BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Menurut
World Health Organization
(WHO) tahun 2008 kematian perinatal adalah 400 per 100.000 orang atau sekitar
200.000 ribu orang pertahun sehingga kematian perinatal terjadi 1,2-1,5 menit.
Kematian perinatal di Indonesia adalah yang tertinggi diantara negara-negara Association South Of East Nation (ASEAN)
kejadian sekitar 15 kali di Malaysia (Manuba, 2008).
Angka kematian perinatal (AKP) di
Indonesia belum diketahui pasti karena belum ada penelitian menyeluruh mengenai
hal ini. Diperkirakan AKP di rumah sakit berkisar antara 77,3 sampai 137,7 per
1000 kelahiran hidup. Angka-angka tersebut akan lebih tinggi dari pada
kenyataan sebenarnya karena rumah sakit sebagai referral hospital untuk
daerahnya menampung kasus-kasus dalam keadaan darurat (Wiknjosastro H, 2005).
Berdasarkan Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia Angka Kematian Neonatal 19/ 1000 kelahiran hidup (KEMENKES
RI, 2012). Sedangkan penyebab kematian neonatal secara umum, yaitu kematian
janin dalam rahim (31,3%), aspiksia atau ganguan pernafasan (20,4%), dan
premature (18,7%) (Rikesdas, 2007).
Kematian janin dalam rahim disebut
Intra Uterin Fetal Death (IUFD)
menurut WHO dan American collage of
obstetrican and gynecologis, janin yang mati dalam rahim dengan berat badan
500 gram atau lebih pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Penyebab
kematian janin dalam kandungan, dapat dikarenakan oleh beberapa
faktor salah satunya ialah umur ibu, paritas, kadar
haemoglobin, gemeli, status gizi ibu hamil, factor genetic, kelainan
congenital, lilitan tali pusat, hipertensi, preeklamsi/ eklamsi, perdarahan,
kelainan kongenital, posterm, infeksi saat hamil, diabetes militus, penyakit rhesus
(SDKI, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Mengetahui asuhan
kebidanan yang tepat pada Ny.M Umur 19 tahun G1P0A0 UK 26 minggu Inpartu kala I
fase aktif dengan IUFD di ruang VK bersalin
2. Tujuan
Khusus
a.
Melakukan
pengkajian data subjektif pada Ny.M Umur 19 tahun G1P0A0 UK 26 minggu Inpartu
kala I fase aktif dengan IUFD Melakukan pengkajian data objektif IUFD di ruang
VK bersalin
b.
Melakukan
analisa data pada Ny.M Umur 19 tahun G1P0A0 UK 26 minggu Inpartu kala I fase
aktif dengan IUFD Melakukan pengkajian data objektif IUFD di ruang VK
bersalin
c.
Melakukan
penatalaksanaan pada Ny.M Umur 19 tahun G1P0A0 UK 26 minggu Inpartu kala I fase
aktif dengan IUFD Melakukan pengkajian data objektif IUFD di ruang VK
bersalin
C. Manfaat
1.
Bagi Rumah Sakit
Memberi
informasi kepada praktisi medis tentang karakteristik pasien dengan IUFD sehingga
praktisi medis akan lebih cermat dan waspada dalam menangani pasien kasus IUFD
untuk mendapatkan outcome yang optimal.
2. Bagi
Institusi Pendidikan
Memberikan
informasi dan referensi sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan berikutnya.
3.
Bagi Pasien
Memberi
pengetahuan kepada pasien dengan IUFD tentang karakteristik penyakitnya
sehingga pasien lebih waspada untuk mencari pengobatan segera.
4.
Bagi Masyarakat
Menjadi sumber
informasi data epidemiologi untuk penelitian di masa mendatang.
5.
Bagi Mahasiswa
Menjadi sarana
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama pembelajaran di
perkuliahan dan pengalaman praktik.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. IUFD
(Intra Uterin Fetal Death)
1. Pengertian
Intra Uterin Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam
rahim adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas/ berat janin
1000 gram. IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau
kurang dari 20 minggu (Moechtar, 2012).
IUFD adalah
kematian intrauterin sebelum seluruh produksi konsepsi manusia dikeluarkan, ini
tidak diakibatkan oleh aborsi terapeutik atau kematian janin juga disebut
kematian intrauterin dan mengakibatkan kelahiran mati (Wiknjosastro, 2007).
IUFD adalah
kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya
tanpa memandang tuanya kehamilan (Sarwono, 2005).
2. Etiologi
Adapun penyebab IUFD menurut Norwitz,
2008 yakni:
a.
Perdarahan
antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
b.
Pre
eklamsi dan eklamsi
c.
Penyakit
kelainan darah
d.
Penyakit
infeksi menular
e.
Penyakit
saluran kencing
f.
Penyakit
endokrin sperti DM dan hipertiroid
g.
Malnutrisi
Adapun
faktor predisposisi IUFD menurut Norwitz, 2008 yakni:
a.
Factor
ibu (High Risk Mothers)
1)
Status
social ekonomi yang rendah
2)
Tingkat
pendidikan ibu yang rendah
3)
Umur
ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
4)
4
|
5)
Tinggi
dan BB ibu tidak proporsional
10) Riwayat inkompatibilitas darah janin
dan ibu
b.
Factor
Bayi (High Risk Infants)
1)
Bayi
dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
2)
Bayi
dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine
Growth Retardation)
3)
Bayi
dalam keluarga yang mempunyai problema social
1) Abrupsio
plasenta
2)
Plasenta
previa
3)
Preeklamsi/
eklamsi
4)
Polihidramnion
5)
Inkompatibilitas
golongan darah
8)
Infeksi
9)
Diabetes
10) Genitourinaria
3. Diagnosis
a.
Anamnesa/
Keluhan
1)
Ibu
tidak merasakan gerakan janin
2)
Perut
tidak bertambah besar
b.
Inspeksi
Tidak
tampak gerakan janin
c.
Palpasi
2)
Tidak
teraba gerakan janin
3)
Krepitasi
pada tulang kepala janin
d.
Auskultasi
DJJ
(-)
f.
Rontgen
foto abdomen
1)
Adanya
akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
2)
Tanda
nojosk : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
3)
Tanda
gernard : hiperekstensi kepala janin
4)
Tanda
spalding : overlapping sutura
g.
USG
1)
Gerak
anak tidak ada
2)
Denyut
jantung anak tidak ada
3)
Tampak
bekuan darah pada ruang jantung janin
h.
Laboratorium
1)
Reaksi
biologis negative setelah 10 hari janin mati
2)
Hipofibrinogenemia
setelah 4-5 minggu janin mati
3)
Kalau
janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah
perubahan-perubahan sebagai berikut :
a)
Rigor
mortis
Berlangsung
21/2 jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b)
Maserasi
Tingkat I
Timbul
lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi kemudian
menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c)
Maserasi
Tingkat II
Lepuh
pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, jam setelah anak
mati.
d)
Maserasi
Tingkat III
Terjadi
kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antar
tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit (Nugroho, 2012).
4. Klasifikasi
Kematian janin
menurut Prawirohardjo dalam Nugroho (2012), dapat dibagi menjadi 4 golongan,
yaitu:
a. Golongan I : kematian sebelum massa
kehamilan mencapai 20 minggu penuh
b. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil
20-28 minggu
c. Golongan III : kematian sesudah masa
kehamilan >28 minggu (late fetal death)
d. Golongan IV : kematian yang tidak dapat
digolongkan pada ketiga golongan di atas
5. Patofisiologi
Menurut dr
Botefilia SpOG, Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Persahabatan Jakarta,
ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian janin dalam kandungan, antara
lain:
a.
Hipertensi
atau tekanan darah tinggi
b.
Preeklampsia
dan eklampsia
c.
Perdarahan
Waspada jika ibu mengalami perdarahan
hebat akibat plasenta previa (plasenta yang menutupi jalan lahir) atau solusio
plasenta (terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya di dalam uterus
sebelum bayi dilahirkan). Otomatis Hb janin turun dan bisa picu kematian janin.
d.
Kelainan
kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin
adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika
akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas
bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam
jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada
paru-parunya.
e.
Ketidakcocokan
golongan darah ibu dan janin
Terutama pada golongan darah A, B, O.
Kerap terjadi golongan darah anak A atau B, sedangkan Moms bergolongan O atau
sebaliknya. Pasalnya, saat masih dalam kandungan darah ibu dan janin akan
saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah
ibunya, maka Moms akan membentuk zat antibody
f.
Janin
yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan, apalagi
hanya pada satu arah saja, bisa mengakibatkan tali pusat yang
menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang
mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan
tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa
membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga
saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi.
Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.
g.
Gawat
janin
Bila air ketuban habis otomatis tali
pusat terkompresi antara badan janin dengan ibunya. Kondisi ini bisa
mengakibatkan janin ‘tercekik’ karena suplai oksigen dari Moms ke janin
terhenti. Gejalanya dapat diketahui melalui cardiotopografi (CTG). Mula-mula
detak jantung janin kencang, lama-kelamaan malah menurun hingga di bawah
rata-rata.
h.
Kehamilan
lewat waktu (postterm)
Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika
kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya
akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan
ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat
terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG
dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke
janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara
diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir
kehamilan melalui USG.
i.
Infeksi
saat hamil
Saat hamil sebaiknya menjaga kondisi
tubuh dengan baik guna menghindari berbagai infeksi bakteri atau virus. Bahkan,
demam tinggi pada ibu bisa mengakibatkan janin tidak tahan akan panas tubuh
ibunya.
j.
Kelainan
kromosom
Kelainan kromosom termasuk penyakit
bawaan. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat
kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan
kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat
berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga
berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
6. Pencegahan
Menurut
Winkjosastro (2007), upaya mencegah kematian janin khususnya yang sudah atau
mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak
atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan USG. Perhatikan
adanya solusio plasenta. Pada gamelli dengan TT (Twin To Twin Transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh
anastomosis.
7. Komplikasi
b.
Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah
c.
Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin
berlangsung > dari 2 minggu.
d.
Kematian
janin dalam kandungan 3 - 4 minggu, biasanya tidak memvbahayakan ibu. Setelah
lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia)
akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi
rusak menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan
intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit
terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated intravascular
coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen <100 mg%). Kadar
normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan
fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung
2 - 3 minggu setelah janin mati (Norwitz, 2008).
8. Manifestasi
Klinik
a.
Terhentinya
pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
b.
Terhentinya
pergerakan janin
c.
Terhentinya
denyut jantung janin
d.
Penurunan
atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
e.
Perut
tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
f.
Terhentinya
perubahan payudara (Norwitz, 2008).
9. Penatalaksanaan
a.
Terapi
1)
Selama
menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa
bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk
meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
2)
Diagnosa
pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto
abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
3)
Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi
penelitian oleh Radestad et all
(1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin
setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara
menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka
sering dilakukan terminasi kehamilan.
(1) Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10
gr%, tekanan darah baik.
(2) Dilakukan pemeriksaan laboratorium,
yaitu pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan
waktu protombin.
Tindakan:
(1) Kuretase vakum
(2) Kuretase tajam
(3) Dilatasi dan kuretasi tajam
(1) Misoprostol 200 mg intravaginal, yang
dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
(2) Pemasangan batang laminaria 12 jam
sebelumnya.
(3) Kombinasi pematangan batang laminaria
dengan misoprostol/ pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5%
mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan:
dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
(1) Misoprostol 100 mg intravaginal, yang
dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
(2) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam
dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
(3) Kombinasi cara pertama dan ketiga
untuk janin hidup maupun janin mati.
Catatan:
dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil
atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
(1) Misoprostol 50 mg intravaginal, yang
dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
(2) Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam
sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada
KPD).
(3) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam
dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan
multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2.
(4) Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan:
dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila
didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
b.
Periksa
ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke
2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaannifas seperti biasa. Mengkaji ulang
tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan
alat kontrasepsi (Nugroho, 2012).
B. Tali
Pusat
1. Avulsi
Tali Pusat
1)
Pengertian
Yaitu putusnya tali pusat atau tali
pusat terlepas dari tempat implantasinya.
2)
Tanda
atau gejala avulsi (putus)tali pusat:
(1) Tali pusat putus
(2) Plasenta tidak lahir
3)
Penyebab
Otot pada miometrium
terentang kuat melampaui kebebasan kemampuan jangkauan gerak, atau ketika
bertemu dengan resistensi tiba-tiba/ mendadak ketika melakukan kontraksi kuat.
4)
Penatalaksanaan
(1) Palpasi uterus untuk menilai
kontraksi,minta ibu meneran pada setiap kontraksi.
(2) Saat plasenta terlepas, lakukan
periksadalam (hati-hati). Jika mungkin cari tali pusat dan keluarkan plasenta
dari vaginasambil melakukan tekanan dorso-kranial
2. Di
Luar Ukuran Normal
Umumnya, panjang tali
pusat berkisar antara 55 hingga 60 cm. Kelainan ukuran biasanya ditandai jika
panjangnya kurang dari 50 cm dan lebih dari 70 cm. Tali pusat terpendek yang
pernah dilaporkan adalah sepanjang 2,5 cm. Sedangkan yang terpanjang pernah
ditemui sekitar 300 cm.
Tali pusat terlalu
pendek atau terlalu panjang tidak
berpengaruh terhadap pemberian makanan dan oksigen pada janin. Akan tetapi,
tali pusat yang terlalu pendek atau terlalu panjang dan melilit dapat
mempersulit proses persalinan. "Pada saat persalinan, janin yang sudah
turun ke jalan lahir biasanya naik lagi karena tertahan tali pusat ini. Tiap
kali janin akan turun, tali pusat semakin kuat menahan. Ini biasanya terlihat
selama proses persalinan, dengan tidak terjadinya kemajuan pada penurunan
janin. Pada keadaan yang ekstrem dapat terjadi terlepasnya plasenta sebelum
janin lahir
1)
Tali
Pusat Pendek
Kasus
ini sekalipun tidak terlalu berat, belum bisa terdeteksi oleh alat canggih
manan pun. Penyebabnya, kata Judi, tali pusat di dalam rahim melilit-lilit,
sehingga sangat tidak mungkin untuk diukur dari luar.
Panjang tali pusat,
normalnya 50-60 cm. Bila di bawah 40 cm berarti pendek. Nah, jika kasusnya
seperti ini, mau tidak mau proses persalinan harus dilakukan dengan cara sesar
karena bayi tidak akan bisa mencapai jalan lahir. Kecuali kalau tali pusatnya
berada di bawah, si bayi bisa dilahirkan normal. "Bila plasenta berada di
atas dan bayi dipaksa keluar lewat jalan lahir, maka rahim bisa ikut tertarik
atau inversio uteri." Di Indonesia kasus ini cukup banyak ditemukan.
2)
Tali
Pusat Panjang
Sebaliknya, tali pusat
dikatakan panjang jika lebih dari 60 cm. Ukuran ini tidak perlu terlalu
dikhawatirkan karena persalinan bisa dilakukan secara normal. Bahaya baru
terjadi jika tali pusat yang panjang itu melilit leher janin.
Kasus seperti ini
untungnya bisa dideteksi dengan alat USG dua dimensi. Lagi pula, belum tentu
lilitan itu berlangsung hingga waktu persalinan tiba, karena janin di dalam
rahim selalu bergerak, sehingga ada kemungkinan ia terlepas dari lilitan. Hanya
saja, setelah itu masih ada kemungkinan ia akan terlilit lagi.
3. Kelainan
Insersi
Insersi adalah tempat
masukan (muara) yang menempel ke plasenta. Normalnya, insersi tali pusat di
plasenta terletak di tengah. Tetapi dalam keadaan tertentu terjadi insersi tali
pusat yang letaknya di tepi plasenta (plasenta battledore) dan insersi tali
pusat letaknya jauh di luar plasenta, yaitu di daerah membran (insersi
velamentosa).
1)
Insersi
tali pusat Battledore
Pada kasus ini tali
pusat terhubung ke paling pinggir plasenta seperti bet tenis meja. Insersi yang terletak di tepi plasenta tidak
berpengaruh buruk pada janin sebab pada umumnya dalam hal pemberian makanan dan
oksigen ke janin tidak berpengaruh. Kondisi ini tidak bermasalah kecuali
sambungannya rapuh.
2)
Insersi
tali pusat Velamentous
Tali
pusat berinsersi ke dalam membran agak jauh dari pinggir plasenta. Pembuluh
darah umbilikus melewati membran mulai dari tali pusat ke plasenta. Bila letak
plasenta normal, tidak berbahaya untuk janin, tetapi tali pusat dapat terputus
bila dilakukan tarikan pada penanganan aktif di kala tiga persalinan.
Insersi
velamentosa bisa berbahaya bila terjadi vasa previa, jika ketuban pecah, dan
pembuluh darah tersebut ikut pecah yang berarti pula terjadi perdarahan dari
janin. Gejala klinis vasa previa adalah ketuban pecah diikuti perdarahan, dan
terjadi gawat janin. Kematian janin pada pecahnya vasa previa mencapai 60-70%.
"Kematian pada janin ini disebabkan perdarahan yang berasal dari janin dan
keterlambatan mengetahui bahwa perdarahan berasal dari vasa previa. Umumnya
bila pada pemeriksaan dijumpai adanya vasa previa, kehamilan diakhiri dengan
bedah sesar sebelum terjadi pecahnya selaput ketuban
4. Kelainan
Diameter
Yang dimaksud diameter
tali pusat adalah ukuran besar tali pusat. Tak dapat dipastikan berapa
sebenarnya ukuran normal karena pada setiap bayi berbeda-beda. Lagi pula lebar
diameter ini tidak dapat dipatok dengan ukuran sentimeter, karena belum ada
metode khusus untuk mengukur diameter tali pusat. Umumnya besar diameter sesuai
dengan perkembangan bayi "Contoh, bila bayinya besar, tentu diameter tali
pusatnya besar. Sedangkan bila janin kecil, dengan sendirinya diameter tali
pusatnya sesuai ukuran tubuhnya. Yang menjadi problem, bila diameter tali
pusatnya dianggap kekecilan untuk ukuran janin karena dapat berpengaruh pada
penyaluran oksigen dan darah." Pada janin dengan perkembangan yang
terhambat biasanya diameter tali pusatnya juga kecil.
Metode khusus untuk
mengetahui apakah aliran darah tali pusat cukup atau kurang adalah dengan cara
pemeriksaan dopler aliran darah tali pusat. Bila aliran darah tali pusat
terhambat, bisa menimbulkan gangguan perkembangan pada janin.
5. Terlilit
Tali Pusat
Lilitan tali pusat
umumnya terjadi sebelum kehamilan cukup besar. Paling sering pada trimester
kedua dimana bayi masih bisa bergerak dengan aktif dan leluasa. Bahkan terkadang
melakukan gerakan ekstrem seperti bersalto. Bila tali pusatnya panjang,
kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat ini bisa
terjadi di leher, di bahu atau di lengan dan tidak selalu berakibat buruk.
Adanya lilitan tali
pusat di leher dalam kehamilan pada umumnya tidak menimbulkan masalah. Namun
dalam proses persalinan dimana mulai timbul kontraksi rahim dan kepala janin
mulai turun dan memasuki rongga panggul, maka lilitan tali pusat menjadi
semakin erat dan menyebabkan penekanan atau kompresi pada pembuluh-pembuluh
darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang mengandung oksigen dan zat
makanan ke janin akan berkurang, yang mengakibatkan janin menjadi sesak atau
hipoksia.
Namun jika lilitan tali
pusat terjadi berkali-kali, sementara tali pusatnya tidak panjang, ini yang
bisa berdampak buruk pada bayi. Sebab saat bayi turun ke bawah, tali pusat bisa
menahannya untuk turun. "Umumnya dokter langsung memutuskan untuk
sesar."
Lilitan tali pusat pada
leher sangat riskan, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. "Dapat
diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat
lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran darah menuju dan dari
janin."
Meski lilitan tali pusat
dapat diketahui lewat pemeriksaan USG, dokter dapat saja membiarkan sampai
proses persalinan tiba. "Karena lilitan tali pusat tidak bisa dilepas.
Yang dilakukan dokter adalah memantau dan memberitahu si ibu."
Lilitan tali pusat di
leher sekalipun tak harus berujung pada sesar. "Tapi proses persalinan
dipantau ketat. Dalam persalinan kala
satu, observasi denyut jantung dengan alat kardiotokografi sangat penting
dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi gangguan pola denyut jantung
janin." Bila pola denyut jantung terganggu, persalinan diakhiri dengan
bedah sesar. Karena jika dipaksa lahir dengan normal, bisa berdampak buruk pada
janin.
Kemungkinan sebab
lilitan tali pusat pada janin :
1.
Usia
kehamilan
Kematian bayi pada
trimester pertama atau kedua sering disebabkan karena puntiran tali pusat secara
berulang-ulang ke satu arah. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin
melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut
umumnya bayi masih bergerak dengan bebas. Hal tersebut menyebabkan kompresi
tali pusat sehingga janin mengalami kekurangan oksigen.
2.
Polihidramnion
kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin meningkat.
3.
Panjangnya
tali pusat
Dapat menyebabkan bayi
terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap bayi
mempunyai panjang tali pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak
berpengaruh terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari ibu ke janin
melalui tali pusat tidak terhambat.
Tanda-Tanda Bayi Terlilit Tali Pusat :
1.
Pada
bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah janin
(kepala atau bokong) belum memasuki pintu atas panggul perlu dicurigai adanya
lilitan tali pusat.
2.
Pada
janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha
untuk memutar janin (Versi luar/knee chest position) perlu dicurigai pula
adanya lilitan tali pusat.
3.
Dalam
kehamilan dengan pemeriksaan USG khususnya color doppler dan USG 3 dimensi
dapat dipastikan adanya lilitan tali pusat.
4.
Dalam
proses persalinan pada bayi dengan lilitan tali pusat yang erat, umumnya dapat
dijumpai dengan tanda penurunan detak jantung janin di bawah normal, terutama
pada saat kontraksi rahim.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
ASUHAN
KEBIDANAN
PADA NY. M G1P0A0 DENGAN IUFD
DI
RUANG VK BERSALIN
Hari/ Tanggal Pengkajian :
Selasa, 04 Juli 2017
Tempat Pengkajian :
Ruang Bersalin
Waktu :
08.30 WITA
No. RMK : -
A. Subjektif
Data
1.
Identitas
a.
Pasien
Nama : Ny.M
Tanggal
Lahir/ Umur : 01-10-1997 (19 Tahun)
Agama : Islam
Suku/
Bangsa : Banjar/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Sutoyo, Gg Rahayu Banjarmasin
b.
Penanggung
Jawab (Suami)
Nama : Tn. Y
Umur : 31 Tahun
Agama : Islam
Suku/
Bangsa : Banjar/ Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Sutoyo, Gg Rahayu Banjarmasin
2.
Keluhan
Utama
Ibu mengatakan
perutnya mules-mules dan sakit pada perut bagian bawah yang menjalar sampai
kepinggang serta ada keluar lendir bercampur darah sejak pukul 02.00 WITA, tetapi tidak disertai keluar
air-air.
3.
Riwayat perkawinan :
Kawin 1
kali pada usia 18 tahun, usia perkawinan ± 2 tahun.
4. Riwayat
Menstruasi
Haid
pertama (menarche)
: 12 tahun
Siklus
haid
: 28 hari
Lama
haid
: 6-7 hari
Banyaknya
: 2-3 kali ganti pembalut per hari.
Warna
: Merah tua dan encer
Keputihan
: Tidak ada
Nyeri
haid
: Hari pertama menstruasi
HPHT
: 4-1-2017
HPL :
11-10-2017
5.
Riwayat
Obstetri
Kehamilan
|
Persalinan
|
Anak
|
Nifas
|
Laktasi
|
|||||||||||
Ke
|
UK
|
Komp
|
Jenis Persln
|
Temp Persln
|
Penolong
|
Komp
|
JK
|
PB/ BB
|
H/M
|
T/G
|
Usia
|
Lama
|
Komp
|
Lama
|
Komp
|
Hamil Saat Ini
|
|||||||||||||||
6. Riwayat Kesehatan
a.
Pasien
1)
Sekarang
Ibu mengatakan hamil anak pertama
kurang lebih 6 bulan datang ke puskesmas ingin
memeriksakan kehamilannya seperti biasa, dari hasil pemeriksaan dikatakan bahwa
berat badan janin tidak sesuai dengan usia kehamilannya, dan denyut jantung
janin tidak terdengar, kemudian ibu dianjurkan oleh petugas
untuk memeriksakan dirinya ke poli kandungan RSUD DR. H. Moch Ansari Saleh
untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan USG untuk memastikan
keadaan janin, setelah dilakukan pemeriksaan di poli kandungan dokter
mengatakan bahwa denyut jantung janin sudah tidak terdengar, dengan kata lain
ibu mengalami IUFD atau kematian janin dalam rahim. Saat ini ibu tidak sedang menderita penyakit yang
mengganggu kehamilannya, seperti penyakit kencing manis, darah tinggi, batuk
darah, penyakit kuning, jantung, ginjal,
asma serta penyakit menular seksual. Dan ibu tidak mempunyai alergi terhadap obat tertentu.
2)
Riwayat
kesehatan dahulu
Ibu mengatakan sebelumnya tidak
pernah menderita penyakit yang mengganggu kehamilannya seperti penyakit kencing
manis, darah tinggi, batuk darah, penyakit kuning, jantung, ginjal, asma serta penyakit menular seksual.
b.
Keluarga
Ibu mengatakan di dalam keluarganya
maupun suami tidak ada yang menderita penyakit kencing manis,
darah tinggi, batuk darah, penyakit kuning, jantung, ginjal, asma serta penyakit menular seksual.
Dan ibu juga mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak mempunyai riwayat keturunan kembar.
7. Riwayat
Kehamilan Sekarang
a.
Selama hamil
ibu periksa di : Puskesmas
b.
Mulai periksa
sejak kehamilan : 12 minggu
c.
Frekuensi
-
Trimester I : 1 kali
-
Trimester II : 1 Kali
d.
TT I :
Sudah diberikan
TT II :
Sudah
diberikan
e.
Obat Yang
diminum : Fe, Vit C dan kalk
8.
Pola Kebutuhan
Sehari-hari
a.
Nutrisi
-
Terakhir makan
dan minum : 1 jam yang lalu
-
Banyaknya : Sesuai dengan porsi
yang ada di Rumah Sakit
b.
Eliminasi
BAB
-
Terakhir BAB : 3 Jam lalu
-
Konsistensi : lembek
-
Warna : kuning
kecoklatan
BAK
-Terakhir BAK :
30 menit yang lalu
- warna :
kekuningan
c.
Personal
Hygiene
Terakhir mandi dan gosok gigi : kemaren sore sebelum masuk rumah sakit
d.
Aktivitas
Semenjak ibu
merasa perutnya mules, ibu hanya dapat beraktivitas seperti tidur-tiduran.
e.
Tidur dan
istirahat
Semenjak ibu
merasa perutnya mules, ibu tidak dapat tidur dan istirahat dengan nyaman.
9.
Data
Psikososial dan Spiritual
a.
Ibadah apa yang
diinginkan ibu saat ini : Berdoa
b.
Perasaan ibu
terhadap proses persalinan yang akan dilalui : Ibu merasa cemas dan sedih
c.
Apa yang
diketahui ibu soal persalinan
Ibu mengetahui
bahwa proses persalinan bukanlah hal yang mudah dan akan terasa sakit.
d.
Siapa yang
diharakan ibu untuk menjadi pendamping persalinan : Suami dan keluarga
e.
Pengambil
keputusan dalam keluarga : Suami
B. Objektif
Data
1.
Pemeriksaan
Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos
Mentis
Berat Badan : 49
kg
Tinggi Badan : 146
cm
LILA : 24 cm
TTV
: TD : 120/80 mmHg
: N : 84x/ menit
:
S : 36,5 0C
:
RR : 20x/ menit
2.
Pemeriksaan
Fisik
Kepala : Kulit kepala tampak bersih, rambut tidak
rontok, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan tidak tampak bekas luka
Muka : Tidak
terlihat Cloasma Gravidarum, muka terlihat pucat, tidak ada odema pada wajah, tidak anemis
Mata : Simetris kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
Mulut : Tidak
terdapat Caries gigi, warna bibir tidak pucat, tidak ada stomatitis
Leher : Tidak tampak adanya pembengkakan kelenjar
tiroid dan vena jugularis
Payudara : Simetris kanan dan kiri, terlihat bersih, puting susu
menonjol, terlihat hiperpigmentasi pada areola, belum ada pengeluaran colostrum, tidan ada nyeri tekan payudara
Abdomen : Terlihat linea nigra, terlihat striae gravidarum,
tidak ada bekas luka operasi
Leopold
Leopold I :
TFU sepusat, pada bagian fundus uteri teraba bulat, keras dan melenting (Kepala)
Leopold II :
Teraba bagian keras, datar, memanjang
(punggung) disebelah kiri perut ibu (PUKI)
Leopold III : Teraba
bulat, Lunak, Kurang melenting
dan tidak bisa di goyangkan (Bokong).
Leopold
IV : Konvergen
TFU Mc.Donald :
19 cm
TBJ :
(19-12) x 155 = 1085 gram
DJJ : Tidak terdengar
His :
2 x 10’
x 10”
Ekstremitas :
Tidak teraba adanya odema, varises, dan nyeri
tekan
tekan
a. Refleks
Patella : Kiri/kanan, +/+
b. Cek
Ginjal :
Kiri/Kanan -/-n
Genetalia : Vulva/ vagina bersih, tidak ada oedema, tidak ada
varises
Pemeriksaan Dalam jam 08.45 WITA
-
Keadaan Vagina :
Tidak teraba tumor/massa
-
Arah Serviks :
anterior
-
Pembukaan serviks : 4 cm
-
Selaput ketuban :
(+)
-
Persentasi :
bokong
-
Penurunan persentasi : H-II
-
Posisi titk penunjung :
Sackrum
-
Keadaan panggul dalam
-
Promontorium :
tidak teraba
-
Spina Ischiadika : tidak
menonjol
-
Lengkung sacrum :Konkaf(Cekung)
-
Dinding samping panggul :Tidak
teraba tumor/massa
-
Arkus pubis dan Os Pubis
: > 900
C. Analisa
Data
Diagnosa Kebidanan : Ny.
M G1P0A0 Hamil 26 minggu Inpartu Kala I Fase
Aktif dengan IUFD
Masalah : Tidak
ada
Kebutuhan : KIE
dan Kolaborasi dengan dr. SpOG
D. Penatalaksanaan
1.
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
yaitu, keadaan umum: baik, kesadaran: CM, TD: 120/80 mmHg, N: 84 x/m, R: 20
x/m, S: 36,5°C, DJJ: tidak terdengar, VT: pembukaan 4 cm, dan memberitahu ibu dan keluarga bahwa kondisi janin
tidak dapat dipertahankan lagi karena denyut jantung janin sudah tidak
terdengar sehingga janin harus segera dilahirkan.
“Pasien dan keluarga mengetahui hasil pemeriksaan”
2.
Memberitahukan kepada ibu dan keluarga bahwa
salah satu penyebab terjadinya IUFD
adalah usia kehamilan yang beresiko yaitu <20 tahun dan >35 tahun dan
kurangnya pemantauan selama kehamilan.
“Keluarga dan pasien sudah mengetahui penjelasan yang diberikan”
3.
Melakukan kolaborasi dengan dr.Deddy
SpOG untuk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu pemasangan infus RL 28 TPM, drip oksitosin 10 IU, dan melakukan
pemantauan untuk pertolongan persalinan secara spontan pervaginam.
“Kolaborasi
dengan dokter telah dilakukan”
4.
Memberikan motivasi dan dukungan emosional
kepada ibu dan keluarganya
”Ibu dan keluarga
dapat menerima kondisi saat ini”
5.
Mempersiapkan proses persalinan
“Persiapan persalinan
sudah dilakukan”
6. Melakukanpendokumentasian
“Pendokumentasian
sudah dilakukan”
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tgl/jam
|
Catatan
Perkembangan
|
|
1.
|
Selasa
04
Juli 2017
Jam :13.00
Wita
|
S : ibu mengatakan perutnya semakin sakit dan ada rasa
ingin BAB.
O :
a.
KU : baik
b.
Kesadaran : Compos Mentis
c.
TTV : TD : 120/80 mmHg. R : 20 x/m , N : 88 x/m , S : 36,70C
d.
His : 3 x/10 mnt/30 dtk,
e.
kepala : hodge III
f.
VT : pembukaan lengkap
g.
Ketuban : keruh
h.
DJJ : tidak
terdengar
i.
Genetalia :
tampak tanda
gajala kala II, dan pada pemeriksaan dalam pembukan lengkap
A : P1A0
inpartu
Kala II (pengeluaran bayi)
P :
1. Memberitahu
ibu hasil pemeriksaan
TTV : TD : 120/80 mmHg. R :
24x/m , N : 88 x/m , S : 36 0C, DJJ : 140 x/m
“ ibu
mengetahui hasil pemeriksaan”
2. Memastikan kelengkapan alat dan
obat-obatan, menggunakan pelindung diri, dan menghisap oksitosin 10 unit ke
dalam spuit
“peralatan sudah lengkap”
3. Menyiapkan ibu
dan keluarga untuk proses persalinan.
a. Memberitahu bahwa pembukaan sudah
lengkap
b. Membantu ibu dalam posisi yang
nyaman sesuai keinginan ibu
c. Melakukan pimpinan mengedan saat ada
dorongan yang kuat untuk mengedan dan jika his berhenti anjurkan ibu
istirahat
“ibu sudah siap menghadapi persalinan”
4.
Menyiapkan
pertolongan kelahiran bayi
a. Apabila bagian terbawah janin
terlihat 5-6 cm didepan vulva, segera siapkan duk/alas dibawah bokong ibu dan
lampin untuk bayi di atas perut ibu
b. Saat bagian terbawah janin membuka
vulva, tahan perinium ibu dengan tangan kanan dan tangan kiri menahan bagian
symphisis
c. Lahir bayi seluruhnya jam 13.30 Wita,
Bayi lahir
spontan bokong, dalam
keadaan meninggal.
5. Asuhan bayi baru lahir
a. melakukan penilaian sepintas
b. menilai derajat maserasi pada bayi
dan di dapatkan stadium maserasi l yaitu timbul lepuh pada kulit bayi
“Asuhan sudah
diberikan”
6. Memberitahukan bahwa ibu akan
disuntik oksitosin 10 U di 1/3 paha dan disuntik.
7. Melakukan pemotongan tali pusat
dengan di klem di dua tempat dan dipotong 2-3 cm dari punting tali pusat.
“Tali pusat
sudah di potong”
8. Menimbang bayi dan mengukur panjang
bayi.
“BB
1200 gram, PB 26 cm dan JK Laki-laki
|
2
|
Jam 13.30 Wita
|
S : ibu
mengatakan perutnya masih terasa mules
O :
a.
Kesadaran : Compos Mentis
b.
KU : baik
c.
TTV : TD : 110/80
mmHg. R : 20 x/m , N : 82 x/m , S : 36,50C
d.
His : Baik
e.
Genitalia : tidak ada oedem, dan tidak terdapat laserasi,
pengeluaran darah mengalir, tali pusat nampak di depan vulva
f.
Abdomen :
- TFU : sepusat
- His : baik
- Blass :
Kosong
A : P1A0,
kala III (pengeluaran plasenta)
P :
1.
Memberitahu
ibu bahwa plasenta akan dilahirkan.
“ibu mengetahui plasenta akan dilahirkan”
2.
Melakukan
MAK III
a. Melakukan peregangan tali pusat
dengan memindahkan klem tali pusat dengan jarak 5-10 cm dari depan vulva, dan
satu tangan melakukan dorso cranial untuk menahan fundus.Setalah di lakukan
PTT tali pusat terputus dan plasenta tidak dapat lahir spontan.
3. Melakukan kolaborasi dengan
dr.Deddy, Sp.OG
“ dokter menyarankan
untuk dilakukan kuretase pada tanggal 5 Juli 2017”
4.
Memeriksa
apakah ada laserasi jalan lahir
“tidak terdapat laserasi”
5.
Menilai
perdarahan segera
“perdarahan kala III ± 80 ml.”
|
3
|
Jam
13.40WIB
|
S : ibu mengatakan perutnya masih mules
O :
a. Kesadaran
: Compos Mentis
b. KU :
baik
c. TTV :
TD : 130/90 mmHg.
R : 21 x/m , N : 84 x/m , S : 36,20C
d. His :
baik
e. Abdomen
- TFU : sepusat
- Kontraksi
: baik
- Blass : kosong
A : P1A0 Kala
IV (pengawasan)
P :
“ibu mengetahui penjelasan
yang diberikan”
2. Memberikan terapi post partum Ceftriaxone
2x1 dan ketorolac 2x1
“terapi sudah
diberikan”
3. Membersihkan dan merapikan ibu
”ibu telah dibersihkan
dan dirapikan”
4. Melakukan observasi setiap 15 menit
pada 1 jam pertama, dan setiap 30 menit pada 1 jam kedua. Mengobservasi TD,
nadi, suhu, TFU, kontraksi, blass, dan perdarahan.
“observasi telah
dilakukan”
5. Menganjurkan ibu untuk makan dan
minum yang cukup untuk asupan nutrisi tubuh ibu.
“ibu bersedia untuk
makan dan minum”
6. Melakukan pencegahan infeksi dengan
merendam alat partus dalam larutan klorin selama 10 menit, kemudian air sabun
sambil disikat, kemudian dibilas dengan air bersih, dan mensterilkan alat.
“pencegahan infeksi
telah dilakukan”
7. Melakukan pendokumentasian ke dalam
lembar partograf.
“pendokumentasian
telah dilakukan”
|
Catatan Perkembangan
Kala IV
Jam ke
|
Waktu
|
Tekanan Darah
|
Nadi
|
Suhu
|
Tinggi Fundus Uteri
|
Kontraksi Uterus
|
Kandung Kemih
|
Darah yg Keluar
|
1
|
13.55
|
110/80
|
81
|
36,70C
|
sepusat
|
Baik
|
100cc
|
Normal
|
14.10
|
110/80
|
85
|
Sepusat
|
Baik
|
Kosong
|
Normal
|
||
14.25
|
110/70
|
82
|
Sepusat
|
Baik
|
Kosong
|
Normal
|
||
14.40
|
120/70
|
81
|
Sepusat
|
Baik
|
Kosong
|
Normal
|
||
2
|
15.10
|
120/80
|
83
|
36,80C
|
Sepusat
|
Baik
|
Kosong
|
Normal
|
15.40
|
110/80
|
85
|
sepusat
|
Baik
|
50cc
|
Normal
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Intra Uterin Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam
rahim adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas/ berat janin
1000 gram. IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau
kurang dari 20 minggu (Moechtar, 2012).
Pada pasien Ny.M, pada tanggal 04 Juli 2017 datang dengan
keluhan, ibu mengatakan hamil kurang lebih 6 bulan datang ke puskesmas ingin memeriksakan kehamilannya seperti
biasa, dari hasil pemeriksaan dikatakan bahwa berat badan janin tidak sesuai
dengan usia kehamilannya, dan denyut jantung janin tidak
terdengar, kemudian ibu dianjurkan oleh petugas untuk memeriksakan dirinya ke
poli kandungan RSUD DR. H. Moch Ansari Saleh untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan USG untuk memastikan keadaan janin, setelah
dilakukan pemeriksaan di poli kandungan dokter mengatakan bahwa denyut jantung
janin sudah tidak terdengar, dengan kata lain ibu mengalami IUFD atau kematian
janin dalam rahim, dan ibu masuk rumah sakit sesampainya
di ruang bersalin kemudian dilakukan pemeriksaan yaitu: TD : 120/80 mmHg, N : 84 x/m, R : 20
x/m, S : 36,70C, L1 :
sepusat (19 cm). L2 : PU-KI, L3 : Pres-Bok, L4
: bokong belum masuk PAP, DJJ : tidak terdengar, TBJ : (19-12) x 155 = 1.085
gram, HIS : 2 kali dalam 10 menit lamanya 10 detik, VT : Ø 4 cm, ketuban (+).
Dengan diagnosa Ny. M G1P0A0 hamil 26 minggu Inpartu Kala I Fase Aktif dengan
IUFD. HPHT ibu pada tanggal 04-01-2017, HPL 11-10-2017. Dengan diagnosa G1P0A0 hamil 26 minggu
inpartu kala I fase aktif dengan IUFD. Menegakakan diagnosa IUFD dikarenakan
dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil DDJ sudah tidak terdengar dan hasil
dari USG dokter menyatakan bahwa janin sudah mati.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny.M sesuai dengan
advis dokter yaitu di lakukan terminasi kehamilan, dengan pemberian inf RL drip
Oksitosin 10 UI 28 TPM pada jam 02.30 Wita. Penatalaksanaan
yang dilakukan di RS telah sesuai dengan teori Nugroho (2012) yaitu dilakukannya
terminasi kehamilan secara spontan karena tidak ada indikasi ibu untuk
dilakukan persalinan secara SC, untuk usia kehamilan 20 – 28 minggu dilakukan
pemberian misoprostol 100 mg intravaginal, selain pemberian misoprostol ibu
juga diberikan infus dextrose 5%/RL drip oksitosin 5 IU.
Pada pukul 13.00 dilakukan pemeriksaan dalam karena ibu
mengeluh kesakitan dan rasa ingin mengejan, didapatkan hasil VT : Ø 10 cm,
ketuban (+) dan dilakukan amniotomi untuk memecahkan selaput ketuban, kepala di
Hodge III, His: 3x/10mnt/30dtk. Pada pukul 13.30 bayi lahir spontan bokong
dalam keadaan meninggal, jenis kelamin laki-laki, BB 1200 gram, PB 26 cm.
Setelah di berikan Inj Oksitosin yang pertama bidan mencoba melahirkan
plasenta, setelah di lakukan PTT talipusat terputus dan tidak dapat dilahirkan
secara spontan sehingga di rencanakan kuretase pada tanggal 05 Juli 2017,
perdarahan ± 80 cc, tidak ada leserasi jalan lahir.
Pada kasus ini plasenta tidak dapat lahir spontan dikarenakan saat dilakukan
PTT tali pusat terputus, setelah tali pusat terputus petugas berkolaborasi
dengan dr SpOG untuk melaporkan keadaan pasien dengan tali pusat putus,
advis dokter pasien dianjurkan untuk dilakukan kuretase pada besok hari yaitu
tanggal 5 Juli 2017, dan di anjurkan untuk mengobservasi keadaan pasien, serta
diberikan terapi ceftriaxone 1x1 dan ketorolac 1x1.
Observasi 2 jam
post partum dimulai dari jam 13.55 WIB. Observasi KU : baik, TTV : normal,
tinggi fundus : sepusat, kontraksi : baik, dan kandung kemih : kosong, PPV : Normal.
Dari tinjauan
kasus yang dilakukan ibu didiagnosa mengalami IUFD atau kematian janin dalam
rahim, karena usia kehamilan ibu masih muda yaitu 26 minggu dan ibu tidak merasakan
adanya gerakan janin, hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Mochtar (2012) yang menyebutkan bahwa IUFD atau kematian janin dalam rahim
adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada
usia kehamilan 28 minggu keatas atau berat janin 1000 gram dan tidak ada
tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan dan bisa terjadi juga pada
kehamilan lebih dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu. Salah satu penyebab
yang bisa menyebabkan terjadinya IUFD adalah usia ibu yang berisiko, pada kasus
ini usia ibu yaitu 19 tahun hal ini sejalan dengan teori Norwitz (2008) penyebab
IUFD adalah umur ibu yang melebihi 30 tahun dan kurang dari 20 tahun.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang kami
lakukan dari tinjauan teori dan tinjauan kasus pada Ny.M di ruang VK Bersalin. Pada tanggal 04 Juli 2017 pukul 08.30
Wita Ny.M mengatakan hamil kurang lebih 6 bulan
datang ke puskesmas ingin memeriksakan kehamilannya seperti biasa, dari hasil
pemeriksaan dikatakan bahwa berat badan janin tidak sesuai dengan usia
kehamilannya, dan denyut jantung janin tidak terdengar, kemudian ibu
dianjurkan oleh petugas untuk memeriksakan dirinya ke poli kandungan, untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
USG untuk memastikan keadaan janin, setelah dilakukan pemeriksaan di poli
kandungan dokter mengatakan bahwa denyut jantung janin sudah tidak terdengar,
dengan kata lain ibu mengalami IUFD atau kematian janin dalam rahim. Pada
pemeriksaan didapatkan TD
: 120/80 mmHg, N : 84 x/m, R : 20 x/m, S :
36,70C, L1 : sepusat (19 cm). L2 :
PU-KI, L3 : Pres-Bok, L4 : bokong belum masuk PAP, DJJ :
tidak terdengar, TBJ : (19-12) x 155 = 1.085 gram, HIS : 2 kali dalam 10 menit
lamanya 10 detik, VT : Ø 4 cm, ketuban (+). Dengan diagnosa Ny. M G1P0A0 hamil
26 minggu Inpartu Kala I Fase Aktif dengan IUFD. HPHT ibu pada
tanggal 04-01-2017, HPL 11-10-2017.Dari
hasil yang data subjektif dan data objektif dapat disimpulkan analisis data
pada NY.M yaitu G1P0A0 hamil 26 minggu inpartu kala I fase aktif dengan IUFD.
Asuhan kepada ibu dengan IUFD sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu
melakukan terminasi kehamilan pada Ny.M dengan memberikan Inf RL drip Oksitosin
10UI 28 TPM.
B. Saran
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan mampu memberikan informasi kepada
praktisi medis mengenai IUFD agar para praktisi medis dapat lebih cermat dan
waspada dalam menangani kasus IUFD untuk
mendapatkan outcome yang optimal
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat menambah referensi
tentang asuhan kebidanan pada ibu yang mengalami IUFD
3. Bagi pasien
Hendaknya memeriksakan kehamilannya
secara rutin ketenaga kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan agar bisa
terdeteksi secara dini bila ada komplikasi atau kelainan pada janin.
4.
Bagi tenaga
kesehatan
Diharapkan agar senantiasa
meningkatkan Pengetahuan dan keterampilannya untuk memberikan asuhan kebidanan yang tepat
kepada ibu yang mengalami IUFD
5.
Bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menambah
pengetahuan mengenai IUFD dan menerapkan asuhan kebidanan pada ibu IUFD yang
telah diterima di pendidikan
DAFTAR
PUSTAKA
Asri Hidayati,
Sujiyati. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Cunningham, F. Gary
[et.al]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2012. Survei Deemografi dan Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI
Manuaba, C. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi
Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Moechtar R. 2012. Perdarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri
Fisiologis dan Obstetri Patologis,
Edisi II. Jakarta:
EGC.
Norwitz, Errol dan John
O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri & Ginekologi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nugroho. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Prawirohardjo, Sarwono.
2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Riskesdas. 2007. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI Tahun 2007.
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustak
Wiknjosastro, Hanifa. 2007.
Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar