expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Ngiklan

Sabtu, 02 Maret 2019

Makalah Peranan Agama Islam


BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang
Berbagai konflik yang dikarenakan perbedaan suku, budaya atau agama- yang terus terjadi,  dan kekerasan yang mengatas namakan agama khususnya di Indonesia selalu menjadi pusat perhatian. Ironisnya, sejak kejadian 11 september 2001 Islamlah yang sering dituding menjadi dalang dibalik teror dan kekerasan dunia.Kekerasaan tersebut menjadi argumen kuat bagi mereka yang ingin menafikan toleransi dalam Islam. Sehingga mereka mengkalaim Islam tidak akan memberi solusi dalam kehidupan masyarakat, apalagi pada Negara. Dengan ini tawaran hidup ala Barat yang sekular lebih banyak diminati.
Pluralitas merupakan sunnatullah yang Allah ciptakan di atas bumi Nya karena Allah telah berfirman dalam Al Qur’an:
يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر و أنثى و جعلناكم شعوبا و قبائل لتعارفوا إن اكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم حكيم

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al Hujurat: 13)
Akan tetapi keterbatasan manusia dalam menerima perbedaan yang telah menjadi sunnatullah sering menjadi percekcokan dan ketegang apalagi dalam suatu Negara yang bermasyarakat majemuk dan plural.Tak lepas dari keterbatasan manusia itu sendiri, muncullah paham sekularisme yang menawarkan persatuan dan kedamaian dalam perspektif modernitas. Sehingga agama dan (politik) Negara harus dipisahkan, karena agama tidak akan memberi solusi malah hanya akan menjadi stagnasi kemajuan.
            Penduduk Indonesia terdiri dari berbagai etnis, ras, budaya, suku, bahasa, dan agama. Akan tetapi berbagai konflik dan ketegangan yang terjadi di Indonesia, termasuk peran agama pun –baik intern atau antar umat beragama- ikut memicu konflik dan ketegangan yang sering terjadi di tanah air tercinta.
            Indonesia merupakan penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia, jadi tidaklah mengherankan jika Indonesia mendapat perhatian khusus dunia. Seiring dengan pergerakan globalisasi yang terus berkembang, apakah Islam yangdituduh sebagai agama teoraksi yang jumud dan rukud (stagnasi atau statis) dapat membangun persatuan dalam kehidupan  masyarakat yang plural?!
Persatuan adalah gabungan ikatan atau kumpulan dari beberapa bagian yang sudah bersatu.
Umat merupakan sebutan lain untuk mahluk yang bernama manusia dan bisa juga diartikan penganut atau pemeluk suatu agama.
Negara adalah organisasi yang sah dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan ditaati oleh rakyat, atau sebuah kelompok sosial yang menduduki suatu wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik,  mempunyai persatuan politik dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Bermasyarakat artinya bersatu membentuk masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama di suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu.
Majemuk adalah sesuatu yang terdiri dari beberapa bagian yang merupakan kesatuan.
Kacamata adalah sebuah lensa untuk mata yang berguna untuk menormalkan atau mempertajam penglihatan.
Islam adalah penyerahan diri kepada Allah dengan melaksanakan dan tunduk kepada apa yang datang dari Nabi Muhammad saw dari perbuatan yang jelas dalam syariat dan diketahui oleh agama secara primer (dharurat) atau dengan adanya al-dalil al-yaqini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara islam menghadapi perbedaan ?
2.      Bagaimana sistem politik dalam islam ?
3.      Apa upaya yang dilakukan untuk mempersatukan umat ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui islam dalam menghadapi perbedaan
2.      Untuk mengetahui sistem politik dalam islam
3.      Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mempersatukan umat















BAB II
PEMBAHASAN
A.    ISLAM  DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN
1.      Konsep Toleransi dalam Islam (Kebebasan Beragama)
      Radikalisme Islam mendorong Barat memelihara isu “:teroris Islam” agar dunia waspada dan ikut memberantas kelompok ekstrimis Islam. Dan menghapus citra Islam dengan mengatakan Islam adalah agama yang intoleransi. Islam adalah agama yang sangat toleransi. Jelas ini tidak pantas jika Islam dituduh agama yang ekstrim dan radikal. Apalagi dengan mengatakan Al Qur’an dan Nabi Muhammad sebagai inti dari semua teror.
Islam mengakui keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam seorang muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk Islam dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:
لا إكراه في الدين
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”
(QS. Al Baqarah: 256)
Jika kita menilik kembali sejarah Islam, akan kita dapatkan simahah al islam yang disana tidak ditemukan tentang adanya hukuman mati atau sisksaan pada seseorang yang tidak mahu masuk Islam. Contoh riilnya adalah bisa kita lihat bagaimana cara penyebaran Islam yang dilakukan oleh wali songo rahimahumullah di Indonesia.
Sejarah telah mengabadikan kepemimpinan Rasulullah saw dan sikap tasamuh beliau dalam  memperlakukan penduduk Madinah yang plural. Seperti yang tertulis dalam “Piagam Madinah” (shahifah madinah). Diantara isi piagam disebutkan  tentang adanya kesepakatan, bahwa jika ada penyerangan terhadap kota Madinah  atau penduduknya, maka semua ahlu shahifah (yang terlibat dalam Piagam  Madinah) wajib mempertahankan dan menolong kota Madinah dan penduduknya  tanpa melihat perbedaan agama dan qabilah.

2.      Batasan toleransi dalam perspektif islam
Islam mengakui pluralitas agama, dan menghormati pemeluk agama lain. Tapi bagaimana jika ada sebagian kelompok yang melecehkan agama Islam atau aksi kemaksiatan yang jelas dilarang oleh agama? Apakah umat Islam harus berpura-pura menutup mata dan telinga atas dasar toleransi?!
Seperti yang terjadi di masa sahabat, saat seorang munafik yang bernama Musailah Al Kadzdzab (dan pengikutnya) mengaku bahwa dirinya nabi setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Melihat hal tersebut para sahabat tidak tinggal diam dan membiarkan pengikut Musailamah terus menyebarkan ajaran sesatnya. Karena disitu ada mashlahah untuk menjaga agama (hifdz al din) yang merupakan faktor dharury (primer) dalam kehidupan umat Islam. Allah telah berfirman dengan tegas dan jelas bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad.

ما كان محمد أبا أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين وكان الله بكل شيء عليما

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al Ahzab: 40)

Toleransi semacam ini jelas tidak dibenarkan dalam agama Islam. Karena seorang yang mengaku muslim berarti meyakini dan bersakasi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah dan meyakini bahwa tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad saw.
3.  Al Asas al fikri li tasamuh al muslimin
Yusuf Qordhowi dalam kitabnya fi fiqh al aqliyat al muslimah menyebutkan beberapa faktor toleransi muslim terhadap non-muslim:
Nilai kemanusiaan yang mulia.
ولقد كرمنا بني آدم
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.”
(QS. Al Isra’: 70)

Perbedaan yang dimuka bumi ini adalah sesuai dengan kehendak Allah Sang Maha Pencita alam semesta dan isinya.
ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة ولا يزالون مختلفين
“Jikalau Tuhan-mu mengkehendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.”(QS. Hud: 118)

Perbedaan tersebut adalah menjadi pertanggung jawaban antara dia dan Allah di akhirat nanti.
وإن جادلوك فقل الله أعلم بما تعملون الله يحكم بينكم يوم القيامة فيما كنتم فيه تختلفون
“Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, “Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan” Allah akan mengadilindiantara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih”.(QS. Al Hajj: 68-69)

Allah telah memerintahkan untuk berbuat adil dan berakhlak mulia.
يا أيها الذين آمنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنكم شنآن قوم على ألا تعدلوا
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”(QS. Al Ma’idah: 8)

B.     SISTEM POLITIK DALAM ISLAM
Jika mengacu kepada sejarah perpolitikan Islam terutama zaman klasik, bahkan hingga zaman kontemporer ini, sebenarnya tidak ada pembakuan secara umum yang berlaku di negara-negara yang memproklamirkan diri sebagai negara Islam.Alquran maupun as-Sunnah tidak memberikan penjelasan yang mnendetail dan rinci mengenai sistem politik. Sumber asasi di dalam Islam hanya memberi rambu-rambu yang amat global, umpama Allah berfirman:



Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).....(QS. An Nisa’ : 59).
Ayat ini secara implisit menghendaki keberadaan:
1.      Suatu negara yang ada pemimpinnya
2.      Rakyat yang taat kepada pemimpin
3.      Jika ada pertentangan di antara kedua belah pihak hendaklah kembali kepada petunjuk Alquran dan as-Sunnah
4.      Tidak boleh ada dominasi dari satu pihak kepada pihak yang lain. Jadi pemimpin mengayomi rakyat dan rakyat taat kepada pemimpin.

Lanjutan ayat itu berbunyi:


Artinya :
“...jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“.(QS. An Nisa’ : 59).
Empat poin dalam kandungan ayat ini adalah perwujudan iman. Implikasinya lebih jauh adalah:
1.      Jika para pemimpin tidak mengayomi rakyat
2.      Jika rakyat tidak taat pemimpin atau pemerintah syah
jika ada perpebedaan prinsip antara rakyat dan pemerintah (pemimpin) yang cara pemecahannya tidak dikembalikan menurut petunjuk Alquran maupun as-Sunnah, maka mereka itu tidak termasuk orang beriman.

Kata ‘iman’ seakar kata dengan amin, artinya aman tidak ada gangguan dan ancaman. Aplikasinya dalam kehidupan kenegaraan baik pemerintah maupun rakyat harus bersama-sama menciptakan suasana aman atau kondusif sehingga kehidupan bersama dalam berbagai bidang seperti: ekonomi, sosial, politik, dan yang lainnya berjalan dengan lancar aman, tanpa rasa khawatir akan berbagai macam gangguan.
Siapapun yang membuat gaduh atau kacau dalam suatu negara, dia itu bukan orang beriman.‘al-Amin’ juga berarti kuat dan setia, artinya sebagai warga negara harus setia terhadap negara secara kuat (nasionalisme) yaitu cinta kepada negara (hub al-wathan) sebagai bagian integral dari iman.
Siapapun warga negara atau bada apapun dalam suatu negara seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang menjadi antek negara asing) dan menjual dokumen-dokumen penting negaranya adalah bukan orang-orang beriman.Mereka amat berbahaya kerena pada hakikatnya mereka itu adalah mesin pengkhianat negara.Sudah sepentasnya jika keberadaan mereka harus dikikis habis tak bersisa.
Kata ‘iman juga seakar kata dengan ‘amanah’ yang berarti dapat dipercaya.Kaitannya dengan kenegaraan, baik pemerintah maupun rakyat harus saling dapat mempercayai maupun dipercayai.Rakyat bersifat anarkhis dan pemerintah yang korup, jelas masing-masing tidak dapat dipercaya atau mempercayai.Lebih dari itu mereka sebenarnya tidak beriman. Suatu negara yang pejabatnya korup, mementingkan kekayaan pribadi dengan cara menggerogoti kekayaan negara secara tidak syah, negara ini disebut al-madinah alfasiqah, yaitu negeri yang rusak (Harun Nasution, l981 : 33). Sementara itu, jika rakyat besifat anarkhis dan mamaksakan kehendaknya sendiri sehingga negara itu menjadi semrawut, para pemimpin hanya sibuk mengurusi demo-demo berkepanjangan sehingga tidak bisa mengatur negara secara baik, negara ini disebut, al-madinah al-jama’ah.Negara seperti ini semuanya ingin berkuasa.Al-madinah a-jama’iah adalah salah satu bentuk dari negeri bodoh (almadinah al-jahilah) , yaitu negara baik pemerintah maupun rakyatnya hanya berusaha memenuhi kebutuhan jasmani, memperkaya diri, ambisi kekuasaan, dan mengumnbar hawa nafsu (Harun Nasution, l981 : 33). Suatu bangsa yang bentuk negara dan sistem pemerintahannya berttipologi al-madinah al-jami’ah maupun al-madinah al-jahilah secara prinsip bangsa itu dapat dikatakan sebagai bangsa yang tidak beriman karena tidak amanah.
      Kata ‘iman’ seakar kata dengan al-amin artinya tenteram, damai dan aman. Kaitannya dalam kehidupan bernegara, seluruh rakyat maupun yang memangku jabatan kepemerintahan harus menciptakan ketenteraman, kedamaian, dan keamanan baik dalam level indfividual, secara batiniah maupun lahiriah, dan dalam level kehidupan bersama. Profokator dari manapun asalnya apakah dari unsur pemerintah maupun rakyat yang menyulut pertikaian antar golongan, antar kelompok, antara pemeluk agama, dan antar suku adalah perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan tidak beriman kepada Allah maupun hari akhir. Kita semua harus mewaspadai para para politikus kotor maupun kelompoknya sehingga ruang gerak mereka terbatas atau dinetralisir sama sekali.
Kata at-Ta’min juga seakar kata dengan iman dan artinya gadai.Kaitannya dengan kehidupan negara, setiap warga negara secara prinsip diri mereka masing-masing digadaikan kepada negara, harus tunduk dan patuh kepada negara. Inilah yang dimaksud bahwa proses terbentuknya suatu negara melalui social contract dan pemegang kekuasaan disebut pemegang amanah dari rakyat.
Karena begitu longgar petunjuk baik Alquran maupun as-Sunnah, maka aktualisasi politik dari generasi ke generasi atau antara wilayah satu dengan wilayah lain di dunia Islam cukup berfariatif dan lebih bersifat temporal menurut selera masing-masing pendiri negara, umpama dalam dalam menunjuk dan mengangkat kepala negara sebagai yang memerintah. Nabi Muhammad menjadi kepala negara di Madinah terjadi secara otomatis sebagai akibat ditaati oleh setiap warga di Madinah dan seluruh jazirah Arab. Abu Bakar as-Siddiq menggantikan posisi Nabi sebagai pemimpin umat - bukan dalam arti nabi maupun rasul - dipilih secara kerakyatan (Hasan, l968 : 34). Pengganti Abu Bakar adalah Umar bin Khattab menjadi khalifah ditunjuk oleh oleh Abu Bakar kemudian disetujui oleh seluruh warganya (Hasan, l968: 37). Usman bin ‘Affan menggantikan posisi Umar bin Khattab dengan cara Umar bin Khattab menunjuk enam orang calon, satu diantaranya adalah Usman bin ‘Affan sendiri, ia memenangkan dalam pemilihan yang kemudian membawanya menjadi khalifah. Pengganti Usman bin ‘Affan adalah Ali bin Abi Thalib dengan dipilih oleh mayoritas umat Islam. Ali bin Abi Thalib sebagaimana dua pendahulunya terbunuh dalam insiden politik. Penggamnti Ali bin Abi Thalib adalah Muawiyah bin Abu Sufyan dengan cara ayang amat licik, yaitu melalui teknik tahkim (arbitrase) di Daumatul jandal.
Pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari dan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan diwakili oleh Amru bin ‘Aash. Keduanya bersepakat dalam sidang menurunkan pemimpin masing-masing. Waktu itu Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, semerntara Muawiyah hanya sebagai gubernur, bukan level khalifah. Abu Musa diminta supaya berpidato yang pertama.Isi pidatonya menurunkan pemimpin dari jabatannya masing-masing, dan aksi ini disetujui oleh seluruh anggota sidang.
            Sementara itu, Abu Musa al-Asy’ari adalah seorang ulama yang tawadu’ dan wara’, dan amat kurang berpengalaman dalam liku-liku politik kotor. Setelah ia turun dari mimbar Amru bin ‘Ash gilirannya naik ke mimbar untuk berpidato. Isi pidato ada dua hal, (1) menyetujui penurunan Ali bin Abu Thalib dari jabatan khalifah dan (2) mengangkat Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah dan langsung disambut sorak gempita dari pendukungnya. Pada sat itu kelompok Ali bin Abu Thalib merasa - dan memang benar-benar - ditipu oleh kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan. Dengan demikian Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah dengan cara kudeta tak berdarah, proses sebelumnya juga telah menumpahkan darah begitu banyak prajurit dari masing-masing pihak. Sejak Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat putra mahkota, maka sistem politik Islam, terutama bentuk negara menjadi sistem kerajaan atau monarkhi (Hasan, 1968 : 54, 62, 66). Tetapi secara makro jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti di Barat, dan Cina yang sama-sama berbentuk kerajaan, Negara yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan disebut sebagai negara kerajaan Islam yang secara teknis disebut daulah atau khilafah (kekhalifahan), yaitu Daulah Bani Umayyah. Kata Umayyah dinisbahkan dari kakek Muawiyah.
Untuk selanjutnya bentuk pemerintahan semacam itu berlaku di semua wilayah Islam.Bani Umayyah tumbang digantikan oleh Bani Abbasiyah. Bersamaan dengan ini kerajaan Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol) didirikan oleh ketrurunan dari Muawiyyah bin Abu Sufyan yang selamat dari pembumihangusan Abul Abbas Assafah(pendiri Bani Abbasiah). Sesudah dua kerajaan raksasa ini tumbang muncullah berbagai kerajaan di dunia Islam, seperti khilafah Bani Fatimiyah di Mesir(909-ll7l M), Khilafah Bani al-Murabbitun di Afrika Utara (l056-ll45 M), Khilafah Mamalik di Mesir maupun di Suriah (1250-1516 M), Khilafah Usmaniah di Turki (l299-l922 M), Khilafah Mughaliah di India (l526-1858 M), dan masih banyak yang lainnya.
Pada abad l8 di Eropa muncdul konsep dan praktik politik yang disebut nasionalisme. Melalui agitasi politik imperialisme (penjajahan) Barat ke seluruh wilayah di dunia, termasuk dan khususnya di dunia Islam pada abad l9, nasionalisme menjadi konsep politik universal (L.Stodart, l966 : l37). Sekarang ini tidak ada di manapun di dunia yang tidak menganut paham nasionalisme, dan di sisi lain tidak bisa keluar dari paham nasionalisme itu. Maka nasionalisme menjadi paham tunggal hingga sekarang ini.Meskipun demikian, negara-negara yang akarnya kekhalifahan tetap mengelaborasi prinsip-prinsip ajaran Islam dan nasionalisme yang wujud akhirnya adalah nasionalisme yang dibedakan dari nasionalisme sekuler.Sekularisme anti atau sekurang-kurangnya memisahkan dari urusan agama, sementara nasionalisme Islam tidak demikian.Agama menjadi dasar dan sendi-sendi praktik kenegaraan.
Elaborasi anatara ajaran Islam dan nssionalisme Barat menghasilkan berbagai bentuk negara Islam sesuai dengan akar sejarahnya dari masing-masing yang membentuk negara yang bersangkutan.Saudi Arabia, bentuk negaranya kerajaan, tetapi mengaku sebagai negara Islam.Iran berbentuk republik tetapi juga mengaku sebagai negara Islam.Malaisia berbentuk serikat tetapi mengaku sebagai negara Islam. OIC (Organization of the Islamic Conference) merupakan gabungan dari berbagai negara Islam yang bertujuan melenyapkan pemisahan ras, diskriminasi, dan kolonialisme dalam segala bentuk, juga bergerak di bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan kegiatan vital lainnya (Esposito,IV : 201) tidak mengusahakan keseragaman bentuk negara. Urusan ini diserahkan kepada negara masing-masing anggota. Indonesia secara formal mengaku sebagai negara pancasila, bukan negara Islam, tetapi mayoritas penduduknya beragama Islam dan ikut sebagai anggota OIC.Oleh karean aitu, kebijakan apapun yang mengabaikan kepentingan umat Islam di negeri tercinta ini pasti menuai badai yang pada akhirnya akan merugikan negara itu sendiri.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pembakuan sistem dalam Islam sehingga kepentingan umat Islam dalam membentuk negara menjadi kebebasan mereka,boleh mengambil bentuk negara kerajaan, republik, negara serikat, atau yang lainnya selagi prinsip-prinsip Islam tentang kehidupan bersama ditegakkan untuk kemaslahatan dan kemakmuran bersama (pemerintah dan rakyat).



C.     UPAYA DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT
1.      Untuk mewujudkan persatuan masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia, perlu adanya kerja sama antara pemimpin dan rakyat. Jargon demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat butuh pembuktian yang nyata dalam menjaga keamanan dan ketenangan bagi setiap umat beragama, dan tegas dalam mengambil keputusan jika ada yang meresahkan rakyat setempat.
2.      Peduli kepada sesama tanpa melihat suku, ras, budaya, dan agama dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan masing-masing.
3.      Cinta tanah air dengan bangga menjadi warga Negara Indonesia, bangga terhadap budaya Indonesia dan dengan cara menerapakan bahwa negara kita adalah negara yang paling istimewa.
4.      Terutama peran pemuda sangatlah penting dalam upaya pembangunan persatuan umat, karena mereka merupakan calon pemimpin dan generasi penerus bangsa kita. Nasib umat ada ditangan mereka, negara bisa maju jika pemudanya juga maju dan begitu juga sebaliknya.
5.      Melahirkan kembali semangat nasionalisme dengan mempelajari kembali perjuangan para pejuang dahulu yang telah berkorban jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia.
6.      Bertanya kepada diri sendiri, apa yang telah kita lakukan untuk Negara? Sumbangsih apa yang telah kita berikan kepada tanah air tercinta?








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Islam mengakui perbedaan dan keberagman dengan adanya konsep toleransi terhadap kebebasan beragama, namun tetap dalam koridor batasan toleransi yang diperbolehkan dalam ajaran Islam. Ini jelas tidak seperti apa yang diyakini oleh musuh Islam dalam mengklaim dan menuduh Islam agama yang intoleransi.
Sekularisme yang aktif mengampanyekan solusi hidup yang menjanjikan kemajuan Negara, nyatanya gagal di terapkan dalam kehidupan manusia. Seperti pemerintahn Negara Turki saat dipegang oleh Mustafa Kemal yang ikut mendukung dalam menyebarkan sekularisme untuk kemajuan Negara.
Sebaliknya, jika kita mempelajari dan mendalami Islam, kita akan mengetahui bahwa Islam adalah agama yang washat (moderat), dalam artian Islam menjaga agar tidak condong terhadap salah satu dari dua perkara antara al ghuluw (berlebih-lebihan atau kebablasan) dan al taqshir (mengabaikan). Seperti yang dilakukan sebagian kelompok yang kebablasan dalam menafsirkan ayat Al Quran dan mengabaikan sebagian nash yang termaktub dalam Al Quran berdasarkan pemahaman akal manusia yang berbeda-beda. Seperti halnya metode tafsir hermeneutika.
B.     Saran
Setelah membaca makalah tentang Peranan Islam dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, kami harapkan makalah ini dapat dipahami dan dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar