DASAR TEORI
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR
A.
Definisi Asfiksia
Asfiksia
adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan
Asfiksia
neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala lanjut yang mungkin timbul.
B.
Jenis Asfiksia
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1.
Asfiksia
livida (biru)
2.
Asfiksia
pallida (putih)
C.
Klsifikasi Asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai
APGAR
1.
Asfiksia
berat dengan nilai APGAR 0-3
2.
Asfiksia
ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3.
Bayi
normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4.
Bayi
normal dengan nilai APGAR 10
D.
Etiologi/ Penyebab Asfiksia
Beberapa
kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia
bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi
penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor
ibu, tali pusat clan bayi berikut ini
1.
Faktor ibu
a.
Preeklampsia
dan eklampsia
b.
Pendarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.
Partus
lama atau partus macet
d.
Demam
selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.
Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.
Faktor Tali Pusat
a.
Lilitan
tali pusat
b.
Tali
pusat pendek
c.
Simpul
tali pusat
d.
Prolapsus
tali pusat
3.
Faktor Bayi
a.
Bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.
Persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c.
Kelainan
bawaan (kongenital)
d.
Air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong
persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi
pada setiap pertolongan persalinan.
E.
Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan
spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini
akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan
penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak
dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi
bradikardi dan penurunan TD.
Pada
asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa
pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik.
Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang
berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung
dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular
yang disebabkan oleh:
1.
Hilangnya
sumber glikogen jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2.
Terjadinya
asidosis metabolik akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3.
Pengisian
udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem
sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
F.
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1.
Tidak
bernafas atau bernafas megap-megap
2.
Warna
kulit kebiruan
3.
Kejang
4.
Penurunan
kesadaran
G.
Diagnosis
Asfiksia
yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/ hipoksia
janin. Diagnosis anoksia/ hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1.
Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak
artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit
di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2.
Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi
sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin
menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam
air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3.
Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop
yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan
diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
H.
Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek
yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian
tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian
untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting,
yaitu :
1.
Penafasan
2.
Denyut
jantung
3.
Warna
kulit
Nilai
apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan
positif (VTP).
I.
Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum
menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai, yaitu :
1.
Bahan
ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk
kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi
kepala bayi.
2.
Alat
penghisap lendir de lee atau bola karet.
3.
Tabung
dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
4.
Kotak
alat resusitasi.
5.
Jam
atau pencatat waktu.
J.
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan
resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :
1.
Memastikan saluran terbuka Meletakkan bayi dalam posisi
kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. Menghisap mulut, hidung dan kadang
trachea. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2.
Memulai pernafasan Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan, Memakai
VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke
mulut (hindari paparan infeksi).
3.
Mempertahankan sirkulasi Rangsangan dan pertahankan
sirkulasi darah dengan cara Kompresi dada dan Pengobatan
K.
Langkah-Langkah Resusitasi
1.
Letakkan
bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh
bayi untuk mengurangi evaporasi.
2.
Sisihkan
kain basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas datar.
3.
Ganjal
bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4.
Hisap
lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
5.
Lakukan
rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap
punggung bayi.
6.
Nilai
pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika
merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut
jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a.
Jika
pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b.
Ventilasi
tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata,
jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60
x / menit.
c.
Setelah
30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
1)
100
hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2)
60
– 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
3)
60
– 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi
jantung.
4)
<
10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5)
Kompresi
jantung
Perbandingan
kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung:
(Pertama) Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi. (Kedua) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan
tangan lain menahan belakang tubuh bayi.
7.
Lakukan
penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
8.
Denyut
jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat
nafas spontan.
9.
Jika
denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 :
10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
10. Lakukan penilaian denyut
jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
11. Jika denyut jantung < 80 x
/ menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
12. Lakukan penilaian denyut
jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa
ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2
menit. (Wiknjosastro, 2007)
L.
Persiapan resusitasi
Agar
tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua
faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1.
Mengantisipasi
kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa
diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat
diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2.
Mempersiapkan
alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain
Alat pemanas siap pakai Oksigen Alat pengisap Alat sungkup dan balon resusitasi
Alat intubasi dan Obat-obatan
M.
Prinsip-prinsip Resusitasi yang Efektif :
1.
Tenaga
kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2.
Tenaga
kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus
dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesie
3.
Tenaga
kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu
tim yang terkoordinasi.
4.
Prosedur
resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya
ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5.
Segera
seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap
pakai.
N.
Penilaian
Bayi Untuk Tanda-Tanda Kegawatan
Semua bayi baru
lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan/kelainan yang menunjukkan
suatu penyakit. Tanda-tanda bayi sakit berat, meliputi:
1.
Sulit minum
2.
Sianosis sentral (lidah baru)
3.
Perut kembung
4.
Periode Apneu
5.
Kejang/ periode kejang-kejang kecil
6.
Merintih
7.
Perdarahan
8.
Sangat kuning
9.
Berat badan lahir < 1500 gram
O.
Skoring APGAR bayi baru lahir
Skor Apgar atau
nilai Apgar (bahasa Inggris: Apgar score) adalah sebuah metode yang
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai
sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru
lahir sesaat setelah kelahiran. Apgar yang berprofesi sebagai ahli
anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti
bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi.
Skor Apgar
dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria
sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut
kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata
"Apgar" belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari
Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung,
respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah
menghafal.
Lima kriteria Skor Apgar:
Nilai 0
|
Nilai 1
|
Nilai 2
|
Akronim
|
|
Warna kulit
|
seluruhnya biru
|
warna kulit
tubuh, tangan, dan kaki
normal merah muda, tidak ada sianosis |
Appearance
|
|
tidak ada
|
<100 kali/menit
|
>100
kali/menit
|
Pulse
|
|
Respons refleks
|
tidak ada
respons stimulasi
|
meringis/ menangis
lemah ketika distimulasi
|
meringis/bersin/
batuk saat stimulasi saluran napas
|
Grimace
|
lemah/ tidak
ada
|
sedikit gerakan
|
bergerak aktif
|
Activity
|
|
Pernapasan
|
tidak ada
|
lemah atau
tidak teratur
|
menangis kuat,
pernapasan baik dan teratur
|
Respiration
|
Tes
ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan
dapat diulangi jika skor masih rendah.
Jumlah
|
Interpretasi
|
Catatan
|
7-10
|
Bayi normal
|
|
4-6
|
Agak rendah
|
Memerlukan
tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas,
atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas.
|
0-3
|
Sangat rendah
|
Memerlukan
tindakan medis yang lebih intensif
|
Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan
bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu
mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat
peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam
tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut
dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan
otak. Namun
demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang
baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didesain untuk memberikan
prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.
P.
Peran Bidan Dalam melakukan Asuhan Pada
Bayi Baru Lahir :
1.
Pelayanan
neonatus serta tatalaksana yang dapat dilakukan,meliputi :
a.
Pertolongan
persalinan yang atraumatik, bersih dan aman
b.
Menjaga
tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini
c.
Membersihkan
jalan nafas,mempertahankan bayi bernafas spontan
d.
Pemberian
asi dini dalam 30 menit setelah melahirkan
e.
Mencegah
infeksi pada bayi baru lahir antara lain melalui perawatan tali pusat secara
higienis, pemberian imunisasi dan pemberian asi eksklusif.
2.
Pemeriksaan
dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada bayi 0-28 hari
3.
Penyuluhan
kepada ibu tentang pemberian asi eksklusif untuk bayi di bawah 6 bulan dan
makanan pendamping asi (mpasi) untuk bayi di atas 6 bulan.
4.
Pemantauan
tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak melalui
deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang balita.
5.
Pemberian
obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan, sepanjang sesuai dengan
obat-obatan yang sudah ditetapkan dan segera merujuk pada dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Dep Kes RI. 2002. “Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks keluarga”.
Depkes
Judha M, Sudarti.
2012. “Asuhan Pertumbuhan Kehamilan,
Persalinan, Neonatus, Bayi dan Balita”. Yogyakarta: Nuha Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1987. ”Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana”. EGC: Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. ”Sinobsis
Obstetri Fisiologi dan Patologi Jilid 1”. EGC. Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 1997. ”Ilmu
Kebidanan”. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2000. Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bidan Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar