleng, botol, ban bekas, tempurung,dll)
d.      Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung secara berkala
e.       Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate ke dalam genangan air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, untuk membunnuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu.

H.    Pemeriksaan Penunjang
1.      Darah
a.       Pemeriksaan darah lengkap tiap 6-8 jam sehari
b.      Terjadi trombositopenia (100.000/mm3) dan hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih)
c.       Hemoglobin meningkat 20%
d.      Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia

2.      Rontgen Thoraks
Untuk mengetahui adanya efusi pleura
3.      Uji serologi
Yaitu serum diambil pada masa akut dan pada masa penyembuhan (1-4 minggu setelah gejala awal penyakit) dengan mengambil darah ini dilakukan minimalmempat kali. pengukuran titer antibodi pasien dengan cara haema glutination inhibitation tes (HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen (complement fixation test/ CFT) diambil darah vena 2-5 ml)
4.      Test Tourniquet
Cara uji torniquet adalah dengan memasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 10-15 menit. Pada pemeriksaan terhadap > 20 petekie pada daerah lengan bawah dengan diameter 2,8 cm, maka dinyatakan anak positif anak positif DHF.
Kriteria :
(+) jumlah petekie≥ 20
(-) jumlah petekie 10-20
(±) jumlah petekie ≤10
5.      Sumsum tulang
Awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan menstruasi. Hari ke 10 biasanya kembali normal.
6.      USG
Hematomegali–splenoegali
a.       Darah
1)      Trombosit menurun
2)      HT meningkat lebih 20%
3)      Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
4)      Protein darah rendah
5)      Ureum PH bisa meningkat
6)      Na dan Cl rendah
b.      Serology : HI (Hemaglutination inhibitation test)
1)      Rontgen thoraks : efusi pleura
2)      Uji test tourniquet (+)


I.       Penatalaksanaan
1.      Tatalaksana secara umum:
a.       Berikan minum 50 ml/kg dalam 4-6 jam pertama berupaair teh dengan gula, sirup, susu/ ASI, sari buah/ oralit.
b.      Berikan kompres air hangat
c.       Berikan antipiretik dengan dosis 10-15 mg/kg/kg BB
d.      Berikan cairan intravena
Sebagian besar anak dapat dirawat di rumah dengan memberikan nasihat perawatan pada orang tua anak. Berikan anak banyak minum dengan air hangat atau larutan oralit untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam dan muntah. Berikan parasetamol untuk demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang perdarahan. Anak harus dibawa ke rumah sakit apabila demam tinggi, kejang, tidak bisa minum, muntah terus-menerus.
2.      Tatalaksana tanpa syok (anak dirawat di rumah sakit)
a.       Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
b.      Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c.       Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1)      Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
2)      Kebutuhan cairan parenteral
                                                a)      Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
                                                b)      Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
                                                c)      Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
3)      Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
4)      Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
d.      Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana syok terkompensasi (compensated shock).

3.      Tatalaksana dengan syok
a.       Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.
b.      Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer Laktat/ asetat secepatnya.
c.       Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d.      Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi darah/komponen.
e.       Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
f.       Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.
Perlu diperhatikan:
1.      Jangan berikan steroid
2.      Jika terjadi kejang, tangani hal ini seperti yang tercantum pada bagan 9.
3.      Jika anak tidak sadar, ikuti pedoman dalam bagan 6.
4.      Jika timbul hipoglikemia berikan glukosa intravena seperti bagan 10.
5.      Jika terdapat gangguan fungsi hati yang berat, segera rujuk.
Pemantauan:
1.      Untuk anak dengan syok: Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama tekanan nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
2.      Untuk anak tanpa syok: Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu badan, denyut nadi dan tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai hematokrit minimal sekali sehari.
3.      Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar. Jika terdapat tanda berikut: syok berulang, syok berkepanjangan, ensefalopati, perdarahan hebat, gagal hati akut, gagal ginjal akut, edem paru dan gagal napas, segera rujuk.

DAFTAR PUSTKA

Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006
Suhendro, dkk. 2012. Tropik Infeksi PAPDI 425 Demam Berdarah Dengue.  Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tim Fakultas Kedokteran UI. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar